Penulis Oleh : Cindy Kurnia, Hapita Zahra, Riski Wulandari, Suhardi
Pendidikan Agama Islam,FITK IAIDU Asahan Kisaran
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
SUARA UTAMA, Menurut Jalaluddin, Metode ini digunakan dalam upaya menggali, menafsirkan, dan menta’wilkan argumen yang bersumber dari pokok ajaran Islam yang terkandung dalam AlQur’an dan Hadits. Dan kajian itu, kemudian disusun suatu konsep dasar pendidikan Islam secara filosofis. Dengan landasan keyakinan bahwa ajaran yang bersifat wahyu merupakan petunjuk yang harus diikuti dan diimani. Dalam konteks ini, metode filsafat pendidikan Islam berangkat dari kepercayaan (keyakinan) untuk memperoleh kebenaran yang lebih tinggi.
Permasalahan yang perlu dipecahkan dalam masalah pendidikan Islam perlu didekati melalui berbagai pendekatan sesuai dengan permasalahannya. Di antara pendekatan yang digunakan adalah sebagai berikut. Pendekatan Wahyu. Pendekatan Spekulatif. Pendekatan Ilmiah. Pendekatan Konsep. (Ramayulis, 2015;11).
Metode dapat bersifat kuantitatif atau kualitatif, walaupun lebih banyak digunakan dalam metode kuantitatif. Intinya, kuesioner adalah bentuk kuantitatif suatu survei, yang dimaksudkan untuk diisi oleh responden Bentuk survei kualitatif-wawancara dibahas di bawah ini, dimaksudkan untuk diisi oleh pewawancara berdasarkan jawaban responden Atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada mereka. (Minarchek, 2013;17).
Sebagaimana Dijelaskan Mengenai metode dan pendekatan harus dikuasai dengan benar dan baik sebagai peneliti dalam studi Islam. Studi berasal dari bahasa Inggris, study artinya mempelajari atau mengkaji, yang berarti pengkajian terhadap Islam secara ilmiah, baik Islam sebagai sumber ajaran, pemahaman, maupun pengamalan. Aslama juga mengandung arti kepatuhan, ketundukan, dan berserah.
Orang yang tunduk, patuh dan berserah diri kepada ajaran Islam disebut muslim, dan akan selamat dunia akhirat. Secara istilah, Islam adalah nama sebuah agama samawi yang disampaikan melalui para Rasul Allah, khususnya Rasulullah Muhammad SAW, untuk menjadi pedoman hidup manusia.(Suparlan, 2019; 84–88).
Selanjutnya Mujamil Qamar mengemukakan bahwa epistemologi pendidikan Islam menggunakan lima metode pendekatan yakni metode rasional, metode intuitif, metode dialogis, metode komparatif dan metode kritik. (Muhammad Ridwan Efendi, 2022;9-10).
BACA : Reward Dan Funishment Dalam Persfektif Filsafat Pendidikan Islam
Pendekatan dalam studi Filsafat Pendidikan Islam
Pendekatan dalam studi Filsafat Pendidikan Islam dimaksudkan adalah penggunaan pendekatan tertentu dalam kajian Filsafat Pendidikan Islam, sehingga eksis dalam melahirkan teori pendidikan Islam. Beberapa pendekatan dalam kajian Filsafat Pendidikan Islam, antara lain: pendekatan normatif, pendekatan historis, pendekatan bahasa, pendekatan kontekstual, pendekatan filsafat tradisional, pendekatan filsafat kritis, pendekatan hermeneutika dan pendekatan perbandingan. Adapun Beberapa Bagian Metode Dalam Studi Filsafat Pendidikan Islam Yaitu: Pendekatan Normatif, Pendekatan Historis, Pendekatan Bahasa, Pendekatan Filsafat Tradisional, pendekatan Filsafat Kritis, Pendekatan Hermeneutik , Pendekatan Perbandingan. (Budiman, 2021;16).
Menurut Charles pendekatan historis sangat penting dalam penelitian atau pengkajian Islam, sebab dengan pendekatan ini para peneliti dapat mengetahui perubahan dan perkembangan sebuah peristiwa , hukum, atau bahkan sejarah yang terjadi pada masa lampau secara terperinci dan akurat.
Maka Secara Garis Besar Pendekatan Filsafat pendidikan Islam Mencakup Pemikiran Mengenai: Pendekatan Sinoptik, Pendekatan Normatif, Pendekatan Kritis Radikal, Pendekatan Filssafi Terhadap Hidup – Manusia dan Tubuh Jiwa, Pendekatan Filsafi Terhadap Hidup, Pendekatan Filsafi Terhadap Hidup, Pendekatan Filsafi Terhadap Hakikat Manusia, Pendekatan Filsafi Terhadap Masalah Tubuh dan Jiwa Manusia, Pendekatan Religi Terhadap Kehidupan Manusia. (Mujamil Qomar, 2005; 239).
