Penulis Oleh : Afni Wirda dan Suhardi
FTK IAIDU Asahan Kisaran Manajemen Pendidikan Islam
SUARA UTAMA, Indonesia adalah bangsa yang terdiri dari aneka budaya, suku, golongan, agama, etnis, ras, kelas sosial, dan sebagainya. Singkatnya, multikultural sebagaimana Australia, Amerika, Inggris, serta negara maju lainnya. Meski terbangun atas bermacam keragaman, demikian Moeis, setiap bangsa memiliki latar belakang (alasan historis) dalam meningkatkan pendidikan.
Dasar-Dasar Pendidikan Islam
Foto Dokumentasi Mas Hariyanto, Selamat Ulang Tahun AR. Learning Center ke 3
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Latar belakang ini setidaknya menjadi alasan serta memberi warna baru bagaimana multikultur dikembangkan serta diterapkan Pendidikan mengakui adanya keberagaman etnik dan budaya masyarakat suatu bangsa, seperti halnya yang diutarakan oleh R.Stavenhagen “Keragaman adalah suatu keadaan pada kehidupan masyarakat. Perbedaan yang seperti itu terdapat pada suku bangsa, ras, budaya, dan agama. Keragaman merupakan kekayaan serta keindahan dari suatu bangsa. Pemerintah harus mampu memberikan dorongan agar keberagaman tersebut mampu menjadi sebuah kekuatan guna mewujudkan kebersamaan dalam bermasyarakat dan menjaga nilai-nilai kemanusiaan sehingga dapat tercipatanya hubungan keselarasan yang lebih baik dan efektif.
Kegiatan pendidikan merupakan suatu bentuk upaya dalam mewujudkan hubungan yang harmonis, yaitu kegiatan edukasi dengan maksud menumbuh kembangkan kearifan pemahaman, sikap, kesadaran, dan perilaku peserta didik terhadap keaneka ragaman budaya, masyarakat, dan agama. Dengan penafsiran tersebut, pendidikan multikultural dapat mencakup pendidikan agama dan pendidikan umum yang “mengindonesia” karena responsif terhadap kesempatan dan tantangan kemajemukan budaya, masyarakat, dan agama.
Maka tentu saja dalam pendidikan multikultural di sini tidak hanya sekedar membutuhkan “pendidikan agama”, namun juga “pendidikan religiusitas”. Di Indonesia hubungan harmonis antar umat beragama bukanlah suatu hal yang sudah usai. Oleh sebab itu, secara serius dibutuhkan upaya untuk terus dikembangkan dari masa ke masa kualitas dari hubungan yang lebih baik lagi antar umat beragama.
Sampai saat ini masih banyak kita lihat, banyak konflik kekerasan, mulai dari antar kelompok, antar individu, antar kampung, antar etnis, hingga antar suku di tanah air, yang dikarenakan permasalahan tidak adanya pemahaman. Mengingat keberagaman dan kemajemukan budaya, terutama berhubungan dengan ranah keagamaan, seringkali direspon dengan perilaku dan sikap monolog-monokultur yang sarat akan klaim keselamatan, klaim kebenaran, dan klaim memperadabkan.(Lathifah Abdiyah,Mahmud Arif,2021:8)
- Pengertian
Istilah “filsafat” dapat ditinjau dari dua segi, yakni:
a. Segi semantik: perkataan filsafat berasal dari kata Arab falsafah, yang berasal dari bahasa Yunani, philosophia, yang berarti philos = cinta, suka (loving), dan Sophia pengetahuan, hikmah. (wisdom). Jadi, philosophia berarti cinta pada kebijaksanaan atau cinta pada kebenaran. Maksudnya, setiap orang yang berfilsafat akan menjadi bijaksana. Orang yang cinta kepada pengetahuan disebut philosopher, dalam bahasa Arabnya failasuf Pencinta pengetahuan ialah orang yang menjadikan pengetahuan sebagai tujuan hidupnya, atau dengan perkataan lain, mengabdikan dirinya pada pengetahuan.
b.Segi praktis: dilihat dari pengertian praktisnya, filsafat berarti “alam pikiran” atau “alam berpikir”. Berfilsafat artinya berpikir. Namun, tidak semua berpikir berarti berfilsafat. Berfilsafat adalah berpikir secara mendalam dan sungguh- sungguh. Sebuah semboyan mengatakan bahwa “setiap manusia adalah filsuf”. Semboyan ini benar juga, sebab semua manusia berpikir. Akan tetapi, secara umum semboyan itu tidak benar, sebab tidak semua manusia yang berpikir adalah filsuf.
