SUARA UTAMA- Sepekan lalu, sepulang silaturahmi dari kantor camat Rawajitu Selatan, saya mampir untuk salat zuhur di masjid yang terletak di sebelah kanan jalan setelah SPBU- dari arah Pidada. Masjid ini sering menjadi tempat persinggahan saya karena lokasinya yang dekat jalan, suasananya yang nyaman, aman, dan juga bersih.
Saat hendak mengambil air wudhu, saya bertemu kepala cabang Rawajitu Bank Lampung. Sepertinya beliau istiqomah sholat zuhur di masjid tersebut, karena beberapa kali kami bertemu di sana.
“Dari mana, Bang?” tanyanya.”Habis jalan-jalan silaturahim ke kawan-kawan di kantor camat Rawajitu Selatan,” jawabku.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Udah makan siang belum? Habis solat kita makan siang, Bang,” katanya.”Siap jawabku”. Tentu saya tak elok menolak, meskipun di rumah, biasanya saya makan nasi dua kali: Sarapan dan makan sore. Tapi kalau di luar rumah, terpaksa harus menyesuaikan diri. Hehehe.
Selepas solat zuhur, kami pun menuju sebuah warung makan di pinggiran pasar Rawajitu, masih di jalan utama Rawajitu-Tanggul Penangkis. Di Warung makan, siang itu cukup padat, terlihat beberapa pimpinan kontraktor dan pekerja pembangunan jalan poros Rawajitu juga makan siang di tempat yang sama.
Sambil menunggu pesanan makanan, kawan saya dari Bank Lampung itu mulai bercerita tentang keadaan budidaya udang Dipasena yang sedang sulit dan berdampak juga pada keuangan bank tempatnya bekerja.
“Menurut Abang, apa masalahnya? Kenapa produksi udang Dipasena saat ini terus merosot dan sulit bangkit?” tanyanya serius.
“Tergantung perspektif,” jawab saya diplomatis.
“Maksudnya gimana itu, Bang?” desaknya, meminta penjelasan lebih lanjut.
“Kalau ada seorang ibu merasa kehilangan sejumlah uang di rumahnya, dan jika ditanyakan kenapa uangnya bisa hilang, maka jawabannya tergantung kepada siapa pertanyaan itu ditanyakan, benar kan?.
Kalau ditanyakan kepada polisi, mungkin mereka akan menduga ada yang mencurinya.
Kalau ditanyakan kepada dukun, mungkin si dukun akan bilang ada tuyul.
Kalau ditanyakan kepada akuntan, bisa jadi karena salah hitung atau pembukuan yang tidak akuntabelitas.
Kalau ditanyakan kepada guru agama, mungkin akan bilang karena kurang sedekah atau bagian dari ujian kesabaran. Jadi, tergantung dari sudut mana pertanyaan itu dijawab,” jelasku.
“Pun masalah produksi Dipasena ini, bisa karena faktor lingkungan, penyakit, biosekuriti, pengolahan limbah, benur, pakan, tambak bocor, kejujuran, hutang-piutang, riba dan dosa, urusan klenik dan makhluk halus “mbah rekso” serta faktor lainnya,” lanjutku.
“Saya bukan ahli budidaya, lingkungan, keuangan, atau penyakit udang. Saya dikenal oleh kawan-kawan sebagai seorang ‘provokator’ atau dalam bahasa lainnya ‘social engineering’ dalam arti positif.
Dari perspektif sosial, menurut saya sesulit apapun keadaan, selagi manusianya solid, mau bermusyawarah, berbagi, kompak, dan guyub, maka ada optimisme bahwa masalah bisa diatasi,” tambahku.
Percakapan kami terhenti saat pesanan makanan tiba. Kami menikmati makan siang sambil terus berdiskusi tentang berbagai hal, menjalin silaturahmi yang lebih erat.
Tak lupa si kawan memanggil si mbak yang punya warung, meminta dibungkuskan gulai dan sop. “Oleh-oleh Untuk Ayuk (isteriku) di rumah”. katanya.
Alhamdulillah.
Penulis : Nafian Faiz