BACA : Kurikulum Dalam Persfektif Falsafah Pendidikan Islam
Metode Wahyu Filsafat Pendidikan Islam
Dari Penelusuran Terhadap Metode Epistemologi Pendidikan Islam, Di temuukan Lima Macam Bentuk Metode Kemungkkinan Adanya Metode Memproses Pengetahuan Tentang Pendidikan Islam Aatau Yang Ditawarkan Disini, Yaitu Metode Rasional. Metode Intuitif, Metode Dialogis, Metode Komparatif, Metode Kritik. Adapun Metode – Metode Tersebut Bersandarkan Pada Wahyu Maupun Budaya Para Pemikir Islam. Wahyu Berfungsi Untuk Memberikan Dorongan, Arahan, Bimbingan, Pengendalian Dan Kontrol Terhadap Pelaksanaan Metode Tersebut. (Adam Rizkala, 2019;227).
Menurut Abduh dalam Risalah At Tuhid Mengatakan, Wahyu Adalah Pengetahuan Yang Didapati Seseorang Dalam Dirinya Dengan Suatu Keyakinan Bahwa Pengetahuan Itu Datang Dari Allah, Baik Dengan Melalui Perantaraan Ataupun Tidak Menurut Nasr Hamid Abu Zaid Konsep wahyu dapat dianggap sebagai konsep sentral bagi teks itu sendiri.
Teks menggunakan nama tersebut (wahyu) untuk menunjuk dirinya sendiri di banyak tempat. Meskipun ada beberapa nama lain bagi teks, seperti al-Qur’an, az-Zikr, dan al-Kitab, tetapi nama “wahyu” dapat mencakup semua nama tersebut sebagai konsep yang bermakna dalam kebudayaan, baik sebelum atau sesudah terbentuknya teks. ( Khoridatul Mudhiah; 17 )
Pengertian Wahyu, Kata “wahyu” merupakan bentuk mashdar/ infinitive dari kata “waha – yuha- wahyu” atau isim mashdar dari fi’il waha yang secara bahasa berarti sesuatu yang tersembunyi dan cepat. Maksudnya pemberitahuan kepada seseorang tentang sesuatu secara tersembunyi dan cepat serta bersifat khusus bagi dia sendiri dan tersembunyi bagi yang lainnya. Di dalam al-Qur’an terdapat beberapa ayat yang menggunakan kata “wahyu” atau kata-kata yang seakar dengannya, yaitu kira-kira 70 kali.
Sedangkan menurut istilah syara’, para ulama telah merumuskan berbagai definisi wahyu. Di antaranya az-Zarkasyi dalam bukunya “Manahilu al‘Irfan” mengungkapkan pengertian wahyu sebagai berikut : “Wahyu adalah pengetahuan yang diperoleh Nabi dalam hatinya, disertai dengan keyakinan bahwa pengetahuan tersebut datang dari Allah Swt., atau wahyu itu adalah Kalamullah yang biasa diturunkan kepada Nabi-nabi Nya”. Subhi Shaleh pula memberikan pengertian wahyu yaitu : ”Kalam Allah Ta’ala yang diturunkan kepada salah seorang dari pada Nabi Nya”.
Muhammad Abduh pula mendefinisikan wahyu sebagai berikut : “Wahyu ialah pengetahuan yang didapat oleh seseorang di dalam dirinya, yang ia yakini bahwa demikian itu datang dari sisi Allah, baik pakai perantara maupun tidak., yang pertama melalui suara yang dapat didengar oleh yang bersangkutan atau tanpa suara sama sekali. Dari definisi definisi yang dikemukakan di atas, dapat dipahami bahwa wahyu ialah petunjuk atau pemberitahuan yang diterima secara cepat dan samar oleh seorang Nabi atau Rasul dengan menyakini bahwa apa yang diterimanya itu benar-benar datang dari Allah Swt.
Maksud wahyu itu diterima secara cepat ialah karena yang menerima wahyu itu tidak melalui proses belajar ataupun penyelidikan lebih dahulu. Begitu pula wahyu itu diterima secara samar, maksudnya wahyu itu datang secara rahasia atau tersembunyi, sehingga tidak dapat disaksikan dengan jelas oleh orang lain. Dengan demikian, maka pemberitahuan yang bersifat ghaib, rahasia dan sangat cepat yang diterima semua Nabi dan Rasul dimanakan wahyu. Firman Allah Swt. : “Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu (hai Muhammad) sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan Nabi-nabi yang kemudiannya.” Macam-macam wahyu telah diterangkan, apabila Allah ingin memberikan petunjuk atau pengetahuan kepada makhluk-makhluk Nya pada umumnya, maka hal demikian dapat terjadi melalui ilham. Sedangkan untuk para Nabi dan Rasul Nya khususnya adalah melalui wahyu.
