Kurikulum Dalam Persfektif Falsafah Pendidikan Islam

- Writer

Senin, 17 April 2023 - 15:44 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Foto Penulis Kurikulum Falsafah Pendidikan Islam Asmaul Husna sedang membaca Buku

Foto Penulis Kurikulum Falsafah Pendidikan Islam Asmaul Husna sedang membaca Buku

Penulis Oleh : Asmaul Husna, Suhardi

Pendidikan Agama Islam,FITK IAIDU Asahan Kisaran

SUARA UTAMA, Kurikulum merupakan salah satu komponen yang sangat menentukan dalam suatu sistem pendidikan, karena itu kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan dan sekaligus sebagai pedoman dalam pelaksanaan pengajaran pada semua jenis dan tingkat pendidikan. Setiap pendidik harus memahami perkembangan kurikulum, karena merupakan suatu formulasi pedagogis yang paling penting dalam konteks pendidikan, dalam kurikulum akan tergambar bagaimana usaha yang dilakukan membantu siswa dalam mengembangkan potensinya berupa fisik, intelektual, emosional, dan sosial keagamaan dan lain sebagainya.

Dengan memahami kurikulum, para pendidik dapat memilih dan menentukan tujuan pembelajaran, metode, teknik, media pengajaran, dan alat evaluasi pengajaran yang sesuai dan tepat. Untuk itu, dalam melakukan kajian terhadap keberhasilan sistem pendidikan ditentukan oleh semua pihak, sarana dan organisasi yang baik, intensitas pekerjaan yang realistis tinggi dan kurikulum yang tepat . Oleh karena itu, sudah sewajarya para pendidik dan tenaga kependidikan bidang pendidikan Islam memahami kurikulum serta berusaha mengembangkannya. Dalam makalah ini akan dibahas kurikulum pendidikan Islam secara mendalam.

ADVERTISEMENT

IMG 20240411 WA00381 Kurikulum Dalam Persfektif Falsafah Pendidikan Islam Suara Utama ID Mengabarkan Kebenaran | Website Resmi Suara Utama

SCROLL TO RESUME CONTENT

Dalam Islam peserta didik ialah setiap manusia yang sepanjang hayatnya selalu berada dalam perkembangan, jadi bukan hanya anak- anak yang sedang dalam pengasuhan dalam pengasihan orang tuanya, bukan pula hanya anak-anak dalam usia sekolah, tetapi mencakup seluruh manusia baik sebagai individu maupun sebagai kelompok, baik manusia yang beragama Islam maupun tidak, atau dengan kata lain manusia secara keseluruhan, setiap orang yang terlibat dalam satu kegiatan pendidikan, baik itu formal, informal, maupun non formal harus mampu mengembangkan dan mensosialosasikan berbagai persoalan yang berkaitan dengan. peserta didik secara baik dan benar,dan bimbingan dari orang dewasa atau dengan bahasa yang lebih teknis adalah”pendidik”dengan tujuan untuk mengantarkannya menuju suatu pematangan diri. Dari sudut pandang yang lain, ada juga yang mengatakan bahwa peserta didik itu adalah manusia yang memiliki fitrah atau potensi untuk mengembangkan diri, sehingga ketika fitrah ini ditangani secara baik maka. sebagai eksesnya justru anak didik itu nantinya akan menjadi seorang yang bertauhid kepada Allah. (Al Rasyidin, 2012: 148).

Pendidikan adalah suatu peristiwa penyampaian atau proses transformasi, Dalam proses transformasi itu, antara subyek (yang menyampaikan materi) dengan obyek (yang menerima penyampaian mater) terdapat hubungan komunikasi yang tentunya tidak dapat berlangsung dalam ruang hampa melainkan dalam suasana mengandung makna dan tujuan. Hubungan komunikasi tersebut dilakukan melalui kegiatan pengajaran. Ayat yang mengisyaratkan tentang makna Alquran yang menyangkut dengan metode pengajaran terdapat dalam surat al- Maidah yang artinya. “Hai rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu duri Tuhanmu, dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia[430]. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir”.

Rasulullah Saw sebagaimana penerus Alquran bertugas untuk menyampaikan apa yang telah diturunkan oleh Allah Swt kepadanya yung tentunya memiliki metode yang tepat dalam menyampaikannya Ayat-ayat Alquran mengandung makna bahwa ada patokan fundamental tentang pendidikan dalam Alquran. (Umar shibab:2015:154).

 

Pengertian kurikulum dalam perspektif filsafat pendidikan Islam

Kurikulum secara etimologi, adalah yang berasal dari bahasa latin curir yaitu pelari dan curere yang artinya tempat belari. Menurut Abudin Nata, secara etimologi kata kurikulum berasal dari bahasa Latin curriculum yang berarti bahan pengajaran, ada pula yang mengatakan bahwa kata tersebut berasal dari bahasa Perancis courier yang berarti berlari.Al-Rasyidin mengatakan secara terminologi, kata kurikulum bisa dimaknai sebagai:  circle of instruction, yaitu lingkaran pengajaran dimana guru dan murid terlibat di dalamnya, seluruh program pembelajaran dan pengalaman pendidikan yang dipersiapkan oleh perancang pendidikan, sekolah, pendidikan atau guru untuk mengantarkan peserta didik ke arah tujuan pendidikan.

Adapun dalam pengertian kurikulum pendidikan Islam, dikenal dengan istilah manhaj, yang disandarkan pada bahasa Arab. Pengertian dari Al-Syaibanî yang menjelaskan bahwa kurikulum (manhaj) merupakan jalan terang yang dilalui oleh pendidik atau guru latih.(Khoirun Nisa:2017:136).

Kurikulum Persfektif Barat

 Al-Attas mengatakan masalah umat saat ini adalah (the loss of adab) yaitu kehilangan adab, kaum Muslimin telah kehilangan adab. Kehilangan adab disini maksudnya kehilangan identitas sebagai seorang muslim. Identitas ilmu-ilmu keislaman dan identitas sebagai seorang Muslim. Ilmu pengetahuan di zaman globalisasi semakin jauh meninggalkan Tuhan. Globalisasi (westernisasi) yang dibawa Barat memuat pandangan hidup sekuler (anti agama). Sistem yang berlaku sangat positivistik, menafikan agama dan nilai ketuhanan dalam kegiatan ilmu. Inti pandangan hidup sekuler atau anti agama adalah, dikotomi ilmu, anti otoritas, humanisme, relativisme, desakralisasi, dan nihilisme. Ilmu yang terselimuti pandangan demikian disebut ilmu yang sekuler. Sehingga melahirkan paradigma pendidikan yang dikotomis, menafikan nilai ketuhanan dalam ilmu pengetahuan dan cenderung materialis.Fakta pengajaran ilmu pengetahuan di sekolah, sistem pendidikan saat ini yang masih dominan dengan sistem sekuler yaitu pendidikan anti agama, saat ini bukan lagi benar atau salah yang menjadi suatu patokan akan tetapi siap yang menjadi otoritas tertinggi itulah yang paling benar dan mirisnya lagi sistem pendidikan saat ini tidak lagi mengajarkan bagaimana untuk menghadapi realitas kehidupan yang jangka panjang, akan tetapi hanya sekedar mengajarkan bagaimana menjawab pertanyaan dan mendapatkan nilai yang besar, ketika orang tidak lagi berpatokan dengan wahyu maka orang tersebut hanya akan menghayal menggunakan akal seperti penemuan teori nenek moyang kita adalah kera dan ini salah, sejarah manusia yang sesungguhnya adalah Nabi Adam karena Nabi Adam sejatinya adalah manusia dan bukan bangsa keren yang berevolusi sebagaimana yang telah disampaikan oleh para ulama terdahulu.(B. Suryosubroto:2004: 42).

