Cinta Ideal……
Cinta selalu tergesah-gesah. Tak memberi jeda waktu lama untuk menunggu: inginya bersegera; termasuk dalam bab nikah…
Lelaki yang menunda menikah bisa jadi karena ia belum menemukan kekasih hati yang tak sekedar mencintai dirinya sepenuh hati; tapi juga ia cintai sepenuh hati pula….
Benar, menikahi orang yang kita cintai kata Salim A Fillah hanyalah pilihan. Bukan kewajiban. Tapi andai “pernikahan ideal” tersebut me-nyata. Maka rumah tangga, kata Tufail Al-Ghifari dalam bait lagunya, ‘kan menjelma surga sebelum surga sebenarnya. Karenanya, Anis Matta berkali berkata: menikahkan sepasang kekasih yang saling mencintai adalah tradisi kenabian. Ingat, saling mencintai…!!
Terkadang pernikahan ideal tak gampang jadi kenyataan.Ada banyak aral yang tak sekedar melintang, bahkan menghadang. Aral itu bisa menjelma tradisi, restu keluarga, perbedaan kasta atau entah apalah. Tengoklah kisah Laila Majnun, atau Romie-Julie, atau Zainuddin-Hayati dalam roman HAMKA yang melegenda. Cinta tak cukup gagah tuk menyatukan mereka….
Tapi tentu tak seluruh kisah cinta berahir tragedi. Kesediaan berkorban adakalanya mampu menumbangkan segala aral. Tengoklah kisah Hinata dalam memperjuangkan cintanya; Indah, amat-amat indah malah….
Siapa Hinata…..?
Hinata, wanita istimewa dari klan Hyuga; pemalu, pemberani, memiliki tekad kuat, terus berlatih, tak mengenal letih dan kata henti. Dan tentu, seperti klan Hyuga lainnya, bermata putih….
Satu peristiwa kecil di masa kanak-kanaknya, membuat ia jatuh hati pada Naruto. Ya, Naruto. Tokoh fiktih rekaan Maashi Kishimoto…
Cintanya, pada awalnya bertepuk sebelah tangan. Bagi Naruto ia adalah teman, tak lebih…
Tapi, apa yang diberikan Hinata pada Naruto, itulah cinta….
Meyakinkan, saat naruto dipenuhi keragu-raguan….
Menguatkan, saat naruto merasa lemah; tak memiliki kekuatan…
Rela berkorban: apapun. Saat naruto membutuhkan….
Ia selalu ada, setia….
Terus mengejar, tanpa berharap naruto kan berhenti; menoleh padanya. Yang is harap hanya “hal terbaik” bagi naruto. Dan itu, tak harus dirinya. Dan ahirnya, di ahir cerita mereka membina kelauarga bahagia dengan 2 putra: Baruto dan Himamuri…. 🙂
Dan, nampaknya benar apa yang disampaikan Jalaluddi Rumi berabad yang lalu. Cinta, tak pernah bertepuk sebelah tangan. Jika ada cinta di satu hati, pastilah ada cinta di hati yang lain. Tangan yang satu, tak bpernah bisa bertepuk tanpa tangan yang lain. Bukan begitu….?
Terlepas dari itu semua. Yang terpenting sebenarnya bukan pada siapa kita berkata cinta. Tapi lebih dari itu, karena siapa kita berkata cinta; karena Allah, atau justru selainnya…? Mari jadikan cinta kita layaknya cinta para pemburu surga yang seluruhnya mengejewaantah karena Allah…
—————
Somor Anyar, 12 September 2022
Penyadap Mayang Kehidupan: Achmad Fawaid Al-Dani Putra