SUARA UTAMA, Apa yang ada di benak kita ketika melihat seorang nenek tua, kakek tua, atau seseorang yang maaf dalam keadaan cacat, menjual jajanan di pinggir jalan? Rasa iba, kasihan, atau tersentuh mungkin muncul dalam hati kita. Meski barang yang dijual tidak kita butuhkan, kita tetap membelinya dan terkadang memberikan uang lebih. Ini adalah bentuk empati dan dukungan kita kepada mereka.
Makna di Balik Tindakan Empati
Namun, mari kita renungkan lebih dalam. Bukankah kita sebenarnya berada dalam posisi yang sama di hadapan Tuhan? Tuhan memandang kita sebagaimana kita memandang penjual jajanan tersebut, dengan alasan kasihan. Kita, manusia, adalah makhluk yang lemah dan tak berdaya, tidak memiliki apa pun yang dapat berguna bagi Tuhan. Amal perbuatan kita, sebesar apa pun, tidak menambah sedikit pun kekayaan atau kemuliaan Tuhan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Amal dan Anugerah Tuhan
Tuhan, dengan kasih sayang dan kemurahan-Nya, menerima amal-amal kita yang sederhana dan seringkali tak berharga. Gerakan rukuk dan sujud kita, yang tidak menambah kekuasaan Tuhan, justru dihargai dengan balasan surga dan kebahagiaan dunia. Doa-doa dan zikir kita, yang tidak menambah kemuliaan-Nya, dibalas dengan sebutan nama kita oleh Tuhan dan segunung pahala.
Bayangkan jika untuk menggapai pahala dan surga, kita harus menyuguhkan sesuatu yang benar-benar berguna bagi Tuhan. Hal ini tentu mustahil, sebab Tuhan tidak membutuhkan apa pun dari kita. Tuhan adalah Maha Kaya, sementara kita adalah fakir miskin yang membutuhkan karunia-Nya.
Bahaya Penyakit Ujub
Satu hal yang dapat membuat segala amal ibadah kita menjadi sia-sia adalah penyakit ujub, yakni merasa telah berjasa kepada Tuhan dan layak diganjar. Perasaan ini bisa muncul tanpa kita sadari dan merusak niat tulus dalam beribadah. Allah mengingatkan dalam Al-Quran:
**وَٱللَّهُ ٱلۡغَنِیُّ وَأَنتُمُ ٱلۡفُقَرَاۤءُۚ**
*”Allah lah yang Maha Kaya dan kalianlah fakir miskin yang membutuhkan karunia-Nya”* [Surat Muhammad: 38].
Ayat ini menegaskan bahwa segala sesuatu yang kita miliki dan lakukan hanyalah karena karunia dan kasih sayang Tuhan. Maka, hendaklah kita menjaga hati dan niat, tetap rendah hati, dan menyadari bahwa segala amal ibadah yang kita lakukan adalah karena kasih sayang Tuhan semata.
Refleksi Pribadi
Seperti nenek tua yang menjual jajanan, kita pun menawarkan amal kita kepada Tuhan dengan segala keterbatasan. Namun, Tuhan, dengan kebesaran dan kasih sayang-Nya, menerima dan menghargai amal-amal tersebut jauh melebihi nilai yang sebenarnya.
Mari kita terus beramal dengan tulus, menjaga niat dan hati kita dari penyakit ujub, dan selalu menyadari bahwa segala yang kita lakukan hanyalah untuk mendapatkan ridha-Nya. Karena pada akhirnya, segala sesuatu kembali kepada-Nya, dan hanya Dia-lah yang Maha Pemberi Karunia.
Kesimpulan
Kisah tentang nenek penjual jajanan di pinggir jalan mengajarkan kita tentang makna empati dan bagaimana Tuhan memandang amal perbuatan kita. Semoga kita selalu bisa menjaga niat tulus dalam beramal, bebas dari penyakit ujub, dan senantiasa berusaha untuk mendapatkan ridha-Nya.
Keterangan:
Tulisan ini saya adaptasi dari status Ustad Najih Ibn Abdil Hameed di Facebook pada 15 Juni 2024. Meski ditulis dengan sederhana, pesan yang disampaikan sangat menyentuh. Saya sertakan [link ke status Facebook](https://www.facebook.com/share/p/pzk7nf19adRs5xCv/?mibextid=oFDknk) sebagai bentuk takzim saya kepada beliau.
Penulis : Nafian Faiz
Sumber Berita : https://www.facebook.com/share/p/pzk7nf19adRs5xCv/?mibextid=oFDknk