Untuk Penjelasan Tersebut Ada Tiga Cara Komunikasi Allah Dengan Para Nabi dan Rasul nya, Yaitu; Pertama, Secara bisikan (wahyu secara langsung), di mana Allah langsung menanamkan pengertian ke dalam hati seseorang Nabi yang dimaksudkan Nya berupa petujuk, perintah, atau larangan dan sebagainya tanpa memakai perantara apapun. Demikian juga Nabi Muhammad Saw., beliau pernah mengalami wahyu yang semacam ini, yaitu sebelum turunnya al-Qur’an atau sebelum beliau menerima wahyu al-Qur’an buat pertama kalinya di gua Hira’, atau wahyu-wahyu yang beliau terima sebelum turunnya al-Qur’an. Dengan demikian, jelaslah bahwa penyampaian wahyu yang mula-mula diterima oleh Nabi Saw. Adalah secara bisikan atau mimpi, tidak melalui perantaraan Malaikat Jibril a.s. Akan tetapi mimpi yang benar itu tidak hanya dialami oleh para Rasul saja, tetapi mimpi demikian itu dialami juga oleh orang-orang mukmin meskipun mimpi itu bukan dikatakan wahyu. Hal ini sebagaimana dikatakan Rasulullah Saw. “Wahyu telah putus, tetapi berita-berita gembira tetap ada, yaitu mimpi orang mukmin”. Sedangkan mimpi yang benar yang dialami para Nabi dan Rasul diwaktu tidurnya itu merupakan salah satu cara Allah menurunkan wahyu kepadanya. Kedua, Wahyu yang diterima Nabi dari balik tabir (dialog dari belakang hijab), di mana Nabi mula-mula melihat sesuatu yang luar biasa, atau mendengar suara-suara yang aneh, lalu ia memusatkan seluruh jiwa dan perhatiannya ke arah itu, kemudian ia dapat mendengar suara wahyu dari Allah tanpa melihat dan mengetahui sumber datanganya suara itu. Sesuatu yang dilihatnya sebelum ia mendengar suara wahyu tersebut itulah yang dimaksudkan dengan “tabir” atau “hijab”, yaitu tabir pemisah antara alam zhahir dengan alam ghaib. Wahyu yang semacam inilah yang disebut wahyu dari balik tabir. Ketiga, Wahyu dengan perantaraan Malaikat Jibril (ruh al-Amin), di mana Allah memerintahkan kepada Malaikat Jibril untuk menyampaikan wahyu kepada Nabi. Wahyu dengan perantaraan Malaikat Jibril inilah yang di alami oleh Nabi Muhammad Saw. Dalam menerima wahyu Al-Quran al-Karim, bukan dengan wahyu secara langsung (mimpi yang benar), atau wahyu dari balik tabir, walaupun Nabi mengalami juga penerimaan wahyu dengan cara-cara tersebut, tetapi bukan wahyu serupa ini yang termasuk ke dalam penurunan Al-Quran.
Perbedaan Wahyu dan Ilham Dalam kehidupan sehari-hari, terkadang orang menyamakan pengertian ilham dengan wahyu, padahal antara wahyu dengan ilham tidak sama. Wahyu ialah pemberitahuan yang bersifat ghaib, rahasia dan sangat cepat yang khusus diberikan Allah kepada Nabi dan Rasul-Nya.
Sedangkan ilham ialah pemberitahuan sesuatu pada jiwa seseorang yang mendorongnya untuk mengerjakan sesuatu itu,bahkan juga oleh hewan dan tumbuh-tumbuhan sekalipun. Misalnya, dalam keadaan tertentu terkadang kita mendapat petunjuk tentang sesuatu dan ternyata adalah benar; anak sapi yang baru saja lahir, sesaat kemudian dapat menemukan makanan pada susu ibunya, tanpa ada seorang pun yang memberitahukan kepadanya. Demikian juga tumbuh-tumbuhan, seperti bunga yang ditanam di dalam pot, dan diletakkan di dalam rumah dekat jendela misalnya. Lama kelamaan pucuknya akan mengarak ke pintu untuk mendapatkan cahaya yang diperlukannya. Semua disebutkan ini, dapat dipandang sebagai ilham dari Allah kepada semua makhluk Nya.
Muhammad Abduh dalam bukunya “Risalah al-Tauhid” mengemukakan bahwa ilham ialah perasaan halus yang dirasakan oleh seseorang dalam hatinya, yang mendorong jiwanya untuk melaksanakan apa yang dikehendaki oleh ilham itu, sedang ia sendiri tidak mengetahui dari mana datangnya.
Meskipun secara sepintas antara ilham dengan wahyu terdapat kemiripan, yaitu merupakan pengetahuan yang secara cepat dan rahasia terdapat dalam jiwa tanpa dipelajari atau peneyelidikan terlebih dahulu, namun sebenarnya di antara keduanya terdapat perbedaan, seperti berikut; Wahyu berisi petunjuk atau pengetahuan, sedangkan ilham meskipun dapat diketahui berisi pengetahuan, tetapi lebih mirip pada perasaan halus atau insting. Wahyu hanya disampaikan khusus kepada Nabi atau Rasul Nya, sedangkan ilham disampaikan kepada manusia secara umum dan juga kepada makhluk lain seperti binatang. Orang yang menerima wahyu merasa yakin bahwa orang yang menyampaikan nya adalah Allah Yang Maha Kuasa, sedangkan orang yang menerima ilham tidak mengetahui dari mana datangnya dan siapa yang menyampaikan nya.Disyaratkan bahwa wahyu untuk disampaikan kepada umat, sedangkan ilham tidak disyaratkan demikian, tetapi orang menerimanya itu merasa terdorong untuk mengerjakannya.(Muhammad Yasir, Ade Jamaruddin, 2016; 34-49).
