SUARA UTAMA – Dunia tengah berdiri di tepi jurang konflik global. Dua wilayah konflik yang berbeda secara geografis—Ukraina dan Iran—kini memiliki peran strategis yang sangat mirip: sebagai medan tempur proksi antara dua kutub kekuatan global, yaitu Amerika Serikat dan sekutunya di satu sisi, dan Rusia, Iran, serta Tiongkok di sisi lain. Dalam banyak pernyataan politik dan militer internasional, kedua konflik ini dianggap sebagai titik nyala dari konfrontasi global. Ketika diplomasi gagal dan aliansi militer mengeras, benih Perang Dunia III mulai tampak nyata.
Bagian Pertama : Ukraina – Medan Tempur Eropa Timur
Konflik di Ukraina telah menjelma menjadi lebih dari sekadar perang antara dua negara. Ia adalah konflik ideologi, geopolitik, dan keamanan global. Setelah invasi Rusia ke Ukraina pada Februari 2022, negara-negara Barat, khususnya NATO dan Uni Eropa, memberikan dukungan besar-besaran kepada Kyiv.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dalam pidato di Munich (2023) menyatakan:
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Jika Ukraina jatuh, Eropa akan jatuh. Jika Ukraina tidak bertahan, tatanan internasional juga akan runtuh.”
Di sisi lain, Presiden Rusia Vladimir Putin menggambarkan dukungan NATO terhadap Ukraina sebagai bentuk agresi terselubung terhadap Rusia:
“Kami tidak sedang berperang dengan Ukraina, kami sedang berperang dengan NATO di wilayah Ukraina.”
(Pidato kenegaraan, Februari 2023)
Sementara itu, Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg menyampaikan bahwa dunia berada pada momen paling berbahaya sejak Perang Dunia II:
“Jika Rusia menang, pesan yang disampaikan kepada dunia adalah bahwa agresi militer bisa menang. Ini akan berdampak global.”
Dengan logistik senjata besar-besaran dari AS, Inggris, dan negara NATO lainnya, konflik ini menjadi ajang adu kekuatan teknologi militer antara blok Barat dan Rusia—tanpa keterlibatan langsung, namun dengan risiko eskalasi sangat tinggi.
Bagian Kedua: Iran – Titik Didih Timur Tengah
Iran selama bertahun-tahun telah menjadi musuh utama strategi AS dan Israel di Timur Tengah. Ketegangan meningkat tajam sejak Presiden Donald Trump menarik AS keluar dari perjanjian nuklir Iran (JCPOA) pada 2018 dan kembali memberlakukan sanksi maksimum.
Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei menegaskan dalam pidatonya pada 2022:
“Perlawanan terhadap imperialisme Amerika dan Zionisme bukan hanya pilihan, tapi kewajiban bagi dunia Islam.”
Sementara itu, Benjamin Netanyahu, Perdana Menteri Israel, menyatakan di Majelis Umum PBB (2023):
“Iran bukan hanya ancaman bagi Israel, tetapi ancaman global. Dunia tidak boleh membiarkan rezim ini memiliki senjata nuklir.”
Iran juga menjadi pemain kunci dalam konflik proksi melalui dukungannya terhadap milisi seperti Hizbullah di Lebanon, Houthi di Yaman, dan kelompok-kelompok di Irak dan Suriah. Hubungannya yang semakin erat dengan Rusia terlihat nyata melalui pasokan drone Shahed-136 ke Moskow dalam perang Ukraina, yang dikonfirmasi oleh intelijen Barat.
Presiden AS Joe Biden, dalam pidatonya di Gedung Putih (2023), menyatakan:
“Kami tidak akan membiarkan Iran memperoleh senjata nuklir, titik. Dan kami akan mendukung Israel untuk mempertahankan diri.”
Ketegangan antara Iran dan Israel—yang melibatkan AS secara tidak langsung—adalah sumbu yang sangat sensitif, dengan potensi konflik besar-besaran di kawasan strategis yang bisa melibatkan kekuatan global.
Bagian Ketiga: Dua Titik, Satu Perang – Menuju Konfrontasi Global
Apa yang menyatukan konflik Ukraina dan Iran adalah peran mereka sebagai medan uji kekuatan dan pengaruh global. Jika salah satu atau keduanya meledak ke arah keterlibatan langsung antar kekuatan besar, maka eskalasi ke Perang Dunia III bukan lagi teori.
Mantan Menteri Luar Negeri AS, Henry Kissinger, dalam wawancara sebelum wafatnya (2023), mengingatkan:
“Kita sudah sangat dekat dengan konflik besar antara kekuatan besar. Kita melihat struktur baru dunia yang sedang terbentuk—jika tak dikelola dengan baik, ini bisa menjadi awal dari perang global.”
Senada, Emmanuel Macron, Presiden Prancis, menyatakan:
“Kita memasuki era baru konflik global yang bersifat sistemik. Ukraina dan Iran adalah bagian dari perubahan tatanan dunia.”
Aliansi antara Rusia, Iran, dan Tiongkok, meskipun tidak seformal NATO, telah menunjukkan koordinasi dalam ekonomi, diplomasi, dan militer. Sebaliknya, AS mempererat koordinasi dengan sekutunya di Asia dan Eropa, menciptakan kutub baru. Ini adalah bipolarisasi global yang menyerupai masa sebelum Perang Dunia I, ketika kesalahan kecil memicu bencana besar.
Kesimpulan: Dunia di Ambang Kejatuhan
Ukraina dan Iran bukan sekadar dua konflik regional. Mereka adalah simbol dari konfrontasi global antara dua kutub kekuatan—Barat dan Timur—yang sedang membentuk ulang tatanan dunia. Pernyataan para pemimpin dunia, peningkatan aliansi militer, dan saling ancam nuklir menjadi bukti bahwa dunia semakin dekat pada pusaran perang global.
Apabila diplomasi gagal dan ego nasionalisme memuncak, maka sejarah bisa terulang, seperti pada 1914 dan 1939. Tetapi kali ini, dengan senjata nuklir dan jaringan globalisasi, dampaknya akan jauh lebih menghancurkan.
Penulis : Tonny Rivani
Editor : Andre Hariyanto
Sumber Berita : Wartawan Suara Utama