Filsuf hanyalah orang yang memikirkan hakikat segala sesuatu dengan sungguh-sungguh dan mendalam. Tegasnya: Filsafat adalah hasil akal seorang manusia yang mencari dan memikirkan suatu kebenaran dengan sedalam-dalamnya. Dengan kata lain: Filsafat adalah ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh hakikat kebenaran segala sesuatu.
Banyak orang memberikan pengertian yang berbeda pula tentang filsafat.
a. Harold Titus (1959) Mengemukakan makna filsafat, yaitu:1).Filsafat adalah suatu sikap tentang hidup dan alam semesta, pandangan tentang diri sebagai bagian dari alam semesta.2).Filsafat adalah suatu metode berpikir reflektif dan penelitian penalaran. 3). Filsafat adalah suatu perangkat masalah-masalah atau pertanyaan-pertanyaan yang yang menuntut pemikiran-pemikiran yang mendalam. 4). Filsafat adalah seperangkat teori dan sistem berpikir. Filsafat tidak mengabaikan hasil berpikir ilmiah yang sudah menghasilkan berbagai teori ilmu pengetahuan, dengan demikian menghargai kemampuan berpikir yang bersifat sistematis.
b. Aristoteles dan Plato (427-347 SM) Filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada, ilmu pe- ngetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli. Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang di dalamnya terkandung ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik dan estetika menyelidiki sebab dan asassegala benda.
c. Mancus Tillus Litero (106-43 SM) Filsafat adalah pengetahuan tentang sesuatu yang maha agung dan usaha-usaha untuk mencapainya.(Zelhendri,Zuwirna:2021:3).
Secara analitis operasional, pengertian filsafat dapat diuraikan sebagai berikut :
Filsafat sebagai metode berpikir. Sebagai metode berpikir, filsafat merupakan hasil dan perenungan terhadap permasalahan hidup manusia. Dengan berpikir manusia menemukan tingkat dan jenis berpikir, antara lain: berpikir religious, berpikir sosiologis, berpikir empiris, berpikir filosofis dan berpikir sinopsis; Filsafat adalah berpikir mendalam atau berpikir radikal; Filsafat sebagai sikap terhadap dunia dan hidup; Filsafat sebagai suatu rumpun problema; Filsafat adalah mempertanyakan permasalahan yang ada di dunia ini; Filsafat sebagai sistem pemikiran. Sebagai sistem pemikiran filsafat terbagi ke dalam tiga aspek, yaitu; logika, etika dan metafisika; Filsafat sebagai aliran atau teori, seperti aliran idealisme, realisme, dan sebagainya.(Heris Hermawan : 2009:6).
Hasan Shadily mengatakan bahwa filsafat menurut asal katanya adalah cinta akan kebenaran. Dengan demikian, dapat ditarik pengertian bahwa filsafat adalah cinta pada ilmu pengetahuan atau kebenaran, suka kepada hikmah dan kebijak- sanaan. Jadi, orang yang berfilsafat adalah orang yang mencintai kebenaran, berilmu pengetahuan, ahli hikmah dan bijaksana.Dalam pengertian yang lebih luas.
Harold Titus mengemukakan pengertian filsafat sebagai berikut: Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara kritis; Filsafat ialah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang sangat kita junjung tinggi; Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan; Filsafat ialah analisis logis dari bahasan dan penjelasan tentang arti konsep; Filsafat ialah sekumpulan problema-problema yang langsung mendapat perhatian manusia dan dicarikan jawabannya oleh ahli filsafat (Jalaluddin dan Said, 1994: 9).
BACA : Kopdar Pemred dan MM RSU di Warung Kopi Klotok Bahas Penerbitan Jurnal ISSN
Berbagai pengertian filsafat pendidikan telah dikemukakan ahli. Menurut Al-Syaibany, filsafat pendidikan adalah aktivitas pikiran yang teratur yang menjadikan filsafat sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan, dan memadukan proses pendidikan. Artinya, dapat menjelaskan nilai-nilai dan maklumat-maklumat yang diupayakan untuk mencapainya. Dalam hal ini, filsafat, filsafat pendidikan, dan pengalaman kemanusiaan merupakan faktor yang integral.