Kurikulum Perspektif  Hadist

Hadis sebagai sumber ajaran Islam kedua setelah Al-Quran telah di sepakati oleh hampir seluruh umat Islam sebagai salah satu undang-undang yang wajib di taati. Untuk itu, Hadis memiliki sarana fungsionalis untuk menggali konsep pendidikan. Sedangkan dalam pandangan dunia pendidikan Islam, pendidikan merupakan bagian yang sangat penting dalam mengarungi kehidupan manusia, karena dengan pendidikanlah manusia akan eksis dan berjaya di muka bumi ini. Untuk itu dalam pandangan Malik Fajar, masalah pendidikan merupakan masalah yang tidak pernah tuntas untuk dibicarakan, karena itu menyangkut persoalan manusia dalam rangka memberi makna dan arah normal kepada eksistensi fitrinya.

Berbicara mengenai pengertian pendidikan, dalam hal ini An-Nahlawi mengatakan bahwa kata pendidikan berasal dari bahasa Arab yaitu dari akar kata raba-yarbu-tarbiyah, yang artinya adalah bertambah dan ‘berkembang’, atau rabia-yarba, yang dibandingkan dengan kata khafiya- yakhfa. Arti yang terkandung dalam raba-yarbu adalah tambahan dan berkembang, dan raba-yarubbu yang dibandingkan dengan kata madda- yamuddu berarti memperbaiki, mengurusi kepentingan, mengatur, menjaga, dan memperhatikan. Sementara Imam Al-Baidhawi memberikan definisi tarbiyah yaitu menyampaikan sesuatu sedikit demi sedikit sehingga sempurna.(Toto Suharto:2011:130).

Pengertian hadis secara bahasa berarti al-jadîd, yaitu sesuatu yang baru; sementara lawan katanya adalah al-qodim, yaitu sesuatu yang lama; qorîb, yaitu yang dekat, yang belum lama terjadi. Misalnya, perkataan “hadits al-‘ahdi bi al-Islâm, yakni orang yang baru masuk Islam; khobar, yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan oleh seseorang kepada orang lain. Kata ini sama maknanya dengan hadis. Dari makna ini, diambillah perkataan hadis Rasulullah. Kata “hadis” yang bermakna “khobar” ini diisytiqoqkan dari hadis yang bermakna riwayat atau ikhbar (mengabarkan). Jadi, ungkapan “haddatsana bil hadits”, maknanya adalah “akhbaronâ bi hi hadîtsun”, ia mengabarkan sesuatu kabar kepada kami.

Para ulama hadis berbeda pendapat dalam memberikan pengertian hadis. Perbedaan pendapat ini terjadi karena terpengaruh oleh terbatas dan luasnya objek peninjauan mereka. Lalu, lahirlah dua macam pengertian hadis: pengertian terbatas dan pengertian luas. Menurut pengertian terbatas, hadis berarti “segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad Saw., baik perkataan, perbuatan, maupun pernyataan (taqrir)”. Pengertian yang luas, hadis tidak hanya mencakup sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad Saw. saja, tetapi juga perkataan, perbuatan dan taqrir yang disandarkan kepada sahabat dan tabi’in. Menurut ahli ushulul hadits, hadis adalah segala perkataan, perbuatan dan taqrir Nabi Saw. yang berkaitan dengan hukum. Menurut pengertian ini, hadis dibagi tiga bagian: qowliyyah (perkataan), fi’liyyah (perbuatan), dan taqririyyah (ketetapan).

Menurut Al-Maraghi, kata rabbun terdiri dari dua huruf, yaitu “ra” dan “ba” tasydid yang merupakan pecahan dari akar kata tarbiyah yang berarti “pendidikan dan pengasuhan”. Selain itu, kata ini mencakup banyak arti seperti “kekuasaan, perlengkapan pertanggungjawaban, perbaikan, penyempurnaan”. Kata ini juga merupakan bagi suatu kebesan, keagungan, kekuasaan dan kepemimpinan.(Hasan Langgulung: 1986:258).

Istilah tarbiyah juga berasal dari akar kata (rabiya, yarba) yang berarti menjadikan sesuatu itu menjadi besar. Adapun Hadis yang berhubungan dengan konsep tabiyah misalnya Hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Ibn Abbas yaitu:”Jadilah kamu para pendidik yang penyantun, ahli fiqh, dan berilmu pengetahuan. Dan disebut pendidikan apabila seseorang telah mendidik manusia dengan ilmu pengetahuan, dari sekecil-kecilnya sampai menuju pada yang tinggi.” (HR. Bukhari).

Kalau dikaji secara semantik, Hadis di atas memiliki arti sebagai proses tranformasi ilmu pengetahuan dari tingkat dasar menuju tingkat selanjutnya dengan didasari semanat tinggi dalam memahami dan menyadari kehidupannya sehingga ketakwaan, budi pekerti dan pribadi yang luhur. Istilah lain dari pendidikan dalam bahasa Arab di sebut at-taʼlim, kata ini merupakan masdar dari kata ‘alama yang memiliki arti sebagai pengajaran yang bersifat pemberian atau penyampaian pengertian, dan keterampilan.(Moch,Ansyar dan Hnurtain:1992:11).

Adapun makna at-ta’lim secara umum menurut Dedeng Rasidin adalah berkenaan dengan informasi, yakni aspek intelektual dan kadang berkenaan dengan penguasaan suatu keterampilan. Maka at- taʼlim adalah bagian dari pendidikan intelektual, yaitu tujuannya memperoleh pengetahuan, pengalaman, dan pemahaman akan suatu ilmu, seni atau bahkan pekerjaan. Lebih jauh, ia menjelaskan at-ta’lim adalah pemberitahuan dan penjelasan tentang sesuatu yang meliputi isi dan maksudnya secara berulang-ulang, kontinu, bertahap, menggunakan cara yang mudah diterima, menuntut adab-adab tertentu, bersahabat, berkasih sayang, sehingga muta’alimin mengetahui, memahami dan memilikinya, yang dapat melahirkan amal shaleh yang bermanfaat di dunia dan di akhirat untuk mencapai ridha Allah Swt.

Istilh at-taʼlim banyak ditemukan dalam beberapa Hadis Nabi Muhammad Saw. Diantaranya yaitu Hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Sahal bin Muadz bin Anas:”Barangsiapa mengajarkan suatu ilmu, maka dia mendapatkan pahala orang yang mengamalkannya, tidak mengurangi dari pahala orang yang mengamalkannya sedikitpun” (HR. Ibnu Majah).

Istilah Mu’allim atau pengajar yang berarti orang yang melakukan pengajaran, juga di munculkan dalam Hadis, Nabi Muhammad Saw. bersabda:”Ajarkanlah mereka untuk ta’at kepada Allah dan takut berbuat maksiat kepada Allah serta suruhlah anak-anak kamu untuk menaati perintah-perintah dan menjauhi larangan-larangan. Karena itu akan memelihara mereka dan kamu dari api neraka ” (HR. Turmudzi dan Ad-Darimi). Dalam hal ini ungkapan “i’malû” diberikan kepada orang tua yang(Nana syaudin sukmadinata :2009:98). berlaku sebagai mu’allim; sedangkan pelajarnya (muta’allim) atau Secara fungsional, menurut Ramayulis yang dikutip dari Muhain dan Abdul Mujib dikategorikan sebagai program studi, konten, kegiatan berencana, hasil belajar, reproduksi kultural, pengalaman belajar, dan produksi. Sedangkan menurut Hery Noer Ali, kurikulum merupakan rencana pendidikan yang memberi pedoman teknis, lingkup, dan urutan isi, serta proses pendidikan.”

Pendapat lain, sebagaimana yang dikemukakan Oemar Hamalik, menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan satuan pendidikan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Praktisnya, kurikulum merupakan rencana pendidikan yang memberi pedoman tentang jenis, lingkup, serta proses pendidikan. Secara sederhana dikatakannya, bahwa kurikulum adalah suatu program pendidikan yang disediakan untuk membelajarkan siswa yang terdiri dari serangkaian pengalaman belajar dan sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh  oleh siswa dalam waktu tertentu untuk memperoleh sejumlah pengetahuan dan ditandai oleh perolehan suatu ijazah tertentu.(Mohammad Ali:1992:66).

