Suarautama.id, Gunungsitoli – Sejumlah LSM dan media yang tergabung dalam Forum Aliansi Rakyat Peduli Kepulauan Nias (FARPKeN) resmi mengirimkan surat kepada PT Pelindo Regional 1 Gunungsitoli pada Jumat (7/03/25). Surat tersebut berisi protes dan pertanyaan terkait dua isu utama yang dinilai perlu mendapat perhatian serius tentang pengelolaan sampah yang menumpuk di area Pelabuhan Gunungsitoli, dan penggunaan karcis parkir yang masih mencantumkan nama mantan manajer PT Pelindo, Mulyono, meskipun yang bersangkutan sudah pensiun sejak tahun 2023.
Salah satu anggota FARPKeN, Yosi Aro Zebua, dalam pernyataannya kepada media mengungkapkan bahwa pihaknya sangat khawatir dengan kondisi pengelolaan sampah di Pelabuhan Gunungsitoli. Menurut Yosi, sampah-sampah tersebut tidak hanya menumpuk di area pelabuhan tetapi juga diduga kuat dibuang ke laut di sekitar pelabuhan, yang berpotensi mencemari lingkungan dan merusak ekosistem laut di wilayah tersebut. “Kami menerima laporan dari masyarakat dan pengunjung pelabuhan yang mengeluhkan penumpukan sampah yang tidak dikelola dengan baik. Kami menduga pihak PT Pelindo membuang sampah tersebut ke laut,” ujar Yosi.
Isu pencemaran laut oleh sampah plastik dan limbah lainnya menjadi perhatian serius, mengingat pentingnya menjaga kebersihan pelabuhan yang menjadi gerbang utama bagi aktivitas logistik dan transportasi di Kepulauan Nias. FARPKeN menilai bahwa pengelolaan sampah yang buruk ini dapat merugikan citra Pelabuhan Gunungsitoli, serta berdampak negatif bagi masyarakat dan sektor perikanan yang menggantungkan hidupnya pada laut.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Selain masalah sampah, surat FARPKeN juga menyoroti dugaan penyalahgunaan identitas dalam penggunaan karcis parkir. Berdasarkan temuan mereka, karcis atau tiket parkir yang digunakan di Pelabuhan Gunungsitoli masih mencantumkan nama Mulyono, yang diketahui telah pensiun sebagai manajer PT Pelindo pada tahun 2023. Hal ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai transparansi dan legalitas penggunaan karcis tersebut.
Edward Firman Firdaus Lahagu, Koordinator FARPKeN, yang juga merupakan kader dari Partai Gerindra, mengungkapkan bahwa biaya parkir yang tertera di karcis tersebut cukup mahal, yaitu Rp 50.000 (Lima Puluh Ribu Rupiah) untuk mobil jenis truk dan pick-up. “Kami menduga kuat bahwa penggunaan karcis dengan nama Mulyono yang sudah pensiun ini adalah sebuah kesalahan administratif yang perlu segera diklarifikasi. Kami juga mempertanyakan apakah sistem ini masih berlaku secara sah, mengingat yang bersangkutan sudah tidak menjabat lagi,” kata Edward.
FARPKeN telah mencoba untuk berkomunikasi dengan pihak PT Pelindo mengenai masalah ini. Namun, menurut Yosi Aro Zebua, jawaban yang diberikan oleh pihak humas Pelindo tidak memberikan solusi yang memadai. Oleh karena itu, FARPKeN memutuskan untuk menyurati pihak PT Pelindo Regional 1 secara resmi agar masalah ini bisa segera diselesaikan dan mendapat perhatian serius dari pihak berwenang.
“Kami berharap surat ini diterima dan segera ditindaklanjuti oleh General Manager PT Pelindo Regional 1. Kami menuntut klarifikasi dan langkah nyata untuk mengatasi kedua masalah ini, terutama pengelolaan sampah yang membahayakan lingkungan,” jelas Yosi.
Hingga berita ini diturunkan, PT Pelindo Regional 1 Gunungsitoli belum memberikan penjelasan resmi terkait dua isu yang dilaporkan oleh FARPKeN. Meskipun demikian, media akan terus berusaha mengonfirmasi pihak yang berwenang dalam waktu dekat untuk mendapatkan klarifikasi dan penjelasan resmi mengenai masalah ini.
Masalah pengelolaan sampah dan transparansi dalam penggunaan karcis parkir di Pelabuhan Gunungsitoli tentu menjadi isu yang harus mendapatkan perhatian serius. Pelabuhan Gunungsitoli sebagai salah satu titik vital bagi perekonomian Kepulauan Nias harus dikelola dengan profesional dan sesuai dengan standar yang berlaku, baik dalam hal kebersihan maupun transparansi administrasi.
FARPKeN berharap PT Pelindo dapat segera merespon surat mereka dengan langkah konkrit yang akan menyelesaikan masalah ini demi kebaikan lingkungan dan masyarakat.