SUARA UTAMA,Tulang Bawang- Workshop ini diselenggarakan sebagai bagian dari upaya Yayasan Gajah Sumatra (Yagasu) dalam mendukung konservasi lingkungan dan pemberdayaan ekonomi lokal melalui pendekatan berkelanjutan.
Yagasu, sebuah organisasi non-pemerintah (NGO) Indonesia yang telah berkecimpung selama lebih dari 20 tahun dalam konservasi, restorasi ekosistem, dan pendidikan lingkungan, menggelar workshop di aula Kantor Camat Rawajitu Timur pada Jumat (2/2).
Kegiatan workshop dihadiri oleh berbagai pihak, termasuk Meilinda Suriani Harefa, Direktur Program Yagasu, Ruzaidi, Kabid Budidaya DKP Tulang Bawang, Suyanto, Kasi Trantib Kecamatan Rawajitu Timur, Suratman, Ketua P3UW Lampung, anggota Koramil Rawajitu, Kepolisian Polsek Rawajitu Selatan, Kepala Kampung, dan Pokmas Pegiat Lingkungan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pada workshop ini, Yagasu memfokuskan pada sosialisasi restorasi fungsi hutan mangrove dan manfaat mangrove dalam budidaya dengan sistem Silvofishery.
Direktur Program Yagasu, Meilinda Suriani Harefa, menyampaikan bahwa saat ini mereka bekerja sama dengan Pokmas dan relawan mangrove untuk melakukan pembibitan ribuan batang bakau yang tersebar di seluruh kampung di pertambakan Dipasena, Rawajitu Timur, Lampung. “Ini adalah upaya kami bekerja sama dengan masyarakat lokal untuk merestorasi hutan mangrove di Dipasena,” ungkapnya
“Pada kesempatan workshop ini, kami juga memperkenalkan sistem Silvofishery yang memungkinkan penghijauan mangrove sekaligus budidaya udang dan ikan tanpa mengkonversi dan mengancam fungsi ekologi mangrove,” tambah Meilinda.
Agus Setya Utama, anggota Kelompok Masyarakat (Pokmas) pegiat lingkungan dari Kampung Bumi Sentosa, menyoroti pentingnya workshop ini untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terkait kelestarian mangrove di Dipasena. “Kami berharap workshop ini dapat membantu meningkatkan kesadaran dan kepedulian warga dalam menjaga mangrove,” ujarnya.
Ketua P3UW Lampung, Suratman, menyoroti dua faktor kerusakan hutan mangrove di Dipasena, yaitu faktor alam (abrasi pantai dan gelombang laut) dan perambahan oleh petambak liar yang bukan anggota P3UW Lampung dan bukan masyarakat Dipasena. “Anggota P3UW Lampung tidak ada yang merusak fungsi hutan mangrove dalam budidaya, sebaliknya, kami terus berupaya menanam dan merawat hutan mangrove yang rusak karena alam,” tegas Suratman.
Setelah workshop restorasi mangrove, tim dari Yagasu melakukan silaturahmi ke pengurus Perhimpunan Petambak Pembudidaya Udang Wilayah Lampung (P3UW Lampung) dan melakukan diskusi bersama serta penjajakan kemungkinan kerjasama lebih lanjut program Yagasu di pertambakan Dipasena.