SUARA UTAMA, KAL-BAR –
QS. Ali Imran: 134 الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ فِى السَّرَّۤاءِ وَالضَّرَّۤاءِ وَالْكَاظِمِيْنَ الْغَيْظَ وَالْعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِۗ وَاللّٰهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَۚ
Artinya : (yaitu) orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan.
(QS. Ali Imran: 134)
Interpretasi Para Mufasir
Dalam tafsir Li Yaddabbaru Ayatih atau Markaz Tadabbur, Umar bin Abdullah Al-Muqbil mengatakan bahwa ayat ini membahas tentang sifat-sifat orang yang bertakwa dan dijanjikan surga oleh Allah SWT. Dalam tafsir Al-Qur’an Al-Azhim karya Ibnu Katsir. Terdapat empat sifat yang dimiliki orang yang bertaqwa, di antaranya: Suka berinfak, Mampu menahan amarah, Memaafkan orang lain, Berbuat hal baik kepada sesama makhluk, Sifat-sifat ini bisa dikategorikan sebagai nilai pendidikan sosial di masyarakat.
Berdasarkan tafsir Al-Wajiz menerangkan contoh sifat orang bertakwa adalah yang menafkahkan hartanya untuk mencari rida Allah, Juga orang-orang yang menahan amarahnya dengan bersabar sesuai kemampuan mereka untuk menampakkannya. Sehingga tidak ada satu pun yang terzalimi. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Imam Al-Zuhayli berpendapat bahwa ayat ini mengisyaratkan tentang kemuliaan Rasulullah SAW, yang memaafkan para pasukan pemanah saat mereka tidak mengikuti intruksi beliau dalam perang Uhud.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Allah berfirman, اَلَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ بِالَّيْلِ وَالنَّهَارِ سِرًّا وَّعَلَانِيَةً فَلَهُمْ اَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْۚ
Artinya : Orang-orang yang menginfakkan hartanya malam dan siang hari (secara) sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. (QS. Al-Baqarah : 274)
Kesimpulan ayat Ayat ini dapat disimpulkan bahwa secara umum, perilaku orang-orang yang bertakwa dibagi menjadi dua :
Pertama, orang-orang yang senantiasa taat dan beribadah kepada Allah. Mereka adalah orang yang berinfak dalam keadaan suka dan duka, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain.
Kedua, orang – orang yang berdosa dan segera bertaubat. Mereka adalah orang-orang yang disebut pada ayat 135. Mereka dimasukkan oleh Allah sebagai bagian dari orang-orang yang bertakwa karena seseorang yang berdosa, lalu segera bertaubat, maka statusnya sama seperti orang yang bertakwa, yang mendapatkan kemuliaan dari Allah SWT.
Allah SWT Berfirman وَالَّذِيْنَ اِذَا فَعَلُوْا فَاحِشَةً اَوْ ظَلَمُوْٓا اَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللّٰهَ فَاسْتَغْفَرُوْا لِذُنُوْبِهِمْۗ وَمَنْ يَّغْفِرُ الذُّنُوْبَ اِلَّا اللّٰهُ ۗ وَلَمْ يُصِرُّوْا عَلٰى مَا فَعَلُوْا وَهُمْ يَعْلَمُوْنَ
Artinya : 135. dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menzalimi diri sendiri, (segera) mengingat Allah, lalu memohon ampunan atas dosa-dosanya, dan siapa (lagi) yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan dosa itu, sedang mereka mengetahui. (QS. Ali Imran : 135)
Nilai – nilai pendidikan
1.Mendidik hambanya agar senantiasa bertakwa dan mengeluarkan infaknya di waktu luang dan sempit.
2.Mengajarkan hambanya agar bisa menahan amarah dan berlapang dada serta mudah memaafkan orang lain.
3.Mendidik hambanya menjadi pribadi yang taat dengan mencintai kebaikan dan amal saleh.
4.Menanamkan keimanan yang kuat dengan amalan takwa yang mendekatkan diri kepada Allah.
Makna Taqwa
Imam Ar-Raghib Al-Asfahani dalam kitab Al-Mufradat Fi Gharibil Qur’an mendenifisikan : “Takwa yaitu menjaga jiwa dari perbuatan yang membuatnya berdosa dengan meninggalkan apa yang dilarang, dan meninggalkan sebagian yang dihalalkan”
Sedangkan Imam An-Nawawi mendenifisikan : Takwa dengan “Mentaati perintah dan larangan-Nya”. Maksudnya menjaga diri dari kemurkaan dan azab SWT.
Bahkan, Imam Al-Jurjani mendefinisikan : “Takwa yaitu menjaga diri dari siksa Allah dengan mentaatiNya. Yakni menjaga diri dari pekerjaan yang mengakibatkan siksa, baik dengan melakukan perbuatan atau meninggalkannya”
Keberhasilan Ramadhan Keberhasilan setelah kita berpuasa itu adalah memperoleh ketakwaan.
Hal ini karena, orang yang berpuasa telah melaksanakan perintah Allah SWT dan menjauhi larangannya.
Allah berfirman : يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ
183. Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, (QS. Al-Baqarah : 183)
Pasca Ramadan hanya ada dua pilihan; beruntung atau buntung (dalam ketakwaan). Faktanya bermacam-macam kondisi ketakwaan orang-orang beriman selepas mengarungi “lautan mutiara” bernama bulan Ramadan.
Ramadan bukan momentum kesalehan musiman, kemudian “tidak perlu” saleh di bulan-bulan lainnya, dan hanya akan (kembali) beramal saleh pada Ramadan tahun berikutnya.
Orang yang telah berada pada posisi benar-benar takwa, ia otomatis mendapatkan banyak keuntungan, bukan hanya dalam konteks beragama (ukhrawi) tetapi juga mendapatkan banyak kemudahan dan kesuksesan dalam hal duniawi.
Hal terpenting untuk diperhatikan dan dievaluasi adalah, apa yang dihasilkan setelah ramadan itu selesai?
Allah menerangkan bahwa orang yang beruntung, yaitu terhindar dari siksa akhirat.
Mereka adalah orang yang bersih, beriman kepada Allah dan tidak mempersekutukan-Nya. Kemudian mengimani kepada yang disampaikan oleh Nabi Muhammad dan senantiasa menjaga salatnya.
Ciri-ciri orang bertakwa (orang yang memiliki rasa takut kepada Allah) menurut Abu Laits al-Samarqandi dalam Tanbihul Ghafilin.
Pertama, lisannya tidak pernah digunakan untuk berkata bohong dan gunjing. Lisannya fokus dzikir, membaca Al-Qur’an,dan hal baik lainnya.
Kedua, tidak masuk ke dalam perutnya kecuali makanan yang halal dan baik, dan meskipun makanan halal mereka mengosumsi secukupnya dan tidak berlebihan.
Ketiga, tangannya tidak digunakan untuk yang diharamkan.
Keempat, kaki dan langkahnya digunakan untuk sesuatu yang baik dan bukan untuk maksiat.
Kelima, hatinya tidak dipenuhi rasa kebencian dan permusahaan.
Keenam, taat kepada Allah dengan penuh keikhlasan dan tidak takut kepada Allah karena untuk riya dan ingin dilihat orang lain.