Politik Islam untuk Ibadah, bukan untuk sekedar berkuasa

- Writer

Rabu, 21 Februari 2024 - 08:19 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Politik Islam untuk Ibadah, bukan untuk sekedar berkuasa

Oleh : Rudi Pramono

SUARA UTAMA. Dalam alam sekular, politik dianggap sekedar seni untuk meraih dan mempertahankan kekuasaan, dengan segala cara. Politik harus dibebaskan dari moralitas. Yang penting kekuasaan.

**//Dapatkan Kabar terbaru dan follow di Google News Berita SUARA UTAMA

ADVERTISEMENT

IMG 20240411 WA00381 Politik Islam untuk Ibadah, bukan untuk sekedar berkuasa Suara Utama ID Mengabarkan Kebenaran | Website Resmi Suara Utama

SCROLL TO RESUME CONTENT

Menurut Dr. Adian Husaini, Demi meraih kuasa, tipu sana tipu sini, bukan soal lagi. Bahkan, jika perlu, teror pun digunakan, demi kekuasaan. Pertahankan dan rebut kekuasaan, dengan cara apa pun! Itulah politik bebas nilai, sebuah bentuk politik yang secara sistematis diteorikan oleh Niccolo Machiavelli. Politik dibebaskan dari nilai-nilai moral dan agama.

Dalam sejarah pemikiran politik, nama Machiavelli memang monumental. Oleh para pemikir di Barat kemudian, karya Machiaveli, The Prince, dianggap memiliki nilai yang tinggi yang memiliki pengaruh besar dalam social politik umat manusia.

Foto: Program Kelas Pelatihan/AR Learning Center adalah Pusat Pembelajaran, Pendidikan dan Pengkaderan. Lembaga AR Learning Center/Suara Utama-081232729720/Suara Utama ID
Foto: Program Kelas Pelatihan/AR Learning Center adalah Pusat Pembelajaran, Pendidikan dan Pengkaderan. Lembaga AR Learning Center/Suara Utama-081232729720/Suara Utama ID

Politik Islam untuk Ibadah, bukan untuk sekedar berkuasa

Machiavelli dianggap sebagai salah satu pemikir yang mengajak penguasa untuk berpikir praktis demi mempertahankan kekuasaannya, dan melepaskan nilai-nilai moral yang justru dapat menjatuhkan kekuasannya. Karena itu, banyak yang memberikan predikat sebagai “amoral”. Tujuan utama dari suatu pemerintahan adalah “survival” (mempertahankan kekuasaan).

Kata Machiavelli, “Jika situasi menjamin, penguasa dapat melanggar perjanjian dengan negara lain, dan melakukan kekejaman dan terror.” Ditulis dalam The Prince: “It is necessary for a prince, who wishes to maintain himself, to learn how not to be good, and to use this knowledge or not use it, according to the necessity of the case.” Yang terpenting dari pemikiran Machiavelli, adalah ia telah mengangkat persoalan politik dari aspek moral dan ketuhanan.

Foto: Program Kelas Pelatihan/AR Learning Center adalah Pusat Pembelajaran, Pendidikan dan Pengkaderan. Lembaga AR Learning Center/Suara Utama-081232729720/Suara Utama ID
Foto: Program Kelas Pelatihan/AR Learning Center adalah Pusat Pembelajaran, Pendidikan dan Pengkaderan. Lembaga AR Learning Center/Suara Utama-081232729720/Suara Utama ID

Jadi, nilai penting dari pemikiran Machiaveli adalah usahanya melepaskan pemikiran politik dari kerangka agama dan meletakkan politik semata-mata urusan ilmuwan politik. Apa yang dilakukan Machiaveli yang kemudian disebut sebagai “politik modern” tentu saja tak lepas dari arus besar renaissance (kelahiran kembali) masyarakat Eropa, yang selama hamper 1.000 tahun hidup di bawah sstem politik teokrasi (kekuasaan Tuhan). Tuhan melalui wakilnya di bumi mendominasi segala aspek kehidupan, termasuk politik. Pemerintahan dianggap tidak sah, jika tidak disahkan oleh wakil Tuhan.