Jika dikaitkan dengan pendidikan Islam, maka kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan Islam dengan memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan manusia muslim seutuhnya, perkembangan ilmu dan teknologi. Secara substansial, menurut Ali Al-Jumbulati, kurikulum pendidikan Islam berbeda-beda isinya menurut kondisi perkembangan agama Islam karena kaum muslimin berada di dalam lingkungan dan negeri yang berbeda-beda, walaupun mereka sepakat bahwa kitab suci al-Qur’an dijadikan sumber pokok ilmu-ilmu agama dan ilmu- ilmu umum, al-Qur’an tetap menjadi sumber pedoman pendidikan di seluruh negara Arab yang Islam, dan juga dijadikan sumber studi lainnya.

Dengan begitu, sebagaimana disampaikan (M. Arifin,)kurikulum merupakan faktor penting dalam proses pembelajaran pada suatu lembaga pendidikan Islam. Segala yang harus diketahui, dipahami, dihayati, dan dialami peserta didik harus ditetapkan dalam kurikulum. Juga segala hal yang harus diajarkan kepada anak didik,  Dengan demikian, kurikulum pendidikan Islam tidak hanya merupakan penjabaran mengenai serangkaian ilmu pengetahuan yang harus diajarkan, tetapi juga kegiatan yang bersifat kependidikan yang dianggap perlu karena memiliki pengaruh terhadap anak didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan Islam.(Hamid Hasan:2009:155).

Dari beberapa definisi yang diungkapkan di atas, sekaitan dengan topik pembahasan dalam tulisan ini, adalah serangkaian materi pembelajaran yang harus dicantumkan dalam satuan pendidikan untuk menjadi bahan,Dengan demikian, sebenarnya, derivasi etimologis dari makna kurikulum yaitu dimaknakan sebagai suatu lingkaran pengajaran di mana guru dan murid terlibat di dalamnya maka cakupan kurikulum tersebut sangat luas. Saat ini tergantung bagaimana pengelolaan tersebut dilakukan sehingga sesuai dengan yang diharapkan. Sehingga dapat saja terjadi perbedaan orientasi satu lembaga pendidikan dengan lembaga pendidikan yang lainnya.

Dasar utama pendidikan Islam adalah al-Qur’an. Sedangkan Sunnah (hadis nabi) sebagai sumber kebenaran kedua juga merupakan bagian yang terpenting dalam proses pendidikan. al-Qur’an dan Sunnah Nabi menjadi bagian yang penting dalam konteks pendidikan Islam. Hal ini berguna agar nilai-nilai pendidikan tidak terlepas sistem Islam. Namun dalam kajian ini, hadis ini dipandang penting mengingat sebagian besar hadis adalah lebih bersifat operasional, karena fungsi utama Hadis Nabi saw. adalah sebagai penjelas (al-bayan) terhadap ayat-ayat al-Qur’an. Selanjutnya fungsi utama dari Sunnah adalah penjelasan terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang memerlukannya.(Mohammad Jawad ridla:2002:124).

Selanjutnya, derivasi kurikulum secara semantik yaitu dinamakan sebagai suatu lingkaran pengajaran di mana guru dan murid terlibat di dalamnya  maka cakupan kurikulum tersebut sangat luas. Saat ini tergantung bagaimana pengelolaan tersebut dilakukan sehingga sesuai dengan yang diharapkan. Sehingga dapat saja terjadi perbedaan orientasi satu lembaga pendidikan dengan lembaga pendidikan yang lainnya, kurikulum pendidikan Islam berorientasi pada pendidikan iman, akhlak, fisik, intelektual, psikis, sosial, dan seksual.Untuk dapat memenuhi seluruh dimensi kurikulum pendidikan Islam, diperlukan kemampuan untuk memilih materi yang diprioritaskan dalam proses pembelajaran.

Selanjutnya, dalam pembinaan kepribadian muslim, bagian penting dari muatan kurikulum antara lain; Pembinaan Tauhid/Akidah, Pembinaan Ibadah, Pendidikan Akhlak. (Ummat Shibab:2005:154).

Hal ini sangat penting mengingat banyaknya persoalan tauhid yang kurang kuat ditanamkan di sanubari anak didik. Sejalan dengan itu, hal ini juga disebutkan dalam (al-Qur’an Q.S. Ibrahim/14:35-36) Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata: “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri Ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku menyembah berhala-berhala. Ya Tuhanku, sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan kebanyakan dari manusia, maka barangsiapa yang mengikutiku, sesungguhnya orang itu termasuk golonganku, dan barangsiapa yang mendurhakai aku, maka sesungguhnya Engkau, Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Persoalan akidah merupakan yang sangat penting dan harus diwariskan kepada generasi berikutnya. Tanpa itu, nilai-nilai Islam akan lenyap dari muka bumi dan akan diangkatlah berkah dari dunia ini. Sehingga perlu diingatkan agar generasi penerus tetap konsisten terhadap kuatnya akidah, sebagaimana kekhawatiran nabi Ya’qub a.s. pada putranya dalam( Q.S. Al-Baqarah:2:133)Adakah kamu hadir ketika Yaqub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” mereka menjawab: “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail, dan Ishaq, (yaitu) Tuhan yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya”.

Pendidikan Ibadah

Rasulullah saw. memerintahkan kepada orang tua muslim untuk mendidik anak-anaknya mengerjakan sholat ketika sudah berusia 7 (tujuh) tahun, sebagaimana disabdakan Rasul saw. berikut ini:Pendidikan, “Hadis ini secara jelas memerintahkan kepada orang tua agar memberikan pendidikan sholat kepada anak-anak jika telah berusia tujuh tahun, dan jika pada usia sepuluh tahun anak tidak juga mau melaksanakan sholat (meninggalkan sholat) maka orang tua boleh memukulnya, tetapi bukan memukul anak dengan kasar dan keras sampai anak merasa tersiksa, yang dianjurkan Rasul saw. adalah memukulnya sebagai peringatan dan tidak melampui batas kasih sayang.

“Dijelaskan bahwa kata pada hadis tersebut di atas mengandung pengertian perintah yang berarti perintah kepada kebenaran dan menarik hati, kemudian adalah mengajari mereka dengan hal-hal yang berkaitan dengan sholat seperti syarat-syarat dan rukun sholat, dan hendaklah menyuruh mereka untuk mengerjakannya setelah mengajari dan berilah pengajaran sesuai dengan kecenderungan mereka, sedangkan kata te bibl maksudnya adalah pukullah anak-anak kamu jika meninggalkan sholat dan ianya telah berusia sepuluh tahun. Dalam Al-Jami’ al-Shaghir disebutkan oleh al-Alqami bahwa sesungguhnya perintah memukul adalah bagi anak yang sudah berusia sepuluh tahun, karena sesungguhnya usia ini adalah batas bagi mereka untuk tidak melaksanakan sholat secara rutin. Hadis ini juga ditakhrij oleh At-Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa hadis ini adalah hasan shohih.

Hal ini sangat penting mengingat Nabi Ibrahim a.s. juga berdoa agar dirinya dan keturunannya menjadi orang yang tetap mendirikan salat, sebagaimana diterakan dalam (Q.S. Ibrahim/14:40)Ya Tuhanku, jadikanlah Aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan salat, Ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku.” Demikian juga wasiat Lukman pada anak-anaknya dalam (Q.S. Luqman/ 31: 17)Hai anakku, dirikanlah salat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).(Samsul Nizar:2002:90).

Selain itu, membaca al-Qur’an juga merupakan bagian yang penting dalam hal pembinaan atau pendidikan ibadah. Sebab, dengan membaca al-Qur’an dengan baik dan dapat memahami seluruh makna yang terkandung di dalamnya, maka akan lebih mudah mendalami kandungan al-Qur’an.

