Oleh : Nafian Faiz (Mantan ketua P3UW Lampung)
SUARA UTAMA- Pasar Minggu Gedung Karya Jitu (PMGKJ), sebuah pasar tradisional yang telah menjadi bagian dari identitas Kampung Gedung Karya Jitu, Rawajitu Selatan, Tulang Bawang, Lampung, kini tengah menghadapi tantangan yang signifikan dengan munculnya toko swalayan Lady Shop (LS) di kawasan tersebut. Keberadaan LS, meskipun membawa peluang baru, juga menimbulkan ketidakpastian dan kekhawatiran bagi para pedagang tradisional yang telah lama beraktivitas di pasar tersebut.
Sebagai salah satu pasar terbesar kedua setelah pasar unit II di Kabupaten Tulang Bawang, PMGKJ tidak hanya menjadi tempat transaksi jual-beli, tetapi juga memiliki peran penting dalam pertumbuhan ekonomi, kehidupan sosial, dan kegiatan keagamaan di kawasan tersebut. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, geliat ekonomi pasar ini mulai terasa berat, terutama dengan adanya pandemi COVID-19 dan faktor cuaca ekstrem yang membuat pelaku usaha sektor perikanan, perkebunan dan pertanian di wilayah Rawajitu dan sekitar, banyak gagal panen, hal tersebut semakin memperumit kondisi pedagang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kehadiran LS di awal bulan Februari 2024 menjadi pukulan bagi para pedagang PMGKJ. Hal tersebut melengkapi rasa pilu pedagang akibat sistem penjualan baru, yakni penjualan online sejak masa pandemi mulai merambah dan mengcam pasar tradisional. Toko swalayan dengan berbagai macam barang di bawah harga grosir menimbulkan kekhawatiran akan semakin berkurangnya jumlah pengunjung dan menimbulkan persaingan yang tidak sehat bagi pedagang tradisional.
Perkumpulan Pedagang Pasar Minggu Rawajitu (P3MR) menolak keras kehadiran LS, dengan alasan bahwa harga barang di LS dijual di bawah harga grosir dan tanpa memperhatikan keberlangsungan usaha pedagang kecil. Upaya penolakan sudah dilakukan berulang kali, termasuk aksi damai di depan toko LS, namun belum mendapatkan solusi yang memuaskan.
Pemerintah Kampung Gedung Karya Jitu (GKJ) juga turut menolak keberadaan LS, dengan alasan melindungi eksistensi pelaku usaha pasar tradisional yang merupakan aset dan kebanggaan masyarakat kampungnya. Namun, di sisi lain, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Tulangbawang menyatakan bahwa perizinan swalayan LS cabang Rawajitu sudah lengkap.
Dalam polemik pro dan kontra keberadaan LS, muncul berbagai pandangan dari masyarakat. Ada yang mendukung keberadaan LS dengan alasan harga barang yang lebih terjangkau dan variasi barang yang lebih lengkap. Namun, ada juga yang menentang dengan alasan melindungi pedagang tradisional dan menjaga keberlangsungan pasar Minggu Gedung Karya Jitu sebagai bagian dari warisan budaya lokal.
Menghadapi situasi ini, diperlukan langkah-langkah konkret untuk menyelesaikan konflik antara LS dan P3MR. Salah satu solusi terbaik adalah dengan membuka ruang dialog yang melibatkan pemerintah kabupaten Tulang Bawang, kepala Dinas Perdagangan, dan para pemangku kepentingan lainnya. Dialog ini perlu mempertimbangkan kedua belah pihak dan mencari solusi yang adil dan berkelanjutan.
Pasar Minggu Gedung Karya Jitu memiliki potensi besar sebagai pusat ekonomi lokal dan warisan budaya yang harus dilestarikan. Dengan kerja sama yang baik antara pemerintah, pedagang tradisional, dan pengusaha swalayan, diharapkan dapat ditemukan solusi yang menguntungkan bagi semua pihak dan menjaga keberlangsungan pasar ini untuk generasi mendatang.