Muzakarah Perdana Edisi Ramadhan Tahun 1444 H. DP. MUI Kabupaten Asahan : Zakat Fitrah Dengan Qimah

- Writer

Minggu, 26 Maret 2023 - 17:10 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Foto : Muzakarah Perdana Edisi Ramadhan Tahun 1444 H , DP. MUI Kabupaten Asahan : Zakat Fitrah Dengan Qimah

Foto : Muzakarah Perdana Edisi Ramadhan Tahun 1444 H , DP. MUI Kabupaten Asahan : Zakat Fitrah Dengan Qimah

Muzakarah Perdana Edisi Ramadhan Tahun 1444 H , DP. MUI Kabupaten Asahan :Zakat Fitrah Dengan Qimah 

 

SUARA UTAMA, ASAHANPada Ahad  26/3/2022.- Nara sumber Ketua Umum Majelis Ulama Kabupaten Asahan Buya H. Salman Abdullah Tanjung, MA, didampingi oleh Moderator Unsur sekretaris MUI Asahan Buya H. Zainal Abidin, S.Ag, MM, dan turut dihadiri peserta Muzakaroh oleh pengurus harian DP. MUI Kabupaten Asahan dan perwakilan Badan Kemakmuran Masjid Kabupaten Asahan. dengan mengambil judul Zakat Fitrah dengan Qimah.

ADVERTISEMENT

IMG 20240411 WA00381 Muzakarah Perdana Edisi Ramadhan Tahun 1444 H. DP. MUI Kabupaten Asahan : Zakat Fitrah Dengan Qimah Suara Utama ID Mengabarkan Kebenaran | Website Resmi Suara Utama

SCROLL TO RESUME CONTENT

 

Paparan Narasumber Oleh karena masalah Fiqhiyah ini masih menimbulkan permasalahan ditengah-tengah masyarakat perlu dibahas dan dikupas, sejauh mana kedudukan hukum mengeluarkan Zakat Fitrah dengan harga atau uang. Berkaitan dengan hal tersebut ada beberapa masalah Fiqhiyah yang harus dipahami, diantaranya”Mengeluarkan zakat Fitrah sesuai teks (nash), Zakat Fitrah dengan menggunakan qiyas, Zakat Fitrah dengan setara harga (qimah), Zakat Fitrah di konversi dengan harga mata uang, Hukum berfatwa dengan “qaul al-Marjuh”, Ulama-ulama yang berpendapat boleh mengeluarkan Zakat Fitrah dengan Qimah , Apakah mengeluarkan zakat Fitrah dengan Qimah harus mengikuti ukuran madzhab Hanafi. disampaikan di Aula MUI Kabupaten Asahan, Sabtu  25/3/2022.

 

“Permasalahan membayar zakat Fitrah dengan mengkonversi kepada harga atau yang disebut dengan “qimah” merupakan bahagian dari “Masail Fiqhiyah”. Banyak dikalangan masyarakat yang beranggapan pembayaran Zakat Fitrah dengan mengkonversi kepada harga merupakan hal baru, ada yang beranggapan bahwa menggantinya dengan harga hanya pendapat Imam Abu Hanifah dan jika mengeluarkan Fitrah dengan harga harus mengadopsi ukuran yang di tetapkan madzhab Hanafi, ada yang beranggapan bahwa makna “qimah atau harga” hanya terbatas pada mata uang yang berlaku”. Ujar Zainal

 

Penjelasan Masalah Fiqhiyah Zakat dengan Qimah sebagai berikut “Pertama Zakat Fitrah sesuai teks (nash) hadis. Benda zakat yang dibayarkan di masa Nabi SAW sesuai dengan makanan pokok yang ada pada masanya. Berdasarkan nash hadis makanan pokok saat itu ada empat macam secara tekstual di jelaskan dalam hadis Nabi SAW yaitu:  Satu sha’ dari tamar, atau sya’ir, atau zabib dan atau aqith” Ucap Salman

 