Berbagai penyimpangan sistem teokrasi kemudian melahirkan semangat pemberontakan terhadap agama. Revolusi Perancis (1789) yang mengusung jargon “Liberty, Egality, Fraternity”, secara terbuka menyingkirkan – bukan hanya system monarkhi  tetapi juga dominasi kaum agamawan dalam politik.

Quotes dan Kata Mutiara dari Alumni Member Lembaga AR Learning Center (ALC/SUARA UTAMA)
Quotes dan Kata Mutiara dari Alumni Member Lembaga AR Learning Center (ALC/SUARA UTAMA)

Politik Islam untuk Ibadah, bukan untuk sekedar berkuasa

Sebelumnya, para agamawan (clergy) di Perancis menempati kelas istimewa bersama para bangﷺ an. Mereka mendapatkan berbagai hak istimewa, termasuk pembebasan pajak. Padahal, jumlah mereka sangat kecil, yakni hanya sekitar 500.000 dari 26 juta rakyat Perancis.

BACA JUGA :  Demokrasi yang Ditelan Korporasi: Pengaruh Korporasi dalam Kebijakan Publik yang Dominan

Trauma pada dominasi dan hegemoni kekuasaan agama itulah yang memunculkan paham sekularisme dalam politik, yakni memisahkan antara agama dengan politik. Mereka selalu beralasan, bahwa jika agama dicampur dengan politik, maka akan terjadi “politisasi agama”; agama haruslah dipisahkan dari negara. Agama dianggap sebagai wilayah pribadi dan politik (negara) adalah wilayah publik; agama adalah hal yang suci sedangkan politik adalah hal yang kotor dan profan.

Di Eropa, trauma sistem teokrasi kemudian memunculkan tradisi politik sekular-liberal. Fenomena ini sebenarnya tidak terjadi dalam dunia Islam. Kaum Muslim selalu melihat politik sebagai bagian dari agama.

Politik adalah ibadah. Tujuan utama politik adalah untuk menyebarkan kebenaran, dan menjaga agama melalui kekuasaan. Karena tujuannya mulia, maka cara yang digunakan pun harus mulia pula. Tujuan tidak menghalalkan segala cara.

Foto: Program Kelas Pelatihan/AR Learning Center adalah Pusat Pembelajaran, Pendidikan dan Pengkaderan. Lembaga AR Learning Center/Suara Utama-081232729720/Suara Utama ID
Foto: Program Kelas Pelatihan/AR Learning Center adalah Pusat Pembelajaran, Pendidikan dan Pengkaderan. Lembaga AR Learning Center/Suara Utama-081232729720/Suara Utama ID

Politik Islam untuk Ibadah, bukan untuk sekedar berkuasa

Pengalaman sejarah dan trauma Barat terhadap hegemoni sistem teokrasi mengharuskan dilakukannya sekularisasi di Barat. Tetapi, Islam tidak mengalami hal semacam itu. Islam tidak mengenal sistem teokrasi dan tradisi Inquisisi. Bernard Lewis, professor di Princeton University mengakui, bahwa kaum Muslim memang tidak mengembangkan tradisi sekular dalam sejarah mereka.

Bahkan, kata Bernard Lewis, kaum Muslim akan selalu menentang keras tradisi sekular tersebut. Ini berbeda dengan tradisi Kristen di Barat. “From the beginning, Christians were taught both by precept and practice to distinguish between God and Caesar and between the different duties owed to each of the two. Muslims received no such instruction,” tulis Lewis dalam bukunya, What Went Wrong? Western Impact and Middle Eastern Response, (London: Phoenix, 2002).