Pendidikan Akhlak.Pendidikan akhlak merupakan bagian penting dalam mengembangkan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang Islami salah satu fondasi yang dapat menumbuhkan dan meninggikan akhlak.

Pendidikan Adab Makan dan Minum.Sebagai agama rahamatan lil-‘alamin, Islam mengatur segenap aspek kehidupan manusia, baik yang sifatnya ibadah khusus, maupun ibadah umum.  dan karenanya Rasul juga memberikan pendoman tentang pendidikan makan dan minum terhadap anak-anak orang Islam, hal ini dapat dibaca pada hadis berikut ini:Dalam syarahnya Abu at-Thaib, menjelaskan bahwa hadis ini merupakan,penjelasan Rasul tentang pendidikan adab makan dan minum, yaitu dengan penjelasan lemah lembut agar makan dan minum menggunakan tangan kanan, sebab kebiasaan makan dan minum dengan tangan kiri adalah kebiasan setan.

Saling Mencintai Dengan demikian, sebenarnya, derivasi etimologis dari makna kurikulum yaitu dimaknakan sebagai suatu lingkaran pengajaran di mana guru dan murid terlibat di dalamnya maka cakupan kurikulum tersebut sangat luas. Saat ini tergantung bagaimana pengelolaan tersebut dilakukan sehingga sesuai dengan yang diharapkan. Sehingga dapat saja terjadi perbedaan orientasi satu lembaga pendidikan dengan lembaga pendidikan yang lainnya.Tegasnya, kurikulum pendidikan Islam berorientasi pada pendidikan iman, akhlak, fisik, intelektual, psikis, sosial, dan seksual. Untuk dapat memenuhi.(Abdul Mujib dan Yusuf mudjakir:2008:125).

Kurikulum perspektif Al Qur’an. Al-Quran Menurut suatu pendapat yang kuat, seperti yang dikemukan oleh Shubhi Shalih, Al-Quran berarti bacaan. Ia merupakan kata turunan (mashdar) dari kata qara’a (fi’il madli) dengan arti isim al-maf’ul, yaitu maqru’ yang artinya dibaca. Pengertian ini berdasarkan pada sifat Al-Quran,.

Kata Al-Quran selanjutnya dipergunakan untuk menunjukan kalam Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad Saw. (kalam Allah al- munazzalu ila Nabi Muhammad Saw). Kalam Allah yang diwahyukan kepada Nabi-Nabi selain Nabi Muhammad Saw. tidak dinamai Al-Quran, seperti Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa a.s. zabur kepada Nabi Daud a.s. dan injil kepada Nabi Isa a.s.

Al-Quran sebagai pedoman pertama dan utama bagi umat Islam diturunkan Allah Swt. dalam bentuk bahasa Arab. Untuk dapat memfungsikan Al-Quran sebagai pedoman dan tuntutan dalam menjalani hidup dan kehidupan. Begitu juga Al-Quran adalah kitab yang diturunkan Allah Swt. untuk memberi petunjuk kepada orang yang berbuat kebajikan, untuk membawa berita gembira tentang penyelamatan kepada orang- orang yang shaleh dan peringatan tentang azab yang kekal bagi para pelaku kejahatan. Ia terdiri atas lembaran-lembaran yang berisi nasehat bijaksana maupun peringatan, ia mengantarkan kaum beriman dari gelap gulita kepada terang benderang.

Umat Islam sebagai suatu umat yang dianugerahkan Tuhan suatu Kitab Suci yang lengkap dengan segala petunjuk yang meliputi seluruh aspek kehidupan dan bersifat universal,  dasar pendidikan mereka adalah bersumber kepada falsafah hidup yang berdasarkan kepada Al-Quran.(Omar Muhammad al-toumy al-syaibani:1979:490).

Al-Quran memandang pendidikan sebagai sarana yang amat strategis dan ampuh dalam mengangkat hartan dan martabat manusia dari keterpurukannya sebagaimna dijumpai pada masa jahiliyah. Sejalan dengan itu, Al-Quran menegaskan tentang pentingnya tanggungjawab intelektual dalam melakukan berbagai kegiatan. Dalam kaitan ini, Al- Quran selain menganjurkan manusia untuk belajar dalam arti seluas- luasnya hingga akhir hayat, mengharuskan seseorang agar bekerja dengan dukungan ilmu pengetahuan, keahlian dan keterampilan yang dimiliki,

Nabi Muhamad sebagai pendidik pertama, pada masa awal pertumbuhan Islam telah menjadikan Al-Quran sebagai dasar pendidikan Islam di samping sunnah beliau sendiri. Kedudukan Al-Quran sebagai sumber pokok pendidikan Islam dapat dipahami dari ayat Al-Quran itu sendiri, yaitu terdapat dalam( Q.S. Al-Nahl ayat: 64 dan Q.S. Shad ayat: 29) Sehubungan dengan hal ini, Ramayulis seperti yang dikutip dari Fadhil Al-Jamali menyatakan: “Pada hakikatnya Al-Quran itu merupakan perbendaan yang besar untuk kebudayaan umat manusia, terutama bidang kerohanian. Ia pada umumnya merupakan kitab pendidikan kemasyarakatan, moral (akhlak) dan spiritual.”

Al-Quran merupakan sebuah pedoman sekaligus kerangka segala kegiatan intelektual. Ia membimbing kegiatan manusia dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam padangan Husain Nasr, Al-Quran mempunyai tiga jenis petunjuk bagi manusia, yaitu: Pertama, adalah doktrin, yang memberi pengetahuan tentang struktur kenyataan dan posisi manusia di dalamnya. Kedua, Al-Quran berisi petunjuk yang menyerupai ringkasan sejarah manusia, rakyat biasa, raja-raja, orang-orang suci, dan para Nabi sepanjang zaman dan segala cobaan yang menimpa mereka. Ketiga, Al-Quran berisi sesuatu yang sulit dijelaskan dalam bahasa modern. Sesuatu itu dapat disebut magic yang agung bukan dalam arti harfiah, melainkan dalam arti metafisis.

Adapun tentang isi Al-Quran Sayid Sabiq menyatakan seperti yang dikutip oleh Abdul Rozak, bahwa Al-Quran memberikan elaborasi lebih luas dengan klasifikasi tertentu, ia menganggap bahwa secara dimensional, Al-Quran berisi tiga dimensi, yaitu dimensi spiritual, dimensi moral dan dimensi sosial.(Muhammad Quraish shibab:2002:284).

Di dalam dimensi spiritual Sayid Sabiq membagi ke dalam sepuluh bagian, yaitu: ingat kepada Allah, cabang-cabang iman, bahagia karena ikhlas, bertawakal kepada Allah, cinta dan benci karena Allah, bersyukur atas nikmat, nilai dan dampak takwa dalam kontekstualisasi dan sosialisasi, hanya ulama yang takut kepada Allah, tidak putus asa dari rahmat Allah dan menyembah hanya kepada Allah Swt.Dalam dimensi moral ia membagi dalam tujuh bagian, yaitu berlomba- lomba dalam berbuat kebaikan, istiqamah, al-ihsan, sifat malu, menunaikan amanah, berkata benar dan tidak dusta serta ramah tamah atau sopan santun. Dan dalam dimensi sosial ia membagi dalam delapan bagian,yaitu wanita dalam masyarakat, wanita Islam berinteraksi, sikap orang tua kepada anak, anak kepada orang tuanya, lemah atau tertindas di dalam masyarakat, tata tertib dalam pergaulan, kebiasaan saling mengucapkan salam, dan hak asasi manusia.