BACA : Cosmos Perspektif Falsafah Pendidikan Islam
Metode Spekulatif & Kontemplatif Filsafat Pendidikan Islam
Spekulatif (perenungan atau merenung) Merenung secara spekulatif hampir sama dengan merenung secara kontemplatif. Keduanya adalah upaya pemikiran filosofis yang merenungkan sesuatu secara mendalam untuk mencapai suatu pengertian yang hakiki. Objek perenungannya pun dapat tak terbatas, juga dalam sejarah, aspek apa pun dari sejarah dapat menjadi objek perenungan tanpa mengenal jarak, waktu dan tempat. Namun berbeda dengan perenungan kontemplatif, perenungan spekulatif lebih bersifat kritis analitis dan reflektif yang berusaha untuk menganalisis, membandingkan dan menghubungkan berbagai masalah, menyimpulkan, dan kemudian menilainya berulang-ulang hingga dapat diperolehnya pengertian yang mendalam dan mantap. Yang kadang-kadang sangat jauh, dengan demikian, tidak akan pernah menjadi hambatan bagi pemikiran perenungan (kontemplatif). Perenungan ini dapat dilakukan di mana pun dan kapan pun. Untuk mendukung proses perenungan agar tercapai konsentrasi pemikiran diperlukan suasana yang hening, tenan dan kesendirianKontemplatif (perenungan). Sejarah yang objeknya telah dibatasi oleh jarak waktu.
Menurut Ali Seepullah Metode Spekulatif Dan Kontemplatif Yang Merupakan Metode Utama Dalam Setiap Cabang Filsafat. Dalam Sistem Filsafat Islam Disebut Tafakkur. (Tirya Yogi Aulia, 2015; 65). Menurut Nourouzzaman Shiddiqi Metode Spekulatif Dan Kontemplatif Keduanya Adalah Metode Utama Dan Kunci Yang Sering Digunakan. Namun Demikian Oleh Karena Filsafat Mengalami Pengembangan Sedemikian rupa, Terutama Berkat Bersentuhannya Dengan Pengetahuan Ilmiah, Maka Tak Jarang Filsafat Mengadopsi Metode-Metode Dari Pengetahuan Ilmiah Ini. (Ahmad Suthon, 2020; 112).
Metode pendidikan merupakan cara yang digunakan untuk menjelaskan materi pendidikan kepada peserta didik. Tujuan dan fungsi penggunaan metode pendidikan yakni sebagai berikut: Menjadikan proses dan hasil belajar mengajar, ajaran Islam akan lebih berdaya guna. Menjadikan proses pendidikan berhasil dan menimbulkan kesadaran peserta didik untuk mengamalkan ketentuan ajaran Islam melalui teknik motivasi.(Sumargono, 2022; 16).
Mendorong usaha kerja sama dalam kegiatan pendidikan antar pendidik dan peserta didik. Memberikan interpretasi kepada peserta didik. Dalam penjelasan lain secara umum fungsi metode dikemukakan sebagai pemberi jalan atau cara yang sebaik mungkin bagi pelaksanaan operasional dari ilmu pendidikan tersebut. Sebagai sarana untuk menemukan, menguji, dan menyusun data yang diperlukan bagi pengembangan disiplin suatu ilmu, mengantarkan pada suatu tujuan kepada obyek sasaran tersebut, agar pengajaran dapat disampaikan dalam suasana menyenangkan, menggembirakan, penuh dorongan, dan motivasi, sehingga pelajaran mudah diterima. Dalam menyampaikan materi kepada peserta didik perlu ditetapkan metode yang didasarkan pada pandangan dan persepsi bahwa pada diri manusia melekat unsur-unsur penciptaannya, yaitu jasmani, akal, dan jiwa yang dapat diarahkan menjadi orang yang sempurna. (M. Fairuzabady Al Baha’I, 2017; 161–163).
Pendekatan Normatif Filsafat pendidikan Islam
Kata Normatif Berasal Dari Bahasa Inggris Norm Yang Berarti Norma, Ajaran, Acuan, Ketentuan Tentang Masalah yang Baik Dan Buruk, Yang Boleh Dilakukan Dan Tidak Boleh Dilakukan. Dalam Hubungan Ini Kata Norma Erat Hubungannya Dengan Akhlak, Yaitu Perbuatan Yang Muncul Dengan Mudah Dari Kesedaran Jiwa Yang Bersih Dan Dilakukan Atas Kemauan Sendiri. Bukan Pura-pura Dan Bukan Pula Dipaksaan.
Selanjutnya Karena Akhlak Merupakan Inti Agama, Bahkan Inti Ajaran Al-Quran, Maka Norma Sering Diartikan Pula Agama, Karena Agama Tersebut Berasal Dari Allah Dan Sesuatu Yang Berasal Dari Allah Pasti Benar Adanya. Tidak Boleh Dilanggar, Dan Wajib Dilaksanakan.