Selanjutnya “Kedua: Zakat Fitrah dengan dasar qiyas Dalam kajian ilmu ushul Fiqh, qiyas merupakan salah satu sumber yang disepakati (ijma’) ulama Ahlussunnah, namun qiyas tidak dianggap sebagai dasar hukum oleh kalangan Mu’tazilah, Syi’ah dan Zahiriyah dalam menentukan sebuah hukum yaitu : Alquranul Karim, Sunnah Nabawiyah, ijma’ dan qiyas. Pengertian qiyas dalam ilmu Ushul ialah: إلحاق أمر غير منصوص على حكمه الشرعي بأمر منصوص على حكمه لاشتراكهما في علة الحكم Artinya “Menggabungkansatu perkara yang tidak ada nashnya kepada satu hukum yang telah disyari’atkan  yang telah ada nashnya, disatukan illat yang sama menuju satu hukum”. “Secara tekstual (nashshiy) makanan pokok yang dikenal dizaman Nabi SAW ada empat yakni: Tamar, Sya’ir, Zabib dan Aqith. Maka ketika keempat macam makanan pokok ini tidak dikenal disuatu negara, seperti di Indonesia keempat macam makanan itu tidak sebagai makanan pokok, tapi hanya masuk dalam kategori cemilan atau pelengkap. Yang menjadi makanan pokok di Indonesia adalah beras. Maka yang menjadi pembayaran zakat Fitrah adalah beras, menjadi landasan sama ialah karena sama-sama makanan pokok, disebut adanya kesamaan illat yaitu sama-sama makanan pokok. Seandainya kita berpegang kepada empat macam makanan pokok di Jazirah Arab maka tujuan (maqashid) syariah tidak tercapai yaitu: Mengkayakan dan menggembirakan fakir miskin, sebab kalau dikeluarkan dari tamar tidak menjadi bernilai dihadapan fakir miskin di Indonesia” Tutur Salman

 

Kemudian “Ketiga: Zakat Fitrah dengan harga (qimah) Membahas harga atau qimah banyak kalangan akademisi menganggapnya hanya alat tukar uang seperti emas, perak atau uang kertas yang berlaku disuatu negara. Ternyata anggapan itu adalah keliru, pada dasarnya dalam kajian fiqh setiap benda yang dapat ditukarkan sudah sah menjadi alat bayar atau alat jual beli.  Didalam kitab-kitab turats pembayaran zakat dengan qimah atau dihargakan dengan alat tukar lain sudah ada semenjak sahabat, sebagaimana dijelaskan telah terjadi demikian dizaman khalifah Umar, Utsman, Ali dan  Mu’awiyah Radhiyallahu ‘anhum”. Ungkap salman

 

Paparan Selanjutnya “Keempat: Zakat Fitrah di konversi dengan harga mata uang (naqd) ketika dibutuhkan. Mengeluarkan zakat dengan mata uang dalam hal ini ada dua arah pendapat ulama: 1) Pendapat yang melarang mengeluarkan zakat Fitrah dengan uang, merupakan pendapat mayoritas ulama fiqh dari kalangan Malikiyah, Syafi’iyah, Hambaliyah dan Zahiriyah. لا تجزِئ القيمة في الفطرة عندنا وبه قال مالك واحمد وابن المنذرArtinya “Tidak memadai menghargakan (qimah) dalam pembayaran zakat Fitrah menurut kami, dan pendapat ini juga yang diperpegangi Malik, Ahmad dan Ibnu al-Mundzir”. 2) Pendapat yang membolehkan zakat Fitrah dengan qimqh (uang) Boleh mengeluarkan zakat dengan mata uang itulah pendapat sebagian ulama seperti Umar Bin Abdul Aziz, Hasan Bashri, Abu Hanafah, Imam Altsauri, Abu Ishaq al-Subai’iy, Imam Qurthubiy, Alhafidz Ibnu Abi Syaibah beliau membuat satu bab dalam kitabnya:  Bab membayar zakat Fitrah dengan Dirham (باب اعطاء الدراهم في زكاة الفطر) dan Imam Bukhari . Imam Bukhari memuat satu bab dalam kitabnya: باب العرض في الزكاة  (Bab membayar zakat dengan harga barang). Berkata Ibnu Rusydi: Sepakat Imam Bukhari dalam masalah ini dengan Hanafiyah padahal ia sangat banyak berseberangan dengan mereka, namun Imam Bukhari mengarahkannya untuk berpendapat demikian karena dalil. 3)Boleh mengeluarkan zakat Fitrah dengan uang ketika dibutuhkan (hajat) dalam kondisi tertentu, yang berpendapat demikian adalah Imam Ibnu Taimiyah walaupun tetap mengatakan mengeluarkan zakat dengan makanan pokok sesuai teks lebih diutamakan, namun memadai mengeluarkan zakat fitrah dengan dihargakan kepada uang dalam kondisi dibutuhkan, namun jika kondisinya tidak dibutuhkan dalam kondisi tertentu maka tidak dibolehkan, adapun mengeluarkan zakat Fitrah dengan uang karena hajat tertentu atau karena maslahat atau karena kebijakan untuk keadilan maka tidak ada masalah. Demikian Juga pendapat ini dikuatkan Imam Syaukani sebagaimana dalam sebutannya: Yang benar mengeluarkan zakat Fitrah adalah wajib dengan ‘ain (makanan) dan tidak boleh mengkonversinya kepada uang kecuali ada ‘uzur (hajat)”. Papar Salman.