BACA JUGA :  Belanja Ilmu Dengan Window Shopping

Menurut Abuddin Nata, bahwa paradigma Islam dalam melihat pendidikan sebagaimana dijumpai dalam Al-Quran tampak belum sepenuhnya dipahami dan dipraktekkan oleh umat Islam di Indonesia dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini bisa terlihat dari mayoritas umat Islam di Indonesia masih amat terbelakang dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, ekonomi, kebudayaan, peradaban dan lain sebagainya. Hal ini merupakan kondisi obyek yang memperlihatkan masih adanya kesenjangan atau jurang yang amat dalam antara umat Islam dengan ajaran Al-Quran dan As-Sunah yang seharusnya diamalkan.Ia lebih lanjut mengatakan, bahwa Al-Quran yang sudah turun sejak lima belas abad yang lalu ternyata belum dipahami dan dipraktekkan oleh umat Islam pada umumnya, dan umat Islam Indonesia pada khusunya.(schubert:1976:198) maupun untuk pengambilan keputusan dalam kurikulum itu sendiri. Hal itu dimaksudkan untuk memeriksa tingkat ketercapaian tujuan-tujuan pendidikan pada lembaga pendidikan yang bersangkutan.”

Kurikulum pendidikan islami.Kerangka Dasar Penyusunan Kurikulum.Di dalam Alquran ditemukan beberapa ayat yang dapat dijadikan kerangka dasar sebagai pedoman operasional dalam penyusunan kurikulum pendidikan Islam. Kerangka tersebut adalah tauhid, yang menjadi kurikulum inti (intra culiculer) pendidikan Islam, dan harus dimantapkan sebagai unsur pokok yang tak dapat dirubah. Dalam Alquran Allah Swt. menyatakan tentang sifat Tauhid sebagai berikut:(Q.S. al-Ikhlash:112: 14) yang berbunyi:

“Katakanlah (Muhammad), Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah tempat meminta segala sesuatu (Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia.”

Surat (Thaha/20: 14) yang berbunyi:”Sungguh, Aku ini Allah, tidak ada tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan laksanakanlah shalat untuk mengingat Aku.” Ayat ini menjelaskan bahwa Allah Swt. itu sendiri yang mengatakan rentang adanya Zat-Nya. Umat Islam diperintah untuk melaksanakan shalat guna mengingat-Nya. Dalam Tafsir alMisbhah disebutkan bahwa, jika seseorang telah mengenal Allah Swt. dengan pengenalan yang sesungguhnya, maka otomatis akal pikirannya, jiwa dan hatinya akan terpanggil untuk mendekat kepada-Nya dengan bentuk ibadah dan ketundukan yang paling jelas yaitu melaksanakan shalat,

Dalam surat (al-Anbiya:21:22)Allah Swt. berfirman yang Artinya: Seandainya pada keduanya (di langit dan di bumi) ada tuhan-tuhan selain Allah, tentu keduanya telah binasa. Mahasuci Allah yang memiliki ‘Assy. dari apa yang mereka sifatkan. Islam adalah agama tauhid di mana umatnya harus menyembah kepada Tuhan Yang Maha Esa. Hal itu ditegaskan Allah dalam surat. (al- Anbiya:21:92).

Artinya: Sungguh, (agama tauhid) inilah agama kamu, agama yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku Muhammad Quraish Shihab dalam Tafsir al-Mishbah menyebutkan, Maha Suci Allah Swt. dari apa yang disifatkan orang-orang musyrik terhadap-Nya seperti Allah memiliki sekutu, anak dan lain-lain yang mengesankan aib Allah Swt. tidak pantas ditanya, yakni dimintai pertanggungjawaban, dikritik dan dikecam tentang apa yang diperbuat-Nya. Allah Maha Kuasa, Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana dan merekalah yakni makhluk mukallaf dan atau bersama tuhan-tuhan yang mereka sembah.

Pendidikan tentang jahiyah Allah Swt. yaitu keyakinan tentang keesaan Allah Swt., Dia-lah satu-satunya Pencipta alam ini dan Dia-lah satu- satunya yang pantas untuk disembah. Dalil-dalil tentang ulubiyah Allah Swt. ini banyak tertera dalam Alquran, diantaranya surat (al-Baqarah:2: 163 ) yang Artinya: Dan Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada tuhan selain Dia, Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang Allah Swt. adalah Tuhan semua manusia, baik mukmin, kafir atau munafik. Hanya Dia yang berhak disembah, Siapa saja yang menyembah selain Dia, atau menyembah-Nya disertai dengan penyembahan kepada tuhan yang lain, maka ibadahnya tidak akan diterima oleh Allah. Dia Maha Esa dalam penyembahan makhluk-Nya. Pendidikan keimanan tentang asma’ dan sifat Allah Swt. berarti bahwa kaum muslimin meyakini bahwa Allah Swt. mempunyai nama-nama yang baik dan sifat-sifat yang tinggi serta tidak ada yang syarikat bagi-Nya. Banyak ayat-ayat Alquran yang mengungkapkan tentang asma’ dan sifat Allah Swt., diantaranya adalah surat (al-A’raf:7 ayat 180) yang berbunyi:Artinya: Dan Allah memiliki Asma al-Husna (nama-nama yang terbaik), maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asmaul’Husna  dan tinggalkanlah orang-orang yang menyalah artikan nama-nama-Nya. Mereka kelak akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. Demikianlah pendidikan keimanan (tauhid) terhadap Allah Swt. yang meliputi keesaan zat, nububiyah, ulahiyah, asma dan sifat-Nya. Tauhid yang demikian yang menjadi inti dari rumusan kurikulum pendidikan dalam Alquran.Kurikulum dalam Alquran Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, bahwa ada empat komponen kurikulum, yaitu:

Tujuan pendidikan yang hendak dicapai, meteri atau bahan yang akan diberikan , metode yang dipakai dalam menyampaikan dan penilaian (eveluasi). Masing-masing komponen tersebut sebenarnya saling berkaitan, bahkan masing-masing merupakan bagian yang integral dari kurikulum tersebut. Tujuan yang akan dicapai menyiratkan pengertian tentang adanya landasan dasar tempat bertolak. Sejalan dengan hal ini, maka menurut pendidikan Islam aspek kurikulum harus sejalan dengan tujuan ajaran Islam yang diemban oleh Rasulullh saw, sebagaimana hadis yang berbunyi Susungguhnya aku diutus adalah untuk membimbing manusia mencapai akhlak sang mulia.

Dengan demikian dapat dikemukakan di sini bahwa pertimbangan-pertimbangan para ahli pendidikan Islam dalam memilih dan menentukan kurikulum adalah mengedepankan aspek agama akhlak karimah, kemudian berikutnya baru segi duniawi/kebudayaan, bila dibandingkan dengan pendidikan umumnya yang lebih mengutamakan aspek duniawi/produk budaya, maka kurikulum pendidikan Islam lebih mengutamakan aspek agama dan kebahagian hidup yang seimbang antara dunia dan akhirat, sebagaimana firman Allah dalam surat (al-Qashash:28:77), Yang Artinya : “Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuat baiklah (kepada makhluk lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kenakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berniat kerusakan. Menurut Quraish Shihab ada beberapa catatan penting yang perlu digaris bawahi tentang ayat ini, agar kita tidak terjerumus dalam kekeliruan. Pertama, dalam pandangan Islam, hidup duniawi dan ukhrawi merupakan satu kesatuan, Dunia adalah tempat menanam dan akhirat tempat menuai. Apa yang anda tanam di sini, akan diperoleh buahnya di sana. Islam tidak mengenal istilah amal dunia dan amal akhirat. (Arifin:1991:199).

Menggarisbawahi pentingnya mengarahkan pandangan kepada akhirat sebagai tujuan dan kepada dunia sebagai sarana mencapai tujuan. Ini terlihat dengan jelas dengan firman-Nya yang memerintahkan mencari dengan penuh kesungguhan kebahagiaan akhirat pada apa yang dianugerahkan Allah atau dalam istilah ayat di atas. Kedua, ayat di atas menggunakan redaksi yang bersifat aktif ketika berbicara tentang kebahagiaan akhirat, bahkan menekankannya dengan perintah untuk bersungguh-sungguh dan dengan sekuat tenaga berupaya meraihnya. Sedangkan perintah-Nya menyangkut kebahagiaan duniawi berbentuk pasif yakni, jangan lupakan Ini mengesankan perbedaan antar keduanya.