Pendekatan normatif adalah pendekatan yang memandang agama dari segi ajarannya yang pokok dan asli dari Tuhan. yang didalamnya belum terdapat pemikiran manusia. Dalam pendekatan normatif ini agama dilihat sebagai suatu kebenaran yang mutlak dari Tuhan yang di dalamnya belum terdapat penalaran pemikiran manusia. Dalam kaitan ini agama tampil sangat prima dengan seperangkat cirinya yang khas. Untuk agama Islam misalnya, secara normatif pasti benar, menjunjung nilai-nilai luhur. Untuk bidang sosial, agama tampil menawarkan nilai-nilai kemanusiaan, kebersamaan, kesetiakawanan, tolong- menolong, tenggang rasa, persamaan derajat dan sebagainya.”
Dengan demikian, dari perspektif filsafat ilmu, sifat keilmuan ilmu hukum normatif memiliki ciri distingtif tersendiri dibanding dengan ilmu-ilmu sosial pada umumnya. Ilmu hukum normatif mempunyai subyek, proses, metode, obyek, produk dan teori yang berangkat dari karakteristiknya yang khas sebagai ilmu normologis. Dengan kata lain, dari perspektif ontologis, epistemologis dan aksiologis ilmu hukum normatif sudah berdiri sendiri sebagai satu disiplin keilmuan. ( Rozali,2020; 83-84 )
Menurut Abuddin Nata, studi Islam dengan pendekatan normatif adalah suatu pendekatan yang memandang agama dari segi ajarannya yang pokok dan asli dari Tuhan yang didalamnya belum terdapat penalaran pemikiran manusia’. Bila kita berbicara tentang ajaran agama, tentunya tidak akan dapat dipisahkan dengan masalah teologi atau ilmu ketuhanan, sebab suatu ajaran agama hanya dapat diyakini dan diimplementasikan dengan penuh ketulusan/kepasrahan, jika seseorang telah benar-benar percaya terhadap Tuhan yang mewahyukan ajaran itu sendiri. Ajaran suatu agama tampil prima dengan segala kebenaran dan nilai-nilai luhurnya yang mutlak pada dirinya.
Oleh sebab itu, agama mempunyai sifat mengikat pada para pemeluknya, maka ajaran-ajaran moral agama lebih besar dan dalam pengaruhnya dari ajaran- ajaran moral yang dihasilkan falsafah dan pemikiran manusia. Ajaran-ajaran yang berasal dari Tuhan Pencipta Alam Semesta mempunyai sifat kekudusan dan absolut yang tidak dapat ditolak oleh manusia. Perintah manusia masih bisa dilawan, tetapi perintah Tuhan tak dapat ditentang Paham inilah yang membuat norma-norma akhlak yang diajarkan agama mempunyai pengaruh besar dalam membina manusia yang berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur. (Aswan, 2015; 2-3).
Pendekatan Analisa Konsep Filsafat Pendidikan Islam
Pendekatan analisa konsep atau disebut juga analisa bahas yang menjadi bahan analisa adalah nash-nash Al-Qur’a maupun Hadits Nabi. Menurut Dogobert D. Runes Pendekatan Analisa Konsep Adalah Suatu Analisis Mengenai Istilah – Istilah Yang Memuat Gagasan, Ide Dan Konsep. Atau Dapat Juga Dikatakan Bahwa Konsep Adalah Tangkapan Atau Pengertian Seseorang Terhadap Suatu Objek. (Muh. Arif, Rifky Lauma, dkk., 2022; 193).
Analisa Konsep Dan Bahasa Adalah Saling Interdipendensi Karena Analisis Bahasa Adalah Berusaha Untuk Menginterprestasikan Terhadap Arti Dan Makna Suatu Konsep Atau Ide Ynag Dimiliki. Menurut Imam Barnadib Linguistik Yang Digunakan Dalam Pengkajian Islam Biasanya Menekankan Pada Dua Katergori, Yaitu Analisis Bahasa Dan Analisis Konsep. Adapun Analisis Konsep Digunakan Untuk Menganalisis Istilah – Istilah Atau Kata-Kata Yang Mewakili Gagasan Atau Konsep.
Definisi Stimulatif Yang Merupakan Standar. Dalam melakukan analisis konsep, empat hal yang perlu diperhatikan adalah: berusaha menemukan kembali arti suatu istilah, meninjau suatu konsep secara objektif, analisis konsep yang digunakan berdasarkan penerapan logika, dan proses penemuan dalam analisis konsep merupakan pemahaman yang jelas mengenai hubungan antara pikiran, bahasa, dan realitas. Pada intinya, analisis konsep bermaksud menganalisis kata-kata yang dapat dikatakan sebagai kata kunci dari sebuah konsep yang berbeda dengan analisis bahasa yang bermaksud mengetahui yang dapat membangkitkan adanya petunjuk. (Muh. Arif, Rifky Lauma, dkk, 2022; 193).