Filsafat pendidikan juga bisa didefinisikan sebagai kaidah filosofis dalam bidang pendidikan yang menggambarkan aspek- aspek pelaksanaan falsafah umum dan menitikberatkan pada pelaksanaan prinsip-prinsip dan kepercayaan yang menjadi dasar dari filsafat umum dalam upaya memecahkan persoalan-persoalan pendidikan secara praktis. (Jalaluddin dan Abdullah 2007:11-15).
Pengertian Filsafat Pendidikan Islam adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai Pendidikan Islam atau berpikir , sistematis, dan universal tentang Pendidikan Islam atau upaya melakukan telaah secara filosofis berbagai permasalahan. Manfaat Filsafat Pendidikan Islam Centrum utama adalah melakukan telaah kritis terhadap berbagai konsep teoretik dan realitas empirik penyelenggaraan Pendidikan Islam, membangun kerangka paradigmatik baru Pendidikan Islam yang dapat ditawarkan sebagai problem solving terhadap beragam persoalan sehingga penyelenggaraan Pendidikan Islam di kemudian hari akan lebih berhasil guna dan berdaya guna bagi manusia dan alam semesta.
Imam Barnadib menjelaskan filsafat sebagai suatu pandangan yang menyeluruh dan sistematis. Menyeluruh karena filsafat bukan hanya pengetahuan, melainkan juga pandangan yang menembus sampai di balik pengetahuan itu sendiri. Dengan pandangan yang lebih terbuka ini, hubungan dan pertalian antar semua unsur yang mengarahkan perhatian dan kedalaman mengenai kebijakan dimungkinkan untuk dapat ditemukan. Sistematis, karena filsafat menggunakan cara berpikir secara sadar, teliti dan teratur sesuai dengan hukum-hukum yang ada. Karena itu, menurut Harun Nasution, filsafat ialah berpikir menurut tata tertib (logika), bebas (tidak terikat pada tradisi, dogma, serta agama) dan dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai ke dasar-dasar persoalan.
Berpikir yang seperti diatas, menurut Jujun S. Suriasumantri, adalah sebagai karakteristik dan berpikir filosofis. Ia berpandangan bahwa berpikir secara filsafat merupakan cara berpikir radikal, sistematis, menyeluruh dan mendasar untuk suatu permasalahan yang mendalam. Begitupun berpikir secara spekulatif, termasuk dalam rangkaian berpikir filsafat. Maksud berpikir spekulatif di sini adalah berpikir dengan cara merenung, memikirkan segala sesuatu sedalam-dalamnya, tanpa keharusan adanya kontak langsung dengan obyek sesuatu tersebut, dengan tujuan mengetahui hakikat sesuatu.
Dasar-Dasar Pendidikan Islam
Foto Dokumentasi AR.Learning Center, CHRA, Coach Yuan.
Karena pemikiran-pemikiran(Jalaluddin dan Abdullah 2007:11-15).filsafat didasarkan pada pemikiran yang bersifat spekulatif, maka nilai-nilai kebenaran yang dihasilkannya juga tak terhindarkan dari kebenaran yang spekulatif. Hasilnya akan sangat tergantung dari pandangan filsuf yang bersangkutan. Oleh karena itu, pendapat yang baku dan diterima oleh semua orang agak sulit diwujudkan. erbagai pengertian filsafat pendidikan telah dikemukakan para ahli.
Namun, secara mikro, ruang lingkup filsafat pendidikan meliputi: Merumuskan secara tegas sifat hakikat pendidikan (the nature of education); Merumuskan sifat hakikat manusia, sebagai subyek dan obyek pendidikan (tha nature of man); Merumuskan secara tegas hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan, agama dan kebudayaan; Merumuskan hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan dan teori pendidikan; Merumuskan hubungan antara filsafat negara (ideologi), filsafat pendidikan dan politik pendidikan (sistem pendidikan); Merumuskan sistem nilai dan norma atau isi moral pendidikan yang merupakan tujuan pendidikan.