 

Penjelasan “Kelima: Hukum berfatwa dengan Qaul Almarjuh Dapat kita maknai pendapat atau qaul almarjuh dengan pendapat yang tidak populer dikalangan ulama fiqh, atau dapat kita sebut dengan pendapat lemah dari segi pendukung dalil dan karena banyaknya yang cenderung mengambil fatwa yang lebih populer (masyhur). Namun bukan berarti qaul almarjuh tanpa dalil atau dasar yang tidak kuat. Pendapat yang tidak populer ini bukan hasil istinbat dengan hawa nafsu, akantetapi memiliki standar dasar hukum yang kuat mulai dari dalil nash hadis saheh, pendapat sahabat, tabi’in, qiyas dan pendapat ulama madzhab, sementara cara istidlal dengan cara hawa nafsu tidak memiliki standar itu”. Oleh karena itu  pendapat atau qaul yang dianggap marjuh juga merupakan hasil ijtihad. Oleh sebab itu ulama muta’akhir seperti Allamah Wahbah al-Zuhailiy Rahimahullah Ta’ala telah menetapkan standar (dhawabith alsyari’yah) tentang bolehnya mengambil al-Rukhshah atau kemudahan dalam hukum, merujuk kepada hasil Majlis Majma’ alfiqh al-Islami yang terselenggara di Kota Bandar Sri Begawan Berunai Darussalam 1-7 Muharram 1414H/21-27  Juni 1993M sbb; 1) Yang dimaksud dengan Rukhas al-Syar’iyah ialah: Penetapan suatu hukum karena adanya alasan untuk memudahkan para mukallafin dengan disertai adanya alasan. Tidak ada perbedaan pendapat ulama tentang bolehnya mengambil pendapat yang lebih mudah apabila ditemukan alasan untuk mengambilnya, dengan syarat terbukti adanya alasan yang tepat dan membuat batasan-batasan yang tepat pada kasusnya, disamping itu harus memperhatikan standar istidlal agar tidak lari dari standarisasi yang telah ditetapkan dalam syari’at. 2). Dan yang dimaksud dengan mengambil pendapat yang lebih mudah yaitu: Masalah yang muncul dari hasil ijtihad dalam satu madzhab yang membolehkan satu sisi namun seolah bertentangan dengan hasil ijtihad lain yang melarangnya. 3). Mengambil pendapat yang lebih mudah dalam masalah-masalah umum, dapat diperlakukan seperti hukum fiqh asal, apabila kedudukannya terbukti untuk mashlahat sesuai standar syara’, dan hasil ijtihad itu bersumber dari ijtihad kolektif yang sudah memiliki kemampuan ijtihad dan mereka diketahui memiliki sifat taqwa dan amanah ilmiah. 4). Tidak boleh mengambil pendapat yang lebih mudah hanya karena mengikuti hawa nafsu, karena tindakan itu dapat mendekradasi rasa tanggungjawab terhadap hukum. 5). Boleh mengambil pendapat yang lebih mudah dengan mengikuti ketentuan berikut: a). Pendapat yang diambil harus pendapat yang mu’tabarah dalam satu madzhab bukan pendapat yang nyeleneh (syadz), b). Harus merupakan satu kebutuhan (hajat) untuk mencegah kesulitan bagi kalangan umum atau bersifat pribadi. c). Kedudukan orang yang mengambil ruhkas al-Syari’yah harus orang-orang yang memiliki kemampuan dan keilmuan yang cukup dan memadai untuk menetapkan, juga dapat diperpegangi sebagai ahlinya, d). Tidak jatuh kepada talfiq yang terlarang. e). Tidak membatalkan satu hukum yang telah ditetapkan. f). Tidak membatalkan atau menyalahi satu hukum yang sifatnya sudah mufakat atau ijma’ ulama. ” Ungkap salman.