Tujuan akhir ini, walau bagaimana pun mustahil dicapai dalam proses sekali jalan. Pencapaiannya dilakukan secara bertahap antara lain, pertama menempatkan manusia dalam kehidupannya sebagai hamba Allah (QS al-Dramat/51:56) Artinya: Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku. Menurut Musthafa al-Maraghi ayat tersebut menerangkan hal ihwal orang-orang musyrik dalam mendustakan Rasul-Nya Muhammad saw, maka Dia menyebutkan pula perbuatan mereka yang buruk, di mana mereka tidak beribadah kepada Allah yang telah menciptakan mereka semata-mata untuk beribadah kepada-Nya.”

Senada dengan ayat di atas adalah firman Allah dalam surat al-Taubah/09: 31 yang berbunyi: “Mereka menjadikan orang-orang alim (Yahudi), dan sahib-sahibnya (Nastani) sebagai tuhan selain Allah, dan (juga) Al-Masih putra Maryam padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Mahaesa; tidak ada tuhan selain Dia. Mahasuci Dia dari apa yang mereka persekutukan”.

Al-Maraghi menyatakan, sebagian mufassir berpendapat bahwa makna ayat ini adalah kecuali supaya mereka tunduk kepada-Ku, dan merendahkan diri. Yakni bahwa setiap makhluk dari jin dan manusia tunduk kepada keputusan Allah, patuh kepada kehendak-Nya, dan menuruti apa yang telah Dia takdirkan atasnya. Allah menciptakan mereka menurut apa yang dia kehendaki, dan Allah memberi rezeki kepada mereka menurut keputusan-Nya, tidak seorangpun di antara mereka yang dapat memberi manfaat maupun mudarat kepada dirinya sendiri.

Tahap kedua untuk mewujudkan tujuan akhir pendidikan Islam tersebut adalah menempatkan dirinya sebagai Khalifah Allah di muka bumi (QS. Al-Baqarah2: 30). Waidz Qala rabbuka lil mala’ikah inniy jailun fi abandhi khalifah, sesuai dengan fitrah kejadiannya. Dari aspek materi, kurikulum pendidikan Islam walaupun berisi materi yang berbeda atau bervariasi tetapi pada prinsipnya tetap harus. Konsisten dengan tujuan dimaksud. Al-Quran mengajak manusia untuk memperhatikan berbagai fenomena alam, (ayat kauniyah) sebagai tanda-tanda kebesaran-Nya. Tentang hal ini dapat dibaca misalnya pada surat (al-Jatsiyah:45:12-13).

“Allahlah yang menundukkan lautan untukmu supaya kapal-kapal dapat berlayar padanya dengan izin-Nya dan mudah-mudahan kamu bersyukur Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai sahmat dari-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir”.

Kandungan penting dan inti dari kedua ayat ini menurut al-Maraghi adalah sesungguhnya alam beserta isinya merupakan suatu rangkaian, seolah- olah satu tubuh di mana setiap bagiannya memerlukan bagian-bagian yang lain. Contohnya hujan tak akan terjadi tanpa adanya panas matahari. (Ruben forganty:1991:97).

Kapal tidak bisa berlayar tanpa adanya angin, batubara atau listrik dan sebagainya.” Bila dikaitkan dengan pendidikan, maka ayat ini merupakan petunjuk tentang pentingnya ilmu-ilmu alam sebagai sarana untuk dapat memanfaatkan alam dan isinya bagi kemaslahatan umat manusia. Pada ayat yang lain berkaitan dengan hal ini juga, adalah firman-Nya dalam (QS. Al- Nahl/16: 44)

“(mereka Kami utus) dengan membawa keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan abDzilor (al-Qur’an) kepadamu, agar engkau menangkan kepada manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan agar mereka memikirkan”

Dari penjelasan di atas, dipahami bahwa sesungguhnya Al-Quran memberi dorongan yang cukup tinggi untuk mengembangkan ilmu-ilmu yang bersumber pada wahyu Allah, yaitu ilmu-ilmu yang berdasarkan penalaran (science). “Ilmu-ilmu yang bersumber dari wahyu itu jelas adalah tafsiran dari Al-Quran. Hasil dari interpretasi manusia terhadap Alquran, lahirlah apa yang disebut ilmu-ilmu agama seperti ilmu tafsir, hadis, fiqh, dan sebagainya. Kemudian hasil interpretasi manusia terhadap fenomena alam melahirkan ilmu-ilmu penalaran (science) seperti ilmu alam, seperti fisika, astronomi, biologi, kedokteran, ilmu bunm sebagainya.”

Selama ini, kita menggunakan term ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum. Kedua macam ilmu itu dibedakan dari segi objek bahasannya saja. Penggunaan kedua istilah tersebut bukan berarti keduanya berada pada kutub yang berlawanan (dikotomis), namun justru keduanya bersifat saling membutuhkan atau komplementer. Dengan demikian materi kurikulum pendidikan Islam yang berdasarkan Al-Quran sejatinya mengintegrasikan kedua macam ilmu tersebut. Perpaduan kedua macam ilmu itulah yang akan membawa kepada kemajuan umat manusia dalam arti yang sesungguhnya.

Isi kurikulum yang berorientasi pada “keislaman”. Rumusan isi kurikulum yang berkaitan dengan fenomena alam semesta sebagai makhluk yang diamanatkan dan untuk kepentingan manusia. Bagian ini meliputi ilmu fisika, kimia, pertanian, perhutanan, perikanan, farmasi, astronomi, ruang angkasa, geologi, geofisika, botani, zoology, biogenetik, dan sebagainya. Isi kurikulum ini berpijak pada ayat-ayat afaqi.”

Ketiga bagian isi kurikulum tersebut disajikan dengan terpadu (integrated approach), tanpa ada dikotomi, misalnya apabila membicarakan Tuhan dan sifatnya akan berkaitan pula dengan relasi Tuhan dengan manusia dan alam semesta. Membicarakan asmaul husna sebagai penjelasan tauhid al-sifat (mengesakan Allah dalam sifatNya) juga menjelaskan pula bagaimana manusia berprilaku seperti perilaku TuhanNya, baik terhadap sesama manusia maupun alam semesta. Jika Allah Swt. cinta yang inklusif (arahman) dan cinta eksklusif (arahim), maka manusia pun harus demikian, Isi kurikulum tersebut akan membicarakan hakikat Tuhan, manusia dan alam semesta. (Samsul Nazar:2002:90).

Ayat Alquran Tentang Pengembangan Kurikulum

Kurikulum untuk madrasah di seluruh Indonesia pada dasarnya adalah sama, Namun ada madrasah yang dapat menghasilkan lulusan yang bermutu dan ada yang tidak dapat, ada madrasah yang diminati banyak masyarakat dan ada pula yang tidak laku’. Perbedaan ini disebabkan bukan karena perbedaan kurikulumnya melainkan karena perbedaan pelaksanaan kurikulum tersebut. Ada madrasah yang melaksanakan kurikulum dengan baik sehingga dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas dan menjadi madrasah favorit dan ada pula madrasah yang kurang begitu baik pelaksanaan kurikulumnya sehingga lulusannya pun kurang bermutu dan madrasahnya tidak diminati masyarakat. Menjadi tugas dan tanggung jawab kepala madrasah, sebagai nakhoda madrasah yang bersangkutan, untuk mengembangkan kurikulum di madrasah yang ia pimpin sehingga madrasahnya itu benar-benar dapat memenuhi harapan masyarakat. Disisi lain guru dan tenaga kependidikan yang di madrasah ikut serta dalam menterjemahkan dan menjalankan seluruh kurikulum yang ada. Untuk menentukan aspek kurikulum mana yang perlu dikembangkan, perlu diketahui terlebih dahulu apa tujuan dari pengembangan kurikulum itu.(shibab:vol xlll:552).

