Masyarakat Indonesia mengetahui bahwa Dirjen Imigrasi merupakan satu-satunya lembaga yang mengurus kewenangan ijin masuk ke dalam negara atau ijin keluar dari wilayah negara. Melalui UU Keimigrasian memang telah diberikan wewenang untuk melakukan hal itu. Pencegahan atau dikenal dengan istilah pencekalan dan wewenang menangkal orang masuk ke wilayah Indonesia. Statistik menunjukkan jumlah orang yang dicekal dan ditangkal sebanyak 3.262 orang. Namun menjalankan kewenangan cekal dan tangkal itu menemui banyak dinamika. “kita akui kewenangan itu telah jelas diatur UU Keimigrasian, tapi batas alasan, terkait kewenangan, semua aturan keimigrasian ada di sana. Persoalan dinamika itu tinggal bagaimana person pelaksana patuh pada hukum atau hendak memanfaatkan hukum” kata Martono Maulana, seorang advokat yang sedang menyorot urusan pencekalan. Pencekalan seseorang biasanya dimohonkan oleh pejabat tertentu terutama kaitannya dengan pemeriksaan hukum, penyidikan atau pajak.”Ada orang dicekal secara lisan, ya bisa saja, tetapi harus jelas alasannya. Dan harus transparan serta ksatria dalam melepas juga. Jangan berani cegah dan tangkal tapi pemulihannya bertele dan penuh liku.” Jelas Martono
Martono melanjutkan sikap transparan dan kesatria itu misalnya berdasarkan azas hukum yang diatur di Pasal 77 KUHP. Dalam pasal itu sebutkan pertanggungjawaban pidana berakhir jika terperiksa meninggal dunia, maka hal-hal terkait itu hapus juga, Walaupun penyidiknya bukan dari imigrasi, tetapi harus ditaati juga. “ Nah ada orang sekedar saksi atas kasus yang terperiksanya meninggal dunia. Sebut saja Lukas Enembe, itu sudah meninggal, Pimpinan KPK juga sudah siaran pers dimana mana kalau pertanggungjawabannya selesai. Ya mestinya status cekalnya juga berakhir juga dong. Ini Dirjen harus taat KUHP ya ikut transparan untuk menghapus” Ungkap Martono.
Dalam kesempatan itu Martono telah melayangkan surat khusus kepada Direktur Dirjen Imigrasi yang mengingatkan mengenai berakhirnya hak cekal berdasarkan argumentasi hukum dan prinsip rechtsstaat (negara hukum). Surat tersebut menerangkan bahwa orang yang dicekal merupakan buntut dari pemeriksaan Lukas Enembe yang telah meninggal dunia, sehingga demi kepastian hukum keimigrasian mesti pula patuh menghapus dari daftar cekal. “Kalau lama-lama ini mengindikasikan ada interes lain” sergahnya
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut Martono pihaknya sudah pernah berbincang dengan Direktur, tetapi direktur menyatakan harus ada surat tertulis pembatalan permohonan cekal dari yang memohon dalam hal ini penyidik KPK. “Inilah yang rancu, lha pencekalannya saja boleh permintaan lisan dan kenyataanya atas lisan saja. KPK jugs sudah bilang itu selesai di media. Di PP Keimigrasian juga tidak ada yang menyebut harus pakai surat. Yang pakai surat tertulis itu karena putusan PTUN, putusan bebas, dan pencabutan dari menteri. Itu baru pakai surat. Ini KUHP yang bilang, pertanggungjawaban usai. Kok malah tidak mau melepas, inilah yang perlu diingatkan “ sergah Martono.
Berkenaan dengan itu, Direktur Dirjen Imigrasi masih belum dapat dihubungi oleh tim redaksi untuk memberikan statemen respon atas hal tersebut. Namun demikian publik tetap berharap bahwa Imigrasi dan lebaga negara yang lain sebagai lembaga pelayanan publik mesti lebih terbuka dan transparan.