BACA JUGA :  Pengenalan Lambang Bilangan Dengan Media Jepi  (Jam Edukasi Pintar) di TK BINTANG KECIL DONOWATI SURABAYA  - Semester 1 Tahun Ajaran 2021/2022

 

Berikutnya pernyataan Keenam: Pendapat para ulama zakat Fitrah dengan qimah Tidak sedikit orang yang beranggapan bahwa mengeluarkan zakat Fitrah dengan “qimah” selalu di kaitkan dengan pendapat Imam Abu Hanifah dan pengikutnya, pada kenyataannya pendapat mengeluarkan zakat dengan qimah sudah ada mulai dari beberapa kalangan seperti Kalangan sahabat berpendapat boleh mengeluarkan zakat Fitrah dengan “qimah” adalah pendapat: Umar Bin Khatthab, Abdullah Bin Umar, Abdullah Bin Mas’ud, Abdullah Bin Abbas, Mu’adz Bin Jabal, Dari kalangan Tabi’in: Umar Bin Abdul Aziz, Hasan Bashri, Thaus Bin Kisan dan Sufyan Al-Thauri, Dari kalangan ulama-ulama Madzhab: Abu Amar al-Auza’i, Abu Hanifah dan pengikutnya, Imam Bukhari, Syamsuddin Al-Ramli dari Syafi’iyah, Ibnu Habib al-Ashbagh, Ibnu Hazim, Ibnu Wahb dari kalangan Malikiyah. Ucap Salman.

 

Terakhir   Ketujuh: Apakah mengeluarkan zakat Fitrah dengan Qimah harus mengikuti ukuran madzhab Hanafi? Pertanyaan ini sering di pertanyakan, sehingga terkadang bila seseorang ingin mengeluarkan zakat Fitrahnya dengan qimah (mata uang) harus terlebih dahulu pindah madzhab, atau taqlid kepada madzhab Abuhanifah. Jika harus pindah ke madzhab Abuhanifah Rahimahullah,  sebenarnya tidak perlu lagi ada fatwa dan pembahasan tentang bolehnya atau memadainya membayar zakat dengan qimah atau konversi kemata uang. Yang masyhur dalam madzhab Hanafiyah bahwa ukuran satu sho’ 3,8 Kg berupa gandum (hinthah)”. Namun demikian kita menemukan nash dengan menghargakan (qimah)  ukuran satu sho’  makanan pokok dimasa Nabi SAW berupa tamar, sya’ir, zabib dan aqith sesuai nash hanya dihargai dengan dua mud gandum (qomh), berarti yang menjadi patokan adalah qimah (harga) bukan sukatan. Imam Ibnu Hajar mencantumkan keterangannya dalam Kitab Fathul Bari jilid III hal; 423 satu riwayat berupa atsar, yang berkaitan dengan perlakuan sahabat Mu’awiyah Rodhiyallahu ‘anhu, bahwa di masanya Beliau menghargai satu sho’ hinthah,  tamar, sya’ir, atau aqith dengan dua mud qomh (gandum) dikarenakan pada masa itu qomh lebih mahal dari yang lainnya. Yang mana kita ketahui 1 mud itu sama dengan 600 grm, sementara satu sho’ itu sama dengan 2,4 Kg (2400 gram)”. Ungkap Salman

عن نافع أن عبد الله بن عمر رضي الله عنهما قال:” أمر النبي صلى الله عليه وسلم بزكاة الفطر صاعا من تمر اوصاعا من شعير” قال عبدالله رضي الله عنه: فجعل الناس عدله مدين من حنطة.