Karena itu, memang, sejatinya, politik sekular dan liberal, apalagi politik ‘machiavellis’ harusnya tidak dikenal dalam tradisi Islam. Begitu juga dalam tradisi politik di Indonesia yang mendasarkan diri kepada Ketuhanan Yang Maha Esa. Pengakuan terhadap Tuhan Yang Maha Esa (Allah SWT) bukan sekedar mengakui “ada-Nya”, tetapi juga harus mengakui kedaulatan Tuhan Yang Maha Esa. Yakni, kerelaan manusia untuk diatur oleh Allah SWT.Coklat Tua dan Putih Modern Selamat Hari Pers Nasional Twibbon H315 1 Politik Islam untuk Ibadah, bukan untuk sekedar berkuasa Suara Utama ID Mengabarkan Kebenaran | Website Resmi Suara Utama

Politik Islam untuk Ibadah, bukan untuk sekedar berkuasa

Karena itulah, berpolitik dalam Islam adalah salah satu bentuk ibadah kepada Allah. Di antara tujuh golongan yang akan mendapatkan perlindungan di Hari Akhir, adalah pemimpin yang adil. Pemimpin dengan kekuasaan di tangannya berpeluang mendapatkan pahala yang besar.

Jadi, sangatlah merugi jika politik hanya berhenti kepada dimensi duniawi saja. Jargon, “Kekuasaan untuk kekuasaan”, adalah jargon sekular. Dalam pandangan Islam, “Politik adalah untuk ibadah”; Politik bukan hanya sekedar berebut kekuasaan.

Membumikan Islam Berkemajuan, rudyspramz0110621

Berita Terkait

Genosida Palestina: Cermin Abadi Pertarungan Manusia dan Iblis Bertopeng Kekuasaan
IWPI Serukan Pembentukan BPN sebagai Kebutuhan Mendesak Reformasi Fiskal
Pajak Tinggi vs. Kualitas Layanan: Eko Wahyu dan Yulianto Kiswocahyono Beri Catatan Kritis pada Sistem Perpajakan Indonesia
DJP Terbitkan PER-6/PJ/2025, Yulianto Kiswocahyono Nilai Restitusi Kini Lebih Efisien
Dorong Hunian Vertikal, Fahri Hamzah Dapat Tanggapan Kritis dari Praktisi Pajak Eko Wahyu
Pelajar dan Mahasiswa Asal Dogiyai kota Studi Yogyakarta dan Solo: Tolak Upaya Intelektual Pemekaran Mapia Raya, Dengan 8 Tuntutannya Begini
Mengapa Rindu kepada Tuhan Menjadi Kebutuhan Spiritual Manusia?
Evaluasi Etis dan Rasionalitas Anggaran: Forum Karang Taruna Desak Pengalihan TPP ASN untuk Prioritas Pembangunan Masyarakat Pandeglang
Berita ini 101 kali dibaca

Berita Terkait

Rabu, 11 Juni 2025 - 23:03 WIB

Genosida Palestina: Cermin Abadi Pertarungan Manusia dan Iblis Bertopeng Kekuasaan

Rabu, 11 Juni 2025 - 20:58 WIB

IWPI Serukan Pembentukan BPN sebagai Kebutuhan Mendesak Reformasi Fiskal

Rabu, 11 Juni 2025 - 18:16 WIB

DJP Terbitkan PER-6/PJ/2025, Yulianto Kiswocahyono Nilai Restitusi Kini Lebih Efisien

Rabu, 11 Juni 2025 - 16:45 WIB

Dorong Hunian Vertikal, Fahri Hamzah Dapat Tanggapan Kritis dari Praktisi Pajak Eko Wahyu

Selasa, 10 Juni 2025 - 23:58 WIB

Pelajar dan Mahasiswa Asal Dogiyai kota Studi Yogyakarta dan Solo: Tolak Upaya Intelektual Pemekaran Mapia Raya, Dengan 8 Tuntutannya Begini

Selasa, 10 Juni 2025 - 10:41 WIB

Mengapa Rindu kepada Tuhan Menjadi Kebutuhan Spiritual Manusia?

Senin, 9 Juni 2025 - 13:03 WIB

Evaluasi Etis dan Rasionalitas Anggaran: Forum Karang Taruna Desak Pengalihan TPP ASN untuk Prioritas Pembangunan Masyarakat Pandeglang

Minggu, 8 Juni 2025 - 12:52 WIB

Islam dan Demokrasi di Indonesia : Perspektif Dua Tokoh Ormas Islam Terbesar, KH. Yahya Cholil Staquf dan Dr.H. Haedar Nashir

Berita Terbaru