Yang sangat besar, karena hal tersebut mengarah kepada sesuatu yang lebih baik. Kemampuan ini menuntut seorang guru agar selalu kreatif dalam menciptakan suasana pembelajaran yang dinamis, aktif dan menyenangkan. Islam menganjurkan umatnya agar selalu berkembang dan menyesuaikan diri terhadap zaman ia tinggal. Ketika kehidupan semakin kompleks, majunya teknologi dan manambahnya kebutuhan manusia maka berakibat timbulnya banyak berbagai jenis masalah baru, hal tersebut menuntur manusia agar mempersiapkan hal tersebut. Ali bin Abi Thalib memberikan nasehat pada seluruh umat Islam agar mempersiapkan hal tersebut dengan belajar:

Ali bin Abi Thalib berkata: “Ajarkanlah anak-anak kalian maka sesungguhnya mereka diciptakan untuk suatu zaman yang bukan zaman kalian.”  pendidikan keilmuan sehingga memiliki keahlian secara akademik dan intelektual. Merujuk pada sistem pengelolaan pembelajaran yang berbasis subjek (mata pelajaran), guru seharusnya memiliki kesesutan antara latar belakang keilmuan dengan subjek yang dibina, selain itu, guru memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam penyelenggaraan pembelajaran dikelas. Secara otentik kedua hal tersebut dapat dibuktikan dengan ijazah akademik dan ijazah keahlian mengajar (akta mengajar) dan lembaga pendidikan yang diakreditas pemerintah. Hasan S. Hamid dalam Muhaimin menjelaskan bahwa proses pengembangan kurikulum dapat digambarkan dalam chart berikut ini:

Pemilihan target dari system pendidikan. Didalam penentuan target ini satu-satunya kriteria yang menjadi pegangan adalah adanya kesediaan dari pejabat pendidikan untuk turut serta dalam kegiatan kelompok yang intensif  partisipasi guru dalam pengalaman guru dalam pengalaman kelompok yang intensif, pengembangan pengalaman kelompok yang intensif untuk satu kelas atau unit pelajaran, partisipasi orang tua dalam kegiatan kelompok. Dari paparan di atas maka dapat disimpulkan bahwa dalam melakukan proses pengembangan kurikulum dapat dilakukan berapa tahapan-tahapan, diantaranya: Tujuan yang ingin dicapai, Menyusun program-program yang ingin dicapai,Melaksankan program-program yang telah disusun, Mengevaluasi setiap program dan langkah yang dilakukan. (Muhaimin :2005:12).

Tujuan Tertinggi/Terakhir. Tujuan ini bersifat mutlak, tidak mengalami perubahan dan berlaku umum, karena sesuai dengan konsep ketuhanan yagmendukung kebenaran mutlak dan universal. Tujuan tertinggi ini pada akhirnya sesuai dengan tujaun hidup manusia dan peranan sebagai ciptaan Tuhan.

Tujuan Umum. Berbeda dengan tujuan tertinggi mengutama- kan pendekatan filosofik, tujuan umum lebih bersifat empirik dan realistik. Tujuan umum berfungsi sebagai arah yang taraf pencapaiannya dapat diukur karena menyangkut perubahan sikap, prilaku dan kepribadian peserta diidik.

Tujuan Khusus. Tujuan khusus ialah pengkhususan atau operasional tujuan tertinggi/terakhir dan tujuan umum (pendidikan Islam). Tujuan khusus bersifat relatif sehingga dimungkinkan untuk diadakan perubahan dimana perlu sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan selama tetap berpijak pada kerangka tujuan tertinggi/terakhir dan umum itu.

Tujuan Sementara. Menurut Zakiah Daradjat, tujuan sementara itu merupakan tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu kurikulum pendidikan formal.( M.Amiem Rais:1987:136).

kurikulum pendidikan islami. Kurikulum merupakan salah satu komponen yang sangat menentukan dalam suatu sistem pendidikan, karena itu kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan dan sekaligus sebagai pedoman dalam pelaksanaan pengajaran pada semua jenis dan tingkat pendidikan. Setiap pendidik harus memahami perkembangan kurikulum, karena merupakan suatu formulasi pedagogis yang paling penting dalam konteks pendidikan, dalam kurikulum akan tergambar bagaimana usaha yang dilakukan membantu siswa dalam mengembangkan potensinya berupa fisik,intelektual, emosional, dan sosial keagamaan dan lain sebagainya.

Dengan memahami kurikulum, para pendidik dapat memilih dan menentukan tujuan pembelajaran, metode, teknik, media pengajaran, dan alat evaluasi pengajaran yang sesuai dan tepat. Untuk itu, dalam melakukan kajian terhadap keberhasilan sistem pendidikan ditentukan oleh semua pihak, sarana dan organisasi yang baik, intensitas pekerjaan yang realistis tinggi dan kurikulum yang tepat guna. Oleh karena itu, sudah sewajarnya para pendidik dan tenaga kependidikan bidang pendidikan Islam memahami kurikulum serta berusaha mengembangkannya. Dalam makalah ini akan dibahas kurikulum pendidikan Islam secara mendalam. (Sirajuddin Zar:1999)

cakupan kurikulum pendidikan islami

Hubungan Manusia dengan Allah swt. Hubungan vertikal anatar insan dengan khaliknya mendapat prioritas pertama dalam kurikulum ini, karena pokok ajaran inilah yang pertama-tama perlu ditanamkan kepada peserta didik. Tujuan kurikuler yang hendak dicapai dalam hubungan manusia dengan Allah swt. Ini mancakup segi keimanan, rukun islam, dan ihsan. Temasuk didalamnya membaca Al Qur’an dan menulis huruf Al-Qur’an.

Hubungan manusia dengan manusia.Aspek pergaulan hidup manusia dengan sesamanya sebagai pokok ajaran agama islamyang penting ditempatkan pada prioritas kedua dalam urutan kurikulum ini. Tujuan kurikuler yang hendak dicapai dalam kurikulum ini mencakup segi kewajiban dan larangan dalam hubungan dengan sesama manusia segi hak dan kewajiban di dalam bidang pemilikan dan jasa, kebiasaan hidup bersih dan sehat jasmani dan rohani dan sifat-sifat kepribadiannya yang baik.

Hubungan manusia dengan Alam.Agama islam banyak mengajarkan kepada kita tentang bagaimana alam sekitar, dan manusia diberi mandat oleh Allah swt. Sebagai khalifah di muka bumi. Manusia boleh menggunakan dan mengambil manfaat dari alam menurut garisgaris yang telah ditemtukan agama. Dalam kurikulum pendidikan agama islam yang sudah-sudah aspek ini dimasukkan:Aspek hubungan manusia dengan alam mempunyai dua arti untuk kehidupan peserta didik:

Mendorong peserta didik untuk mengenal alam..Selanjutnya mencintai dan mengambil manfaat sebanyak-banyaknya. Tentu dengan demikian secara tidak langsung mendorong mereka untuk ikut ambil bagian dalam pembangunan, baik untuk dirinya maupun untuk masyarakat dan negara.

Dengan mengenal alam dan mencintainya.peserta didik akan mengetahui keindahan dan kehebatan alam semesta.Hal yang demikian akan menambah iman mereka kepada Allah swt. Sebagi maha pencipta. Tujuan kurikuler yang hendak dicapai mencakupsegi cinta alam dan turut serta dalam memelihara, mengolah dan memanfaatkan alam sekitar; sikap syukur terhadap nikmat Allah swt; mengenal hukum-hkum agama tentang makanana dan minuman.( Abu Ahmadi: 1985)

menterjemahkan al-quran dan al sunnah ke dalam kurikulum  Pendidikan islami.kehidupan manusia di mana mereka dipersyaratkan untuk membekali diri dengan ilmu pengetahuan, keterampilan, dan kepribadian agar mampu menyiasati dan mewarnai perubahan tersebut ke arah yang lebih baik.Kemudian dalam konteks wilayah pengabdian diri kepada Allah Swt sebagai ‘abd Allah, maka kandungan kurikulum pendidikan Islam harus berisikan tentang:

Hakikat manusia sebagai ‘abd Allah yang merupakan:           

makhluk spiritual yang memiliki perjanjian suci dengan Tuhan,makhluk yang diperintahkan untuk berserah diri dan menyembah kepada-Nya,makhluk yang diperintahkan untuk tidak mensyarikatkan ibadah yang dilakukan kepada sesuatu, kecuali hanya Allah Swt semata, dan makhluk yang diperintahkan untuk bersikap tulus ikhlas dalam beribadah kepada-Nya.