Filsafat pendidikan, sesuai dengan peranannya, merupakan landasan filisofis yang menjiwai seluruh kebijakan dan pelaksanaan pendidikan. Sedangkan filsafat, dengan cara kerjanya yang bersifat sistematis, universal dan radikal, yang mengupas dan menganalisis sesuatu secara mendalam ternyata sangat relevan dengan problematika hidup dan kehidupan manusia, dan mampu menjadi perekat kembali antara berbagai macam disiplin ilmu yang berkembang saat ini. Pada gilirannya filsafat pendidikan akan menemukan relevansinya dengan hidup dan kehidupan masyarakat dan akan lebih mampu lagi meningkatkan fungsinya bagi kesejahteraan hidup manusia.
Dengan demikian, hubungan filsafat dan pendidikan menjadi begitu penting karena masalah pendidikan merupakan masalah hidup dan kehidupan manusia. Proses pendidikan berada dan berkembang bersama proses perkembangan hidup dan kehidupan manusia. Dalam konteks ini, filsafat pendidikan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, menyangkut seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia.
BACA : Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam
Pengertian Pendidikan Islam Sebelum masuk ke pengertian terminologis pendidikan Islam dengan berdasar pada pengertian etimologis di atas, penulis terlebih dahulu menyebutkan beberapa pengertian pendidikan Islam yang dikemukakan oleh beberapa ahli.
Pertama,terma yang dikemukakan oleh Muhammad SA. Ibrahim bahwa pendidikan Islam adalah : Islamic education in true sense of the lern, a system of education wich enable a man to lead his life according to the islamic ideology, so that he may easily mould his life accordance with tenets of Islam” (Pendidikan Islam dalam pandangan yang sebenarnya adalah sistem pendidikan yang memungkinkan seseorang dapat mengarahkan kehidupannya sesuai dengan ideologi Islam, sehingga dengan mudah ia dapat membentuk hidupnya sesuai dengan ajaran Islam). Dalam pengertian ini dinyatakan bahwa pendidikan Islam merupakan suatu sistem yang di dalamnya terdapat beberapa komponen yang saling terkait. Misalnya kesatuan akidah, syariah dan akhlak, yang meliputi kognitif, afektif dan psikomotorik, yang mana keberartian komponen lain. Pendidikan Islam juga dilandaskan atas ideologi Islam, sehingga proses pendidikan Islam tidak bertentangan dengan norma dan nilai dasar ajaran Islam.
Kedua, Omar Muhammad al-Toumi al-Syaibani mendefinisikan pendidikan Islam dengan: Proses mengubah tingkah laku individu pada kehidupan pribadi, masyarakat dan alam sekitarnya, dengan cara pengajaran suatu aktivitas asasi dan sebagai profesi di antara profesi-profesi asasi dalam masyarakat. Pengertian ini menekankan pada perubahan tingkah laku, dari yang buruk menuju yang baik, dari yang minimal menuju yang maksimal, dari yang potensial berubah menjadi aktual, dari yang pasif menuju yang aktif. Cara mengubah tingkah laku ini tidak saja berhenti pada level individu (etika personal) yang menghasilkan kesalehan individual, tapi juga mencakup level masyarakat (etika sosial), sehingga menghasilkan kesalehan sosial.
Ketiga, mengajukan pengertian pendidikan Islam dengan: Upaya mengembangkan, mendorong serta mengajak manusia lebih maju dengan berlandaskan nilai-nilai tinggi dan kehidupan yang mulia, sehingga terbentuk pribadi yang lebih sempurna, baik yang berkaitan dengan akal, perasaan dan perbuatan. Pengertian ini memiliki tiga unsur pokok dalam pendidikan Islam, yaitu 1) aktivitas pendidikan adalah mengembangkan, mendorong dan mengajak peserta didik untuk lebih maju dari kehidupan sebelumnya. Peserta didik yang tidak memiliki pengetahuan dan pengalaman apa-apa dibekali dan dipersiapkan dengan seperangkat pengetahuan, agar ia mampu merespon dengan baik. 2) upaya dalam pendidikan didasarkan atas nilai-nilai akhlak yang luhur dan mulia. Peningkatan pengetahuan dan pengalaman harus dibarengi dengan peningkatan kualitas akhlak, dan 3) upaya pendidikan melibatkan seluruh potensi manusia, baik potensi kognitif (akal), afektif (perasaan) dan psikomotorik (perbuatan).
