Oleh: Abu Mahdi ibn Ibrohim
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Surah Al-Furqan ayat 42 dan ayat 72 yang artinya: “dan orang-orang yang tidak memberikan kesaksian palsu.”
Ibnu Abbas r.a. dan Adh-Dhohhak menafsirkan makna az-zuur sebagai “hari raya kaum musyrikin” (dinukil dari kitab Ahkam Ahludh Dhimmah). Berdasarkan penafsiran tersebut, umat Islam dilarang menghadiri atau memeriahkan peringatan hari raya agama lain. Fenomena ini sering muncul, terutama di akhir tahun Masehi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Namun, makna az-zuur juga dapat diartikan sebagai :
1. Menghindari kesaksian palsu.
2. Kewajiban untuk jujur dan amanah.
3. Menjaga nilai keadilan dan kebenaran.
Dalam tafsir Ibnu Katsir dan Ath-Thobari, az-zuur dimaknai sebagai dusta (buhtan). Kata buhtan meliputi: kebohongan, fitnah, penghinaan, dan kesaksian palsu. Dalam konteks hukum, buhtan berarti tuduhan tanpa bukti yang dapat mencemarkan nama baik.
Ayat-ayat Al-Qur’an, seperti Al-Baqarah : 204 dan An-Nur : 4, memperingatkan bahaya buhtan. Hadis juga menyebutkan bahwa,” Buhtan adalah dosa besar (HR. Bukhari) dan dapat membawa pelakunya pada kefasikan.”(HR. Muslim).
Kesaksian palsu dilarang dalam syariat. Pelakunya wajib bertaubat karena telah berbuat zalim. Dalam kitab Al-Hidayah dan Al-Mabsuth, kesaksian palsu disebut haram secara mutlak.
Sebagai umat Islam, kita wajib menjaga kejujuran, menjauhi dusta, dan bersikap adil. Semoga tulisan ini bermanfaat dan mampu memotivasi pembaca untuk mengamalkan nilai-nilai kebenaran. Aamiin.
Penulis : Abu Mahdi Ibn Ibrahim
Editor : Mohammad Abu SaRach