SUARA UTAMA, MANOKWARI – Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Wilayah Mnukwar gelar diskusi publik dalam rangka menolak pelaksanaan New York Agreement 15 Agustus 1962 oleh pemerintah Indonesia, Amerika dan Belanda diatas tanah Papua.
BACA JUGA : Tingkatkan Kompetensi, FH Universitas Bangka Belitung Gaet AR Learning Center dalam Penerapan Soft Skill
Proses aneksasi Irian Barat (Papua) kedalam bingkai negara kesatuan republik Indonesia (NKRI) mengalami tantangan yang cukup serius dan tindakan protes terhadap integrasi Papua kedalam NKRI semakin menguat kearah tuntutan pemisahan diri dari NKRI.

Karena, sama sekali rakyat Papua tidak libatkan dalam setiap proses perundingan yang membahas masa depan wilayahnya.
Dimana pelaksanaan konfrensi meja bundar (PKMB) tahun 1949, perjanjian New York Agreement 15 Agustus 1962, Roma Agreement 1962, Aneksasi Papua kedalam NKRI pada 1 Mei 1963.

Kemudian, ditindak lanjut pada pelaksanaan penentuan pendapat rakyat (PEPERA) pada tahun 1969 tidak dilaksanakan sesuai prinsip-prinsip universal didalam mekanisme hukum internasional bahwa “one man one vote” (satu orang satu suara).

“Namun mereka laksanakan secara “one group one vote” kepada 1025 orang yang di wakili dari 815.906 penduduk orang Papua yang ada saat itu”terang ketua KNPB Alexander Nekenem kepada wartawan suarautama.id tadi siang, Senin (15/08/2022) di Amban, Manokwari, Papua Barat.
Lanjut Alexander, setiap perundingan itu orang Papua tidak pernah terlibat untuk menyaksikan dan menetukan nasib masa depan bangsanya.
“Akan tetapi hanya di lakukan oleh sepihak antara pemerintah Indonesia, Amerika dan Belanda di bawah pengawasan PBB” ujarnya
Memoria pasionis ini diperlakukan secara tindakan yang tidak manusiawi oleh instrumen kekuasan pemerintah Indonesia dan Amerika sejak itu.
“Hal itu terjadi demi kepentingan sosial, ekonomi dan politik bagi penguasa. Sehinga kata Nekenem hingga detik ini martabat manusia direndahkan, SDA di ekspoitasi dan eksplorasi, manusia di bunuh, disiksa, ditindas dan dipenjarakan” bebernya.
Untuk itu, KNPB wilayah Mnukwar menyatakan sikap bahwa:
Pertama, Kami menolak perjanjian New York 15 Agustus 1962, karena rakyat Papua tidak di libatkan dalam perjanjian tersebut.
Kedua, Keberadaan Indonesia diatas tanah Papua Ilegal, karena dalam proses aneksasi tidak melibatkan orang Papua.
Ketiga, Menolak dengan tegas pemekaran daerah otonomi baru (DOB) dan memdesak pemerintah Indonesia agar segera mencabut otonomi khusus jilid 2 di Papua.
Keempat, Segera bebaskan Tuan Viktor Yeimo sebagai korban rasisme yang kambing hitamkan oleh pemerintah Indonesia.
Kelima, Tarik keluar militer organik dan non-organik yang berada di wilayah yang sedang konflik di tanah Papua.
Keenam, Mendesak kepada pemerintah Indonesia dan perserikatan bangsa-bangsa, agar segera memberikan hak penentuan nasib sendiri bagi rakyat bangsa Papua, karena hak penentuan nasib sendiri tidak gunakan sebaik-baiknya.
Ketujuh, Referendum sebagi solusi damai antara indonesia dan bangsa Papua.