Artinya Dari Nafi’: BahwasanyaAbdullah BinUmar Radhiyallahu ‘anhuma berkata: “ Nabi SAW telahmemerintahkan untuk mengeluarkan zakat Fitrah satu sho’ tamar atau satu sho’ sya’ir”. Berkata Abdullah Radhiyallahu’anhu: Kemudian ada orang yang menjadikan dua mud hinthah setara satu sho’ (tamar atau sya’ir).

أخرج ابن خزيمة والحاكم في صحيحيهما …. عن عياض بن عبدالله قال: قال ابو سعيد وذكروا عنده صدقة رمضان فقال: لا أخرج الا ماكنت أخرج في عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم: صاع تمر او صاع حنطة او صاع شعير او صاع أقط، فقال له رجل من القوم: أو مدين من قمح؟ فقال: لا، ذلك قيمة معاوية مطوية لا أقبلها ولا أعمل بها”.

Artinya Ibnu Khuzaimah telah mentakhrij dan al-Hakim dalam kedua kitab shahehnya…. dari ‘Iadh Bin Abdullah ia berkata: Berkata Abu Sa’id dan mereka menyebut zakat Fitrah (Ramadhan) dihadapannya, lalu ia berkata: Aku tidak akan mengeluarkan zakat kecuali seperti apa yang telah dikeluarkan dimasa Rasulullah SAW: Satu sho’ tamar atau hinthah atau sya’ir atau aqith, kemudian ada yang menyahut dari kaum tersebut: Atau dua mud dari qomh?, lalu (Abu Sa’id) menjawab: Tidak! Itu adalah harga (qimah) yang dibuat Mu’awiyah yang terkubur, aku tidak menerimanya dan aku tidak mengamalkan sperti itu.

ولم يكن البر بالمدينة ذلك الوقت الا الشيء اليسير منه، فلما كثر في زمن الصحابة رأوا أن نصف صاع منه يقوم مقام صاع من شعير….. ثم أسند عن عثمان وعلي وأبي هريرة وجابر وابن عباس وابن الزبير وأمه أسماء بنت أبي بكر بأسانيد صحيحة أنهم رأوا أن في زكاة الفطر نصف صاع من قمح.

وهذا مصير منه ماذهب اليه الحنفية.

Artinya Sebelumnya al-Burr (gandum) tidak ada di Madinah ketika itu kecuali hanya sedikit sekali, setelah mulai banyak di masa sahabat, mereka melihat (berpendapat) setengah sho’ gandum (burr) seharga dengan satu sho’ sya’ir….. kemudian ia menyambungkan sanadnya dari Utsman, Ali, Abi Hurairah, Jabir, Ibnu Abbas, Ibnu Zubair, Ibu Ibnu Zubair Asma’ Binti Abu Bakar dengan sanad saheh, mereka berpendapat bahwa zakat Fitrah setengah sho’ qomh (gandum).

 

