SUARA UTAMA, YOGYAKARTA – Bertempat di Piyungan Bantul, Ahad (10/04/2022) sebagaimana rilis diterima dapur redaksi Suara Utama ID, Senin (11/04/2022), Pintarnya Perempuan Indonesia (PiPI) Gelora Kabupaten Bantul, Prov. D.I Yogyakarta mengelar kajian rutin dengan mengangkat tema tentang pentingnya “Bahagia Menjadi Ibu Spesial” yang juga acara bertepatan pada Hari Autis Se-dunia pada 2 April 2022.
BACA JUGA: Lowker Lembaga AR Learning Center Yogyakarta: Customer Service dan Digital Marketing
Adapun peserta yang hadir adalah dari ibu-ibu yang dikaruniakan putra putri surga. Mereka adalah putra-putri istimewa penyandang difabel dan disabilitas.Tentu tidak mudah membersamai putra putri yang berkebutuhan khusus, karena akan sangat membutuhkan energi ekstra dalam mendampingi proses tumbuh kembang mereka.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
BACA JUGA: Santriwati Gunung Tembak Bercita-Cita Bangun Pesantren di Dubai
Dan ibu, adalah pilar utama di keluarga sekaligus menjadi fondasi proses tumbuh kembang anak-anak ini. Ibu adalah ruh, magnet bagaimana ia harus mengalirkan daya tarik menariknya untuk seluruh anggota keluarganya, terutama bagi proses tumbuh kembang putra putrinya.
Karena itu, sebelum ibu memberikan aliran kehangatan dan kebahagiaan di keluarganya, mesti dipastikan ibu harus yang pertama kali memiliki kebahagiaan itu. Ibu yang bahagia akan memancarkan aura kebahagiaan pula di keluarganya.
Masalahnya, ibu juga memiliki peran yang kompleks dan multi tasking. Ibu seakan dituntut untuk mampu menyelesaikan semua masalah di keluarganya. Dari mulai urusan domestik rumah tangga, pendidikan anak, finansial dan urusan di masyarakatnya. Ibu dituntut untuk tangguh, kuat dan berdaya. Padahal ia adalah makhluk yg rentan. Karena 90% dikuasai perasaan. Di titik inilah potensi kerawanan emosional dan mental akan bisa meledak jika tidak didukung daya support dari orang-orang terdekat. Pasangan, anak-anak, keluarga, saudara dan lingkungannya.
Terdapat beberapa hormon yang memengaruhi kondisi emosional ibu. Baik hormon yang mampu memberi efek kebahagiaan atau sebaliknya, kesedihan.
Seperti hormon noradrenalin, yakni hormon yang begitu cepat bekerja untuk memicu emosi kesedihan. Semacam racun yang teramat cepat bekerja dalam menghantarkan rasa sedih. Tumpukan masalah yang bertubi yang dihadapi seorang ibu, semua menuntut untuk segera dituntaskan, dari mulai urusan rumah tangga, pendampingan tumbuh kembang anak dan lainnya akan membuat mental ibu cepat lelah, stress dan jika berlarut hingga 3 – 4 minggu dibiarkan tanpa solusi, akan berpotensi memunculkan depressi dan gangguan permanen psikologis.
Ditambah tidak adanya kasih sayang dan care dari orang terdekat, maka akan memicu halusinasi. Inilah mungkin yang dialami Kanti Utami, ibu yang mengalami halusinasi untuk menghabisi nyawa putra putrinya.
Berdasar data Riskesdas 2007, terdapat kerentanan baik laki-laki maupun perempuan memiliki potensi skizofrenia dan gangguan mental berat lainnya sebesar 0,46%, sedangkan perempuan memiliki potensi mengalami gangguan mental ringan dua kali lebih besar dari laki-laki.
Sebaliknya, juga terdapat hormon positif yang membantu memacu kebahagiaan. Diantaranya hormon serotonin, yang membantu menjaga mental untuk rileks, tenang. Yakni dengan cara tidur dalam kondisi lampu dimatikan dan berjalan kaki di pagi hari dengan menghirup udara segar.