Dasar-Dasar Pendidikan Islam
Wujud Silaturahmi, Ratusan Sahabat Mas Andre Hariyanto – SMAH Semarakan Milad Mubarak Dibalut Sharing Santai. Foto: Panitia dan Pengurus (SUARA UTAMA)
Keempat, dalam al-Tarbiyah wa al-Ta‟lim fi al-Qur‟an al-Karim, Muhammad Javed al-Sahlani mengartikan pendidikan Islam dengan Proses mendekatkan manusia kepada tingkat kesempurnaan dan mengembangkan kemampuannya. Definisi ini, sebagaimana yang dijelaskan oleh Jalaluddin Rakhmat, mempunyai tiga prinsip pendidikan Islam, yaitu: a). Pendidikan merupakan proses pembantuan pencapaian tingkat kesempurnaan, yaitu manusia yang mencapai tingkat keimanan dan keilmuan (QS. Al-Mujadalah: 11) yang disertai kualitas amal saleh (QS. Al-Mulk: b). Sebagai model, maka Rasulullah SAW sebagai uswah hasanah (suri teladan), yang dijamin Allah SWT. memiliki akhlak mulia (QS. Al-Ahzab: 21, al-Qalam: c). Pada diri manusia terdapat potensi baik-buruk (QS. Asy-Syams: 7-8). Potensi buruk atau negatif, seperti lemah (QS. Al-Nisa‘: 28) tergesa-gesa (QS. Al-Anbiya: 37), berkeluh kesah (QS. Al-Ma‘arij: 19), dan roh ciptaan Tuhan ditiupkan kepadanya pada saat penyempurnaan penciptaannya (QS. Shad: 72). Potensi baik atau positif seperti manusia diciptakan dalam sebaik-baik bentuk (QS. Al-Tin: 4).
Kelima, hasil seminar pendidikan Islam se-Indonesia tahun 1960 dirumuskan pendidikan Islam dengan: Bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran Islam degan hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh, dan mengawasi berlakunya semua ajaran Islam‖(Arifin, 1987:13-14).
Upaya pendidikan dalam pengertian ini diarahkan pada keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan dan perkembangan jasmani dan rohani, melalui bimbingan, pengarahan, pengajaran, pelatihan, pengasuhan, dan pengawasan, yang kesemuanya dalam koridor ajaran Islam. Dengan istilah pendidikan terkandung makna dan unsur-unsur esensial di dalamnya, yaitu: Adanya suatu usaha, ikhtiar atau aktivitas secara sadar, berencana dan bertanggung jawab; Adanya orang dewasa, baik dirinya sendiri maupun orang atau pihak lain yang melaksanakan usaha, ikhtiaratau aktivitas secara sadar tersebut.; Aktivitas atau ikhtiar dimaksud berupa kegiatan penggalian dan pengembangan potensi guna memperoleh atau memiliki pengalaman, ilmu pengetahuan, keterampilan dan pembentukan kepribadian individu atau seseorang; Adanya peserta didik yang memiliki bekal atau potensi yang siap untuk mengembangkan atau dikembangkan potensinya; Adanya tujuan sebagai sesuatu yang ingin dicapai yaitu berkembangnya potensi secara maksimal, kedewasaan, kematangan dan peningkatan kemampuan pada bidang tertentu, baik ilmu pengetahuan, keterampilan maupun kepribadian.(Ahmad Syafi’I : 2020:8-9).
BACA : Sinergitas Pemerhati Jurnalis Siber dan AR Learning Center serta RSU Wujudkan Wartawan Berkompeten
- Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan Islam
Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan Islam Secara makro, yang adalah objek formal filsafat itu sendiri, yaitu Tuhan, manusia, dan alam, yang tidak dapat dijangkau oleh pengetahuan biasa. Sebagaimana filsafat, filsafat pendidikan juga mengkaji objek tersebut berdasarkan ketiga cabangnya: ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Adapun secara mikro, objek kajian adalah hal-hal yang merupakan faktor atau komponen dalam proses pelaksanaan pendidikan. Faktor atau komponen pendidikan itu umumnya, yaitu tujuan pendidikan, pendidik, anak didik, alat pendidikan ( kurikulum, metode, dan penilaian pendidikan) dan lingkungan pendidikan.(Ismail Tholib : 2019:54-55).