Kesimpulan “1) Kita sepakat bahwa mengeluarkan zakat satu sho’ dengan ‘ain atau dari makanan pokok yang berlaku di satu negeri adalah lebih afdhal bagi orang yang tinggal di negara-negara Arab, karena lebih tekstual dengan nash hadits dan merupakan pendapat mayoritas ulama, yang tercantum dalam hadis meruakan makanan pokok disana”. 2) Kemudian makanan pokok yang berlaku dinegara tertentu yang tidak disebutkan dalam nash hadis seperti beras merupakan hasil qiyas karena sama-sama makanan pokok, yang mana ukuran timbangannya disamakan dengan makanan pokok yang ada di Arab yaitu sama-sama satu sho’. 3) Ketiga dengan dihargakan (qimah) antara makanan pokok yang ada dalam nash hadis dengan mensetarakan harganya seperti satu sho’ sya’ir hanya menyamai 2 mud Qomah (gandum). 4). Konversi makanan satu sho’ dengan uang seperti satu sho’ beras senilai Rp. 35.000,- 5) Tidak harus berpindah madzhab kepada Hanafiyah jika mengeluarkan zakat Fitrah, hanya yang perlu adalah nilai konversi dari ukuran satu sho’ yang sudah ada beberapa ukuran dan dari ukuran itu akan menentukan nilai rupiahnya. Jika mau mengambil ukuran Hanafiyah 3,7 Kg atau dari 2,7 Kg silahkan, kedua-duanya dalam posisi sah dan memadai (ijza’). 6) Dibolehkan mengambil pendapat qaul al-Marjuh bila dalam kondisi dibutuhkan (hajat) dan mashlahat bagi fakir miskin. 7). Bila kita simpulkan klasifikasi derajatnya yang (a): qaul arjah, (b). Al-Rajih, (c) dan (d): Marjuh” Ungkap Salman.

Berita Terkait

Pejabat Bupati Subang Buka Workshop Keprotokolan, Protokol Merupakan Pengantar Wajah Pemerintah Kabupaten Subang
Sosialisasi Pendidikan Tinggi di Takalar & Jeneponto: Siswa Diberi Info Seleksi Kampus
Peresmian dan Tasyakuran Paguyuban Seni Karawitan Madya Laras yang Mendapat Hibah Gamelan dari Dinas Kebudayaan Propinsi DIY
Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Lumajang Audiensi dengan DPD LSM LIRA Lumajang Bahas Program Pupuk Subsidi
Pemuda Pagelaran Soroti Kerusakan Lingkungan Akibat Alih Fungsi Zona Hijau PLTU 2 Labuan
Kadis Pendidikan Sungai Penuh Angkat Bicara. 3 Guru yang Di rumahkan
Mahasiswa FEB UNIKU Kunjungi Perusahaan Multinasional dalam Rangka Praktik Lapangan
Perayaan HUT ke-170 Pekabaran Injil di Tanah Papua Jadi Peristiwa Sejarah Keselamatan, Perkuat Persatuan
Berita ini 42 kali dibaca
Tag :

Berita Terkait

Jumat, 7 Februari 2025 - 21:45 WIB

Pejabat Bupati Subang Buka Workshop Keprotokolan, Protokol Merupakan Pengantar Wajah Pemerintah Kabupaten Subang

Jumat, 7 Februari 2025 - 13:52 WIB

Sosialisasi Pendidikan Tinggi di Takalar & Jeneponto: Siswa Diberi Info Seleksi Kampus

Jumat, 7 Februari 2025 - 12:35 WIB

Peresmian dan Tasyakuran Paguyuban Seni Karawitan Madya Laras yang Mendapat Hibah Gamelan dari Dinas Kebudayaan Propinsi DIY

Kamis, 6 Februari 2025 - 23:05 WIB

Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Lumajang Audiensi dengan DPD LSM LIRA Lumajang Bahas Program Pupuk Subsidi

Kamis, 6 Februari 2025 - 21:31 WIB

Pemuda Pagelaran Soroti Kerusakan Lingkungan Akibat Alih Fungsi Zona Hijau PLTU 2 Labuan

Kamis, 6 Februari 2025 - 19:41 WIB

Mahasiswa FEB UNIKU Kunjungi Perusahaan Multinasional dalam Rangka Praktik Lapangan

Kamis, 6 Februari 2025 - 18:55 WIB

Perayaan HUT ke-170 Pekabaran Injil di Tanah Papua Jadi Peristiwa Sejarah Keselamatan, Perkuat Persatuan

Kamis, 6 Februari 2025 - 12:23 WIB

Mengungkap Makna Kicauan Burung pada Malam Hari, Apakah Pertanda Bahaya?

Berita Terbaru