Adapun Yang Dimaksud Dengan Analisa Konsep Adalah; a. Merefleksikan, Memikirkan, Mempertimbangkan, Membayangkan Dan Menggambarkan. b. Nilai Atau Aturan Dan Ketentuan Yang Berlaku Daan Dijunjung Tinggi Dalam Kehidupan Manusia. c. Tangkapan Seseorang Tentang Suatu Objek. d. Realitas Kehidupan Sekarang Yang Aktual. Analisa Konsep Adalah Analisis Kata-kata Atau Istilah-istilah Yang Menjadi Kunci Pokok Yang Mewakili Suatu Gagasan Atau Konsep. Manusia Dalam Mempelajari Sesuatu Tentu Memerlukan Metode Agar Dapat Mencapai Tujuan Yang Diinginkan. (Dhea Adela, 2021; 65-67).
Pendekatan Historis Filsafat Pendidikan Islam
Menurut Imam Barnadib, pendekatan historis dalam filsafat pendidikan Islam disebut juga “historiko. filosofis”. Pendekatan ini mengadakan deteksi. dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan, mana yang telah mendapat jawaban dari para ahli filsafat pendidikan sepanjang sejarah.
Pendekatan sejarah akan mengungkap konsep- konsep dan teori-teori filsafat pendidikan yang dikemukakan para tokoh sepanjang sejarah. Menurut Imam Barnadip Menyebut Pendekatan Ini Dengan “Historika Filosofis” Pendekatan historis akan mengungkap konsep-konsep dan teori Filsafat Pendidikan Islam yang dikemukakan para tokoh sepanjang sejarah. Studi dari analisis sejarah akan menghasilkan penjelasan periodesasi dan rekonstruksi historis yang meliputi genesis, perubahan dan perkembangan. (Muhammad Shaleh Assingkily, 2019; 117-119).
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa pada setiap periode dalam pendekatan historis, mengandung aspek rekonstruksi sejarah asal-usul, perubahan dan perkembangan. Sejarah (historis) adalah suatu ilmu yang di dalamnya dibahas berbagai peristiwa dengan memperhatikan besar, tepat, waktu, obyek, latar belakang dan pelaku dari peristiwa tesebut, atau ilmu seiarah adalah mengamati proses teiadinya perilaku itu. Jadi pendekatan historis yang di maksud adalah meninjau suatu permasalahan dari sudut tinjauan sejarah, dan menjawab permasalahan serta menganalisis dengan menggunakan metode analisis sejarah. Seiarah atau historis adalah studi yang berhubungan bungan dengan peristiwa-peristiwa masa lalu, yang menyangkut kejadian atau keadaan vang sebenarnya. Sejarah memang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa masa lalu, yang menyangkut kejadian atau keadaan yang sebenarnya.(Ahmad Nawawi, 2015; 104).
Secara Garis Besar, Ada lima Jenis Pendekatan Utama Yang Dipakai Dalam Pembelajaran Pengantar Filsafat, Salah Satu Diantara nya Adalah Pendekatan Historis Dengan Berbagai Variasinya. Dalam Pendekatan Ini SerinG Dipandang Baik Dengan Pemula. Dalam Pendekatan Ini, Pemikiran Para Filsuf Terpenting Dan Latar Belakang Mereka Dipelajari Secara Kronologis. (Stephen Palmquist, 2003; 2).
Pendekatan Ilmiah Filsafat Pendidikan Islam
Pendekatan ilmiah adalah perdekat yang menggunakan metode ilmiah dalam memecahkan persoala persoalan yang berkembang di tengah-tengahi masyarakat yang ada kaitannya dengan pendidikan. Pendekatan ilmiah seringnya digunakan atas persoalan kekinian dengan sasaran berupa problematika pendidik kontemporer.
Pengertian penerapan pendekatan ilmiah dalam pembelajaran tidak hanya fokus pada bagaimana mengembangkan kompetensi peserta didik dalam melakukan observasi atau eksperimen, namun bagaimana mengembangkan pengetahuan dan keterampilan berpikir sehingga dapat mendukung aktivitas kreatif dalam berinovasi atau berkarya.
Metode Ilmiah merupakan teknik merumuskan pertanyaan dan menjawabnya melalui kegiatan observasi dan melaksanakan percobaan. Dalam penerapan metode ilmiah terdapat aktivitas yang dapat diobservasi seperti mengamati, menanya, mengolah, menalar, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta. (Syamsul Kurniawan, 2015; 10).
Hakikat Pendekatan Ilmiah (Scientific Approach) Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik artinya pembelajaran itu dilakukan secara ilmiah. Oleh karena itu, pendekatan saintifik (scientific) disebut juga sebagai pendekatan ilmiah. Proses pembelajaran dapat dipadankan dengan suatu proses ilmiah. Dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuan lebih mengedepankan pelararan induktif (inductive reasoning) ketimbang penalaran deduktif (deductive reasoning).
Metode ilmiah umumnya menempatkan fenomena unik dengan kajian spesifik dan detail untuk kemudian merumuskan simpulan umum.Untuk dapat disebut ilmiah, metode pencarian (method of inquiry) harus berbasis pada bukti-bukti dari objek yang dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsip-prinsip penalaran yang spesifik.(Daryanto, 2014: 55).