Menurut Sutan Zanti Arbi, setidaknya ada empat maksud dalam perannya terhadap pendidikan. Keempat maksud itu ialah, menginspirasikan, menganalisis, mempreskripsikan, dan menginvestigasi. Meginspirasikan dalam arti bahwa filsafat pendidikan memberi inspirasi kepada para pendidik untuk melaksanakan ide tertentu dalam pendidikan. Melalui filsafat tentang pendidikan, filsuf menjelaskan idenya bagaimana pendidikan itu, ke mana diarahkan pendidikan itu, siapa saja yang patut menerima pendidikan, dan bagaimana cara mendidik serta apa peran pendidik. Menganalisis dalam filsafat pendidikan adalah memeriksa secara teliti bagian-bagian pendidikan agar dapat diketahui secara jelas validitasnya. Hal ini dimaksudkan penulis agar dalam menyusun konsep pendidikan secara utuh tidak terjadi kerancuan (tumpang tindih).
Mempreskripsikan dalam filsafat pendidikan adalah upaya menjelaskan atau memberi pengarahan kepada pendidik melalui filsafat pendidikan. Yang dijelaskan bisa berupa hakekat manusia bila dibandingkan dengan makhkuk lain, atau aspek-aspek peserta didik yang memungkinkan untuk dikembangkan, proses perkembangan itu sendiri, batas bantuan yang diberikan, batas keterlibatan pendidik, arah pendidikan, target pendidikan, perbedaan arah pendidikan, dan bakat serta minat anak. (AfinuddinHarisah 2018:37-40).
Dasar-Dasar Pendidikan Islam
Foto: Program Kelas Pelatihan/AR Learning Center adalah Pusat Pembelajaran, Pendidikan dan Pengkaderan. Lembaga AR Learning Center/Suara Utama-081232729720/Suara Utama ID
- Cabang-cabang Filsafat
Logika merupakan cabang filsafat yang membicarakan tentang aturan-aturan berpikir agar dengan aturan-aturan tersebut dapat diambil kesimpulan yang benar. (AfinuddinHarisah 2018:37-40). 6 Atau bisa dikatakan juga bahwa logika adalah pengkajian yang sistematis tentang aturan-aturan untuk menguatkan premis-premis atau sebab-sebab mengenai konklusi dimana aturan-aturan itu dapat kita pakai untuk membedakan argumen yang baik dari argumen yang tidak baik..(Ismail Tholib : 2019:54-55).
Logika dibagi dalam dua cabang utama, logika deduktif dan logika induktif. Logika deduktif berusaha menemukan aturan-aturan yang dapat dipergunakan untuk menarik kesimpulan-kesimpulan yang bersifat keharusan dari satu premise tertentu atau lebih. Sedang logika induktif mencoba untuk menarik kesimpulan tidak dari susunan proposisi-proposisi melainkan dari sifat-sifat seperangkat bahan yang diamati. Logika ini mencoba untuk bergerak dari suatu perangkat fakta yang diamati secara khusus menuju kepada pernyataan yang bersifat umum mengenai semua fakta yang bercorak demikian, atau bergerak dari suatu perangkat akibat tertentu menuju kepada sebab atau sebab-sebab dari akibat-akibat tersebut.
Ontologi atau sering juga disebut metafisika adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang hakikat segala sesuatu yang ada, atau membahas watak yang sangat mendasar (ultimate) dari benda, atau realitas yang berada di belakang pengalaman yang langsung (immediate experience).Bagi Aristoteles istilah metafisika berarti filsafat pertama (first philosophy). Istilah “pertama” tidak berarti bahwa bagian filsafat ini harus ditempatkan di depan, tetapi menunjukkan kepada kedudukan atau pentingnya. Filsafat pertama menyelidiki pengandaian-pengandaian paling mendalam dan paling akhir dalam pengetahuan manusia, yang mendasari segala macam pengetahuan dan segala usaha filsafat lainnya.
