SUARA UTAMA, Alhamdulillah, pagi ini (Senin, 17/6/2024), kami melaksanakan sholat Idul Adha di Masjid Baitussalam, Kampung Bumi Dipasena Jaya. Jaraknya hanya selemparan batu dari rumah kami.
Khutbah kali ini disampaikan oleh Ustadz muda, Iqbal, yang mengangkat kisah pengorbanan Nabi Ibrahim yang rela mengorbankan anak tercintanya, Ismail, demi ketaatan kepada Allah. Kisah ini mengajarkan kita tentang pentingnya pengorbanan dan ketaatan dalam kehidupan.
Menurut Ustadz Iqbal, kenikmatan dunia memiliki dua ciri utama:
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
1. Kenikmatan yang Disertai Kesulitan:
Apa yang kita dapatkan melalui perjuangan dan kerja keras akan terasa lebih berharga. Seperti makanan sederhana yang terasa luar biasa saat kita lapar.
2. Perhiasan yang Menipu:
Kenikmatan dunia seringkali hanya tampak indah dari kejauhan. Setelah kita memilikinya, seringkali rasanya biasa saja, dan kita terus menginginkan lebih.
Beliau juga mengingatkan bahwa kenikmatan sejati tidak terletak pada materi yang kita miliki, tetapi pada rasa syukur dan kebahagiaan yang kita rasakan.
Memperhatikan apa yang disampaikan Ustadz Iqbal dalam khutbahnya menurut penilaian subyektif saya pribadi, bahwa kenikmatan dunia seringkali menipu. Sangatlah tepat.
Faktanya kenikmatan tidak terletak pada materi atau capaian yang kita sudah miliki, karena bila sudah kita miliki ternyata rasanya biasa saja, miminjam istilah Jawa: Sawang Sinawang-sebuah pribahasa yang hampir sama artinya dengan rumput tetangga akan terlihat lebih hijau .
Sebagai contoh, kenikmatan saat kita mengendarai mobil “mewah” bukanlah tentang kenyamanan saat kita di dalam mobil tersebut, yang saya rasakan, tak jauh berbeda, sama saja. Apalagi jika pikiran kita sedang suntuk dengan berbagai masalah.
Justru yang merasakan nikmat naik mobil “mewah” adalah angan/ambisi dan pandangan orang lain yang belum memiliki mobil tersebut. Saat membayangkan betapa nikmatnya memiliki mobil mewah. Inilah yang disebut dengan menipunya dunia.
Kenikmatan dunia akan terasa lebih indah saat apa yang kita suka, cinta dan raih, mampu kita lepaskan semata karena ketaatan kita kepada Allah. Itulah teladan yang dapat kita ambil dari pengorbanan Nabi Ibrahim.
Momentum Idul Adha mengingatkan kita bahwa kebahagiaan sejati tidak datang dari hal-hal materi, tetapi dari rasa syukur dan kebahagiaan dalam hati. Pengorbanan Nabi Ibrahim dan Ismail mengajarkan kita bahwa ketaatan dan pengorbanan demi kebaikan yang lebih besar adalah kunci untuk mencapai kebahagiaan yang hakiki.
Selamat Hari Raya Idul Adha 2024. Mari kita renungkan makna sejati dari pengorbanan dan kebahagiaan.
Penulis : Nafian Faiz