Karena itu, metode ilmiah umumnya memuat serangkaian aktivitas pengumpulan data melalui observasi atau ekperimen, mengolah informasi atau data, menganalisis, kemudian memformulasi, dan menguji hipotesis. Dengan demikian, pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah itu lebih efektif hasilnya dibandingkan dengan pembelajaran tradisional. (HM. Mufiqon, 2015; 140).
Pendekatan Ilmiah Merupakan Gabungan Antara Penalaran Induktif Dan Deduktif. Kerlinger (1996) Memberi Definisi Pendekatan Ilmiah Sebagai Penyelidikan Yang Sistematik, Terkontrol Dan Bersifat Empiris Atas Suatu Relasi Fenomena Alam. Adapun Menurut Susilo (2009) Pendektan Ilmiah Adalah Proses Berfikir Dimana Kita Bergerak Secara Induktif Dari Pengamatan Menuju Pembentukan Hipotesis Dan Kemudian Berbalik Secara Deduktif Membuat Verifikasi Atas Hipotesis Kita Tadi Pada Penerapan Logisnya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dikemukakan bahwa proses kerja dalam pendekatan ilmiah menimbulkan tiga sifat yang membedakannya dengan sumber pengetahuan dari pengalaman. Pertama, pendekatan ilmiah bersifat sis- tematis dan terkontrol karena menggunakan dua penalar- an, yaitu induksi dan deduksi. Kedua, ia bersifat empiris yang menghendaki validasi atas semua keyakinan subjektif seseorang. Adapun yang ketiga, bersifat self-correcting yang berarti bahwa prosedur yang sistematis dan terkontrol ter- sebut memungkinkan seseorang terhindar dari kesalahan yang signifikan tatkala menggunakan proses pendekatan ilmiah ini untuk memecahkan masalah dalam kehidupan. Penelitian adalah suatu kegiatan yang menggunakan pendekatan ilmiah sebagai prinsip kerjanya. Penelitian merupakan suatu proses pencarian kebenaran melalui prosedur ilmiah dan biasa dikatakan sebagai kebenaran ilmiah yang objektif karena kesimpulan itu ditarik ber- dasarkan data empiris dengan prosedur yang sistematis serta menggunakan pendekatan ilmiah.
Penjelasan berikut akan mengambil uraian yang di- sampaikan oleh Semiawan dalam bukunya Catatan Kecil tentang Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan (Semiawan, 2007). Pada bahasan ini, penjelasan dalam buku tersebut diperlukan untuk implementasi metodolo-gisnya agar kita tidak mencampuradukkan berbagai lan- dasan filsafat ilmu yang berbeda. (Acheng Rahmat, 2011; 15-20).
Pendekatan Konprehensif Dan Terpadu Filsafat Pendidikan Islam
Kita pasti akan berpikir dan bertanya-tanya ketika mendengar kata “komprehensif”. Sebagian besar dari kita juga tidak benar-benar memahami makna dari kata tersebut, walaupun cukup familiar di telinga kita. Secara umum, komprehensif diartikan sebagai suatu hal yang bersifat menyeluruh. Inilah yang membuat maknanya juga dapat berubah-ubah menyesuaikan topik pembicaraan yang sedang dibahas karena bersifat menyeluruh.
Comprehensive adalah bentuk kata sifat yang berasal dari bahasa Inggris, yaitu comprehensive, yang berarti “komprehensif”, “menyeluruh”, dan “mencakup banyak hal”. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ada tiga pengertian dari kata “komprehensif”, yaitu: bersifat mampu menangkap (menerima) dengan baik. luas dan lengkap (tentang ruang lingkup atau isi). mempunyai dan memperlihatkan wawasan yang luas.
Pemikiran yang terbuka atau mencakup semua hal secara komprehensif dalam bidang filsafat adalah cara memandang sesuatu yang sepenuhnya mencakup aspek-aspek yang berbeda. Melalui pemikiran filosofis ini, seseorang dapat memahami dan mengetahui sesuatu secara sepenuhnya. Komprehensif untuk bagian terkecil berguna menyelesaikan masalah dengan baik.Fandi, 2021; 17-20).
Pendekatan ini mengadakan deteksi. dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan, mana yang telah mendapat jawaban dari para ahli filsafat pendidikan sepanjang sejarah.Dan adapun Pada Penjelasan kami Pendekatan ilmiah adalah pendekatan yang menggunakan metode ilmiah dalam memecahkan persoala persoalan yang berkembang di tengah-tengahi masyarakat yang ada kaitannya dengan pendidikan. Dan Pembahasan Kami Yang Terakhir Adalah Pendekatan Konprehensif Dan Terpadu Sebagian besar dari kita juga tidak benar-benar memahami makna dari kata tersebut, walaupun cukup familiar di telinga kita. Secara umum, komprehensif diartikan sebagai suatu hal yang bersifat menyeluruh. Inilah yang membuat maknanya juga dapat berubah-ubah menyesuaikan topik pembicaraan yang sedang dibahas karena bersifat menyeluruh. (Fandi, 2021; 17-19).