BACA : Presiden Jokowi Icip Kuliner Bakmi Legendaris di Yogyakarta
Epistemologi,Yaitu cabang filsafat yang menyelidiki asal mula, susunan, metode-metode dan sahnya pengetahuan. Pertanyaan yang mendasar adalah: Apakah mengetahui itu? Apakah yang merupakan asal mula pengetahuan kita? Bagaimanakah cara kita mengetahui bila kita mempunyai pengetahuan? Bagaimanakah cara kita membedakan antara pengetahuan dengan pendapat? Apakah yang merupakan bentuk pengetahuan itu? Corak-corak pengetahuan apakah yang ada? Bagaimanakah cara kita memperoleh pengetahuan? Apakah kebenaran dan kesesatan itu? Apakah kesalahan itu? (Sembodo Ardi Widodo :2015:10-11).
- Karakteristik Filsafat Ilmu
Menurut Zainal, (2014) ciri filsafat dibagi menjadi tiga yaitu karakteristik
ekstensif, intensif, dan kritis yang akan dibahas satu persatu seperti berikut :
a. Ekstensif Dilihat melalui luasnya jangkauan atau menyeluruhnya objek kajian yang digeluti. Pada ciri ini yang menjadi sorotan adalah gambaran menyeluruh tentang realitas manusia dan tidak menyoroti aspek-aspek tertentu dari gejala. Aspek-aspek seperti kerohanian dankejiwaan, kebebasan dan determinisme, keilahian dan keduniawian, serta dimensi seperti sosialitas dan individualitas, kesejarahan dan kebudayaan, kebahasaan dan simbolisme, semuanya itu ditempat dalam kesatuan kejadian yang kemudian disoroti secara integral oleh filsafat. Ini berarti bahwa filsafat manusia mencakup segenap aspek dan ekspresi lepas dari kontekstualitas ruang dan waktu. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa seiring perkembangan filsafat, karena kecenderungan manusia senang dengan perubahan, maka filsafat ini juga mengalami perubahan sejalan dengan banyaknya penemuan ilmiah diberbagai bidang ilmu pengetahuan modern.Kenyataan ini dibuktikan oleh munculnya filsafat eksistensialisme dan vitalisme dari Henry Bergson. Filsafat ini mengajak agar manusia lebih memfokuskan diri pada pengalaman manusia sebagai individu dan individualitas manusia ditempatkan dalam segenap aspek dan dimensi kemanusiaannya
b. Intensif dalam Filsafat adalah kegiatan intelektual yang menggali inti, hakikat, esensi, akar, atau struktur dasar yang melandasi segala kenyataan. Apa sebetulnya inti, esensi, hakikat, filsafat manusia pada prinsipnya sama dengan hakikat alam semesta, yakni substansi yang memiliki sifat dasar res extensa dan res cogitans, atau substansi yang memiliki keluasan dan substansi yang berpikir. Pada manusia res extensa teraktualisasi pada tubuh, sedangkan res cogitans pada jiwa. Schopenhauer percaya bahwa “kehendak” merupakan prinsip dasar yang menggerakkan bai kalam semesta maupun aktivitas manusia. Inti filsafat lebih jelas lagi dijelaskan oleh Bertrand Russell yang mengatakan bahwa nilai filsafat bisa ditemukan dalam ketidak niscayaan nya.
Orang yang tidak terlatih dalam filsafat akan menjalani hidupnya di dalam tawanan berbagai prasangka yang diterimanya dalam common sense, dari kepercayaan atau kebiasaan yang diterima begitu saja dari zaman dan bangsanya, dan dari keyakinan yang tumbuh di dalam jiwanya, tanpa pertimbangan yang berasal dari rasio. Bagi orang yang demikian, dunia dianggap sudah jelas, nyata, dan tidak perlu dipermasalahkan lagi.
Objek yang biasa ditemui olehnya tidak sungguh-sungguh menimbulkan pertanyaan; dan adanya kemungkinan yang tidak dikenal, ia nafikan tanpa rasa sungkan. Sebaliknya, begitu kita mulai berfilsafat, kita akan menemukan bahwa segenap hal pada peristiwa sehari-hari pada prinsipnya menimbulkan banyak pertanyaan, dan jawaban untuk pertanyaan tersebut tidak pernah akan lengkap dan tuntas.