Hormon oksitosin, hormon yang memunculkan rasa bahagia melalui sentuhan. Bisa berupa pelukan, pijatan, ciuman atau dekapan. Sentuhan pelukanvdan ciuman ibu atau ayah kepada putra putrinya akan mengalirkan bonding, ikatan psikologis yang dalam di antara keduanya. Demikian juga dengan pasangan. Inilah sumber menciptakan kebahagiaan di keluarga.
Hormon dopamin, berfungsi mengalirkan kebahagiaan, kepuasan melalui hiburan. Hiburan, dalam kadar yang seimbang akan mengalirkan rasa tenang, rileks dan bahagia. Namun jika berlebihan akan memunculkan ketagihan, adiktif. Inilah yang sering muncul dalam tayangan pornografi dan hiburan lainnya di medsos yang tanpa kendali.
Lantas, bagaimana langkah menjadi bahagia?
Diawali dengan membangun mindset, bahwa bahagia itu hak setiap individu, sehingga rasa bahagia itu adalah tanggungjawab individu, bukan ditentukan oleh kondisi eksternal seseorang.
BACA JUGA: Ikutilah Training HR dan Bukber di Hotel Bandung bersama AR Learning Center
Bahagia juga tidak membutuhkan syarat. Misal, saya bahagia jika punya uang, atau jika memiliki pasangan yang baik perhatian atau hal lainnya. Tidak. Bahagia yang menentukan diri kita sendiri, tanpa syarat apapun.
Langkah – Langkahnya Ialah:
Pertama, adalah rasa kesadaran diri, awareness. Kesadaran akan siapa kita, mengenal diri sendiri, mengenal potensi diri, kelebihan dan kekurangan diri, mengetahui tujuan diri, tujuan hidup, dan menyadari akan tugas peran serta apapun yang telah given ditakdirkan Tuhan, Allah atas kita, akan membantu kita untuk mudah bersyukur. Tidak cepat mengeluh, dan kesadaran ini akan menuntun diri di saat menghadapi problem pelik, stress akan menemukan langkah bagaimana memikirkan solusinya. Selain kesadaran diri berawal dari individu, namun teramat membutuhkan daya support dari orang terdekat.
Kedua, adalah adanya sikap penerimaan diri, self acceptance. Sikap menerima diri sendiri dengan segala kelebihan dan kekurangan yang dimiliki, akan membantu menjadi mental untuk lebih bersabar, legowo, dan tidak mudah mengeluh dan menuntut. Sikap penerimaan diri akan membantu memunculkan kebahagiaan dalam diri. Mudah bersyukur dan menjadi pribadi yang fokus kepada sisi kebaikan potensi dan pengembangan diri.
Ketiga, relaksasi. Berupa menyediakan waktu untuk diri sendiri. Menyadari bahwa diri seorang ibu mempunyai hak untuk dirinya, berupa waktu untuk memikirkan diri sendiri, merawat diri dan membahagiakan diri sendiri. Waktu yang tepat adalah di saat akan tidur, dimana gelombang otak bernama delta berada dalam situasi tenang. Relaksasi membantu ibu untuk merenungi diri dan membuang racun sampah dalam pikiran. Melepaskan beban yang menggelayut dan membayangkan sebuah pemandangan yang membuat hati bahagia, akan membantu pikiran untuk menginstal kebahaguaan itu. Misal dengan membayangkan berada di kebun bunga, tempat yang indah dan tenang, atau apapun yang membuat pikiran menjadi rileks dan tenang.
Emosi pada dasarnya netral, ia akan terekspresikan dari sebuah keputusan dari hasil pikiran. Pikiran yang baik, akan membantu mengelola emosi sehingga akan terekspresikan dalam bentuk emosi yang positif. Demikian pula sebaliknya. Demikian materi yang disampaikan Coach Ferra Farial, CHt, CG pakar Hipnotheraphy dan Graphology, sekaligus Ketua Bidang Perempuan DPD Gelora Sleman, D.I Yogyakarta.