Pendekatan Konprehensif Dalam Sistem Filsafat Islam Pendekatan Konprehnsif Ini Pernah Berkembang Yang Sifatnya Terpadu Antara Sumber-sumber Naqli, Aqli Dan Imami. Sebagaimana Yang Tampak Dikembangkan Oleh Imam Al-Ghozaly. Menurutnya Kebenaran Yang Hakiki Adalah Kebenaran Yang Diyakini Betul-betul Sebagai Kebenaran. Kebenaran Yang Mendatangkan Keamanan Dalam Jiwa, Bukan Kebenaran Yang Mendatangkan Keraguan. Untuk Mencapai Itu Kebenaran Yang Benar-benar Diyakini Harus Melalui Pengalaman Dan Merasakan. Pendekatan Ini Lebih Mendekati Pola Berfikir Yang Empiris Dan Intuitif. (Muh Arif, Rifki Lauma, dkk, 2023; 195).
Penutup
Menurut Jalaluddin, Metode ini digunakan dalam upaya menggali, menafsirkan, dan menta’wilkan argumen yang bersumber dari pokok ajaran Islam yang terkandung dalam AlQur’an dan Hadits. Dan kajian itu, kemudian disusun suatu konsep dasar pendidikan Islam secara filosofis. Metode dapat bersifat kuantitatif atau kualitatif, walaupun lebih banyak digunakan dalam metode kuantitatif. Intinya, kuesioner adalah bentuk kuantitatif suatu survei, yang dimaksudkan untuk diisi oleh responden Bentuk survei kualitatif-wawancara Yang Telah dibahas.
Adapun Beberapa Bagian Metode Dalam Studi Filsafat Pendidikan Islam Yaitu: Pendekatan Normatif, Pendekatan Historis, Pendekatan Bahasa, Pendekatan Filsafat Tradisional, pendekatan Filsafat Kritis, Pendekatan Hermeneutik, Pendekatan Perbandingan. Kata Normatif Berasal Dari Bahasa Inggris Norm Yang Berarti Norma, Ajaran, Acuan, Ketentuan Tentang Masalah yang Baik Dan Buruk, Yang Boleh Dilakukan Dan Tidak Boleh Dilakukan. Menurut Abuddin Nata, studi Islam dengan pendekatan normatif adalah suatu pendekatan yang memandang agama dari segi ajarannya yang pokok dan asli dari Tuhan yang didalamnya belum terdapat penalaran pemikiran manusia’ Dengan demikian, dari perspektif filsafat ilmu, sifat keilmuan ilmu hukum normatif memiliki ciri distingtif tersendiri dibanding dengan ilmu-ilmu sosial pada umumnya. Ilmu hukum normatif mempunyai subyek, proses, metode, obyek, produk dan teori yang berangkat dari karakteristiknya yang khas sebagai ilmu normologis. Maka Secara Garis Besar Pendekatan Filsafat pendidikan Islam Mencakup Pemikiran Mengenai: Pendekatan Sinoptik, Pendekatan Normatif, Pendekatan Kritis Radikal, Pendekatan Filssafi Terhadap Hidup – Manusia dan Tubuh Jiwa, Pendekatan Filsafi Terhadap Hidup, Pendekatan Filsafi Terhadap Hidup, Pendekatan Filsafi Terhadap Hakikat Manusia, Pendekatan Filsafi Terhadap Masalah Tubuh dan Jiwa Manusia, Pendekatan Religi Terhadap Kehidupan Manusia.
Muhammad Abduh pula mendefinisikan wahyu sebagai berikut : “Wahyu ialah pengetahuan yang didapat oleh seseorang di dalam dirinya, yang ia yakini bahwa demikian itu datang dari sisi Allah, baik pakai perantara maupun tidak., yang pertama melalui suara yang dapat didengar oleh yang bersangkutan atau tanpa suara sama sekali. Dari definisi definisi yang dikemukakan di atas, dapat dipahami bahwa wahyu ialah petunjuk atau pemberitahuan yang diterima secara cepat dan samar oleh seorang Nabi atau Rasul dengan menyakini bahwa apa yang diterimanya itu benar-benar datang dari Allah Swt.
Muhammad Abduh dalam bukunya “Risalah al-Tauhid” mengemukakan bahwa ilham ialah perasaan halus yang dirasakan oleh seseorang dalam hatinya, yang mendorong jiwanya untuk melaksanakan apa yang dikehendaki oleh ilham itu, sedang ia sendiri tidak mengetahui dari mana datangnya. Menurut Nourouzzaman Shiddiqi.
Metode Spekulatif Dan Kontemplatif Keduanya Adalah Metode Utama Dan Kunci Yang Sering Digunakan. Namun Demikian Oleh Karena Filsafat Mengalami Pengembangan Sedemikian rupa, Terutama Berkat Bersentuhannya Dengan Pengetahuan Ilmiah, Maka Tak Jarang Filsafat Mengadopsi Metode-Metode Dari Pengetahuan Ilmiah Ini.
Pendekatan normatif adalah pendekatan yang memandang agama dari segi ajarannya yang pokok dan asli dari Tuhan. yang didalamnya belum terdapat pemikiran manusia. Dalam pendekatan normatif ini agama dilihat sebagai suatu kebenaran yang mutlak dari Tuhan yang di dalamnya belum terdapat penalaran pemikiran manusia.