SUARA UTAMA – Ki Hadjar Dewantara memandang dalam proses tumbuh kembangnya seorang anak, terdapat tiga pusat pendidikan yang memiliki peranan besar. Semua ini disebut “Tripusat Pendidikan”, yaitu; 1) Pendidikan di lingkungan keluarga, 2) Pendidikan di lingkungan perguruan/sekolah/madrasah dan 3) Pendidikan di lingkungan kemasyarakatan atau alam pemuda. Tripusat Pendidikan ini besar pengaruhnya terhadap pembentukan karakter seseorang. Tripusat pendidikan merupakan sistem pendidikan Tamansiswa yang dilakukan dalam perguruan (sitem perguron) yang memusatkannya 3 (tiga) lingkungan pendidikan yaitu: keluarga, sekolah, dan masyarakat. Ketiga lingkungan erat dilaksanakan dalam bentuk perguruan yang mensyaratkan adanya: rumah pamong, kegiatan belajar mengajar, kegiatan berlatih, kegiatan hidup kemasyarakatan berasaskan kekeluargaan, pondok asrama bagi siswa.
Lingkungan keluarga adalah suatu proses pembelajaran yang terjadi di kehidupan sehari-hari dalam keluarga terdekat. Sebagai orang tua mengenalkan nama benda-benda dan cara mengucapkan dengan benar, cara menghargai orang, cara menulis, cara menggambar, dan cara beribadah. Pada prinsipnya pendidikan dalam keluarga untuk membantu anak bagaimana belajar dasar anak memasuki dunia formal (sekolah dan masyarakat). Pendidikan sekolah adalah pendidikan formal yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi, sedangkan pendidikan dalam masyarakat adalah pendidikan nonformal tidak dikesampingkan dari pendidikan keluarga dan sekolah.
Pergerakan kehidupan yang luar biasa cepat sedang terjadi di semua lini kehidupan, yang disebut era disrupsi. Di era ini, perubahannya sangat cepat, bahkan cenderung tak terdetaksi. Pergerakannya juga lateral, acak, zigzag, sekaligus mampu memorakporandakan tatanan lama, kemudian merekonstruksi menjadi tatanan dan pola baru, bahkan sama sekali baru. Era disrupsi menginisiasi lahirnya banyak model baru dengan pendekatan, metode, dan strategi yang lebih visioner dan transformatif. Cakupan perubahan era ini, meliputi ranah bisnis, perbankan, transportasi, sosial masyarakat, hingga pendidikan. Era ini mengajak dan menuntut kita untuk berani beradaptasi dan berubah. Sebab jika tidak, kita akan tergilas, lalu akhirnya hilang tak berbekas.
Realitas tersebut tentu menjadi tantangan semua pihak, tak terkecuali keluarga. Pada era disrupsi ini, keluarga dituntut menjadi oasis, samudera kehangatan, dan surga bagi anak. Keluarga sebagai bagian terkecil dari masyarakat harus menjadi tempat bersemayam inspirasi, motivasi, dan sugesti positif. Gempuran perkembangan teknologi dan informasi tidak boleh membuat goyah keluarga. Sebaliknya, realitas tersebut harus menjadi alasan untuk memperkuat ikatan keluarga. Orang tua sebagai penjaga dan pengelola keluarga harus bersinergi untuk menyikapi dan menyambut tantangan tersebut. Pada era disrupsi ini, pergaulan dan pendidikan anak harus mendapatkan perhatian yang serius. Melalui ponsel pintar, anak bisa berselancar di dunia maya. Apabila tidak mendapatkan arahan dan pemahaman terhadap nilai-nilai positif dari orang tua, apa yang dilihat dan dipelajari anak dari dunia maya akan menjadi landasan dalam berpikir dan bersikap.
Seorang anak senantiasa ingin merasa nyaman, damai, dan aman. Karena itu, keluarga seyogianya menjadi sebuah tempat yang sangat menyenangkan dan menenangkan bagi anak. Keluarga yang nyaman akan membuat anak bisa menikmati kehidupannya. Muaranya, anak merasa bahagia, yang tentu saja bisa menjadi titik awal anak untuk terus belajar dan berkarya. Sebuah kehidupan akan memberikan makna yang sugestif-transformatif jika yang bersangkutan senantiasa mempraktikkan kebajikan dan kebijaksanaan. Sebagai sebuah masyarakat terkecil, keluarga bisa memainkan peran yang sangat penting apabila di dalamnya ada nilai-nilai arif tersebut. Orang tua pun harus menampilkan keteladanan yang baik. Sebab, anak akan belajar dan meniru nilai-nilai positif tersebut. Orang tua juga harus memperhatikan semua potensi, kecerdasan, dan gaya belajar anak. Pemahaman ini akan membuat anak senantiasa termotivasi. Era disrupsi tak akan mampu menggoyahkan atau memorakporandakan keluarga.