Tugas-tugas pengabdian manusia yang berdimensi luas, baik dalam dimensi vertikal maupun horizontal (habl min Allah wa habl min al-nâs). Dalam dimensi vertikal, tugas-tugas pengabdian itu mencakup pelaksanaan ibadah mahdlah secara kontinum sepanjang kehidupan, seperti shalat, puasa, zakat, dan haji. Sedangkan dalam dimensi horizontal, pengabdian itu meliputi semua ‘amal shalih atau perbuatan baik yang berhubungan dengan kehidupan antar sesama manusia dan makhluk ciptaan Allah Swt.

Al-‘Ilm, yakni semua ilmu pengetahuan yang dibutuhkan manusia untuk berkemampuan merealisasikan fungsinya sebagai makhluk ibadah (‘abd Allah), yakni makhluk yang diperintahkan untuk secara kontinum mengabdi kepada Allah Swt dengan tulus dan ikhlas. Karenanya, dalam konteks ini, kurikulum pendidikan islami harus memuat ilmu-ilmu syari’ah, ilmu-ilmu naqliyah, atau ilmu-ilmu perenial yang mencakup al-Qur’an dan Sunnah serta seluruh ilmu-ilmu yang digali dan dikembangkan dari keduanya.*

Administrasi Publik, dan sebagainya), Ilmu Perpustakaan, Ilmu Kerumah- tanggaan, Ilmu Komunikasi (Komunikasi Massa dan sebagainya).

Asas asas kurikulum pendidikan islami

Sebagaimana alam mengajarkan bahwa apa yang kita lakukan haruslah menggunakan ilmu yang kita miliki sebagai bentuk pertanggung jawaban manusia pada Allah swt. Begitu pula bahwa penggunaan metode dalam pendidikan juga memiliki beberapa pertimbangan yang harus diikuti, ada beberapa 5/12

yang harus dipenuhi dalam menggunakan metode, seperti maslahat agama, dunia peserta didik dan lain-lain. Adapun prinsip-prinsip metodologis yang dijadikan landasan psikologi yang memperlancar proses kependidikan Islam yang sejalan dengan ajaran Islamadalah sebagai berikut:Prinsip memberikan suasana kegembiraan, Prinsip memberikan layanan dan santunan dengan lemah lembut,Prinsip kebermaknaan bagi anak didik,Prinsip pra-syarat,Prinsip komunikasi terbuka, Prinsip pemberian pengetahuan baru, Prinsip memberikan prilaku yang baik,Prinsip praktek yang aktif Building,Prinsip kasih sayang dan pembinaan pada anak didik, dan lain sebagainya.Dalam tataran praktikal, suatu hal yang harus diingat oleh semua pendidik adalah bahwa tidak satupun dari metode diatas yang bisa digunakan untuk semua bahan dan tujuan pembelajaran.(Arifin:1991:199)

karakteristik kurikulum pendidikan islami

Karakteristik kurikulum pendidikan Islam haruslah mencermikan nilai- nilai islami yang dihasilkan dari pemikiran kefilsafatan dan termanifestasi dalam seluruh aktifitas dan kegiatan pendidikan Islam yang tidak boleh dipisahkan dengan prinsip-rinsip yang telah ditetapkan dalam al-Qur’an dan hadits, yang mana konsep inilah yang membedakan kurikulum pendidikan Islam dengan kurikulum pada umumnya. Dalam menetapkan karakteristik kurikulum pendidikan Islam, Omar Mohammad a-Toumy al-Syaibani (1979:62), menyatakan bahwa:

Harus mementingkan tujuan agama dan akhlak dalam berbagai hal seperti tujuan dan kandungan, kaedah, alat dan tekniknya.Harus meluaskan perhatian dan kandungan hingga mencakup perhatian, pengembangan serta bimbingan terhadap segala aspek pribadi peserta didik dari segi intelektual, psikologi, sosial dan spiritual sehingga cakupan kandungannya termasuk bidang ilmu, tugas dan kegiatan yang bermacam-macam.Harus seimbang antara kandungan kurikulum tentang ilmu dan seni, pengalaman dan kegiatan pengajaran yang beragam model Harus menekankan konsep menyeluruh dan keseimbangan pada kandungannya yang tidak hanya terbatas pada ilmu-ilmu teoritis, baik (Zainuddin :2006)

Penutup

Kurikulum merupakan jalan yang dilalui untuk menuju pada sesuatu. Sedangkan hakikat kurikulum dalam perspektif filsafat pendidikan Islam adalah Alquran dan hadis. Alquran dan hadis sebagai sumber primer pendidikan Islam. Dari dua sumber inilah materi-materi pendidikan Islam digali oleh orang-orang yang kompeten dan dalam perspektif keilmuan masing-masing. Dari penggalian yang sungguh-ungguh inilah lahir orang-orang kompeten dalam ilmu tauhid, fikih, tasauf, astronomi. kesehatan, dan lain-lainnya. Dari sumber yang sama namun dapat melahirkan berbagai disiplin ilmu.

Berita Terkait

Gelar Diskusi: Tantangan Dan Sokusi Pemberian Kredit Bank di Wilayah Terpencil Papua
Spektakuler! Tari “Samawa Balong” Persembahan Siswa-Siswi SDN Barungan pada Malam Budaya di Kabupaten Sumbawa Barat
Pancaro Air Terjun Di Kerinci
ITSKes Muhammadiyah Selong Gelar Workshop Pengembangan Kurikulum Prodi Bisnis Digital
Larangan Men-Zihar Istri Dalam Pandangan Islam
Nikmati Relaksasi dan Manfaat Kesehatan di Pemandian Air Panas Cangar
Berlangsung Seru dan Menyenangkan! Pelatihan Komunitas Belajar (Kombel) Oleh DIKBUD Sumbawa Barat
Jurnalistik & Ngopi: Yuk, Ikuti Pelatihan Eksklusif di Angkringan Prabu Moker Malang
Berita ini 28 kali dibaca

Berita Terkait

Jumat, 13 September 2024 - 23:52 WIB

Gelar Diskusi: Tantangan Dan Sokusi Pemberian Kredit Bank di Wilayah Terpencil Papua

Kamis, 12 September 2024 - 21:14 WIB

Spektakuler! Tari “Samawa Balong” Persembahan Siswa-Siswi SDN Barungan pada Malam Budaya di Kabupaten Sumbawa Barat

Kamis, 12 September 2024 - 16:39 WIB

Pancaro Air Terjun Di Kerinci

Kamis, 12 September 2024 - 08:20 WIB

ITSKes Muhammadiyah Selong Gelar Workshop Pengembangan Kurikulum Prodi Bisnis Digital

Rabu, 11 September 2024 - 18:58 WIB

Larangan Men-Zihar Istri Dalam Pandangan Islam

Selasa, 10 September 2024 - 18:38 WIB

Nikmati Relaksasi dan Manfaat Kesehatan di Pemandian Air Panas Cangar

Senin, 9 September 2024 - 13:58 WIB

Berlangsung Seru dan Menyenangkan! Pelatihan Komunitas Belajar (Kombel) Oleh DIKBUD Sumbawa Barat

Minggu, 8 September 2024 - 16:31 WIB

Jurnalistik & Ngopi: Yuk, Ikuti Pelatihan Eksklusif di Angkringan Prabu Moker Malang

Berita Terbaru