Filsafat, kendati tidak pernah memberikan jawaban yang pasti mengenai apa yang benar dalam menjawab keragu-raguan kita, tetapi mampu memberikan berbagai kemungkinan yang bisa memperluas cakrawala pikiran kita, dan membebaskan kita dari tirani kebiasaan. Jadi, sambil menghilangkan perasaan kita tentang keniscayaan dari keberadaan sesuatu hal suatu kejadian, filsafat mampu meningkatkan pengetahuan kita tentang apakah sesungguhnya hal atau kejadian itu.
c. Kritis Berhubungan dengan dua metode yang dipakainya yaitu sintesa dan refleksi dan dua ciri yang terdapat di dalam inti atau hasil filsafatnya yaitu ekstensif dan intensif. Karena tujuan filsafat pada taraf akhir tidak lain adalah untuk memahami diri manusia sendiri maka hal apa saja, apakah itu berupa ilmu pengetahuan, kebudayaan, atau ideologi, yang langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan pemahaman diri manusia, tidak luput dari kritik filsafat. (Hisarma Saragih dkk : 2021:29-31).
Foto Dokumentasi Suhardi,Afni Wirda, Dasar-Dasar Pendidikan Islam
- Bahasan Filsafat Pendidikan
Secara makro, apa yang menjadi objek pemikiran filsafat, yaitu permasalahan kehidupan manusia, alam semesta dan alam sekitarnya, juga merupakan objek pemikiran filsafat pendidikan. Namun secara mikro, ruang lingkup filsafat pendidikan meliputi:a. Merumuskan secara tegas sifat hakikat pendidikan (the nature of education).b. Merumuskan sifat hakikat manusia, sebagai subjek dan objek pendidikan (the nature of man).c. Merumuskan secara tegas hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan, agama, dan kebudayaan.d. Merumuskan hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan, dan teori pendidikan.e. Merumuskan hubungan antara filsafat negara (ideologi), filsafat pendidikan, dan politik pendidikan (sistem pendidikan).f. Merumuskan sistem nilai norma atau isi moral pendidikan yang merupakan tujuan pendidikan (Jalaluddin & Abdullah : 2017:12).
Penutup
Perkataan filsafat berasal dari kata Arab falsafah, yang berasal dari bahasa Yunani, philosophia, yang berarti philos = cinta, suka (loving), dan Sophia pengetahuan, hikmah. (wisdom). Jadi, philosophia berarti cinta pada kebijaksanaan atau cinta pada kebenaran. Maksudnya, setiap orang yang berfilsafat akan menjadi bijaksana. Orang yang cinta kepada pengetahuan disebut philosopher, dalam bahasa Arabnya failasuf Pencinta pengetahuan ialah orang yang menjadikan pengetahuan sebagai tujuan hidupnya, atau dengan perkataan lain, mengabdikan dirinya pada pengetahuan.
Pengertian Filsafat Pendidikan Islam Filsafat Pendidikan Islam adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai Pendidikan Islam atau berpikir mendalam, sistematis, dan universal tentang Pendidikan Islam atau upaya melakukan telaah secara filosofis berbagai permasalahan Pendidikan Islam. Manfaat Filsafat Pendidikan Islam Centrum utama dari Filsafat Pendidikan Islam adalah melakukan telaah kritis terhadap berbagai konsep teoretik dan realitas empirik penyelenggaraan Pendidikan Islam, membangun kerangka paradigmatik baru Pendidikan Islam yang dapat ditawarkan sebagai problem solving terhadap beragam persoalan Pendidikan Islam sehingga penyelenggaraan Pendidikan Islam di kemudian hari akan lebih berhasil guna dan berdaya guna bagi manusia dan alam semesta.
Filsafat pendidikan, sesuai dengan peranannya, merupakan landasan filisofis yang menjiwai seluruh kebijakan dan pelaksanaan pendidikan. Sedangkan filsafat, dengan cara kerjanya yang bersifat sistematis, universal dan radikal, yang mengupas dan menganalisis sesuatu secara mendalam ternyata sangat relevan dengan problematika hidup dan kehidupan manusia, dan mampu menjadi perekat kembali antara berbagai macam disiplin ilmu yang berkembang saat ini. Pada gilirannya filsafat pendidikan akan menemukan relevansinya dengan hidup dan kehidupan masyarakat dan akan lebih mampu lagi meningkatkan fungsinya bagi kesejahteraan hidup manusia.