SUARA UTAMA, Cirebon – Era sekarang sudah sangat terbuka dalam bidang apapun dan akan berdampak pada pergaulan sehari-hari. Tidak terlepas dari peserta didik pada satuan pendidikan. Sehubungan dengan itu, Kementerian Agama (Kemenag) telah menerbitkan aturan terbaru mengenai bentuk-bentuk kekerasan seksual termasuk siulan.
Aturan tersebut termuat dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) nomor 73 tahun 2022 tentang Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan di Bawah Kementerian Agama.
Beberapa dalam PMA tersebut yaitu menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan/atau identitas gender korban, ucapan yang memuat rayuan, lelucon, dan/atau siulan yang bernuansa seksual pada korban.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Namun daripada itu, Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mengkritisi Peraturan Menteri Agama (PMA) tersebut. Dia menyebutkan ada beberapa poin yang harus adanya evaluasi dan perbaikan pada isi PMA tersebut. Poin yang fokusnya adalah tidak masuknya nilai agama dalam pencegahan kekerasan seksual dan penyebutan satuan pendidikan agama secara diskriminatif.
Pada sisi lain, Kemenag itu membawahi jenis lembaga pendidikan dari semua agama yang diakui di Indonesia. “Seharusnya memasukkan aspek nilai-nilai religius dalam upaya mencegah kekerasan seksual pada satuan pendidikan keagamaan. Selain itu juga, tidak boleh diskriminatif, hanya menyebutkan satuan pendidikan Islam seperti madrasah dan pesantren tetapi tidak menyebutkan satuan pendidikan keagamaan lainnya.” menurut Wahid.
PMA tersebut bertujuan untuk menghindari hal-hal atau perbuatan dalam konteks kekerasan seksual